Selasa 13 Apr 2021 17:03 WIB

Perang di Asia Pasifik? Ini Peringatan Eks Menteri Australia

Kemungkinan terjadinya perang di kawasan Asia Pasifik melibatkan China sema

Rep: Andrew Greene/ Red:
Kemungkinan akan terjadinya perang di kawasan Asia Pasifik yang melibatkan China semakin menguat.
Kemungkinan akan terjadinya perang di kawasan Asia Pasifik yang melibatkan China semakin menguat.

Kemungkinan akan terjadinya perang di kawasan Asia Pasifik yang melibatkan China semakin menguat.

Demikian menurut pernyataan mantan menteri pertahanan Australia, Christopher Pyne, yang juga menyebutkan Taiwan sebagai daerah konflik selanjutnya.

Dalam pidatonya di hadapan para mahasiswa kelulusan University of Adelaide, politikus partai Liberal ini mengatakan "tindakan strategis yang dilakukan warga Republik Rakyat China tidak sejinak dulu lagi".

Akibatnya ini menimbulkan kekhawatiran pada Amerika Serikat dan sekutunya.

"Kenyataannya, China percaya diri dan mampu, juga tidak malu menunjukannya," ujar Christopher memperingatkan para mahasiswa.

Christopher yang mengakhiri tugasnya sebagai Menteri Pertahanan Australia di tahun 2019 mengatakan kemungkinan terjadinya "perang militer" di kawasan Indo-Pasifik saat ini lebih besar dibandingkan saat ia masih menjabat menteri.

"Bukan perang dunia maya, tapi perang sesungguhnya yang menjatuhkan korban jiwa, menghancurkan pertahanan militer, dengan berhadapannya penyerang dan yang diserang."

"Ini bukan hanya perkataan, tapi adalah sesuatu yang saya dan Anda mungkin akan hadapi lima hingga 10 tahun ke depan."

Sejak meninggalkan dunia politik, Christopher mendapatkan banyak kritikan atas kegiatannya melakukan lobi bagi berbagai perusahaan di bidang militer di Australia.

Namun ia masih dapat berpidato di hadapan para lulusan Fakultas Hukum dari University of Adelaide, Senin kemarin (12/04), tentang bagaimana menurutnya kekuatan China di bidang militer berkembang dengan cepat.

"Walau Amerika Serikat masih menjadi negara di dunia yang menghabiskan satu dari setiap dua dollar untuk keperluan militer, data yang mengejutkan menunjukkan anggaran bidang pertahanan China di tahun 2021 adalah sebesar $210 miliar," katanya.

"Pasukan militer China sangat siap menghadapi perang asimetri dengan Amerika dan sekutunya di kawasan barat dan tenggara Asia. Australia adalah salah satu sekutunya."

Menghindari perang adalah prioritas utama

Bulan lalu,  Marsekal Philip S Davidson, dari Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat, mengatakan penting sekali bagi Amerika Serikat mempertahankan wilayahnya di Pasifik dari kemungkinan masuknya China.

Dalam pidatonya, Christopher juga menyebutkan tindakan yang dilakukan China belakangan ini untuk mendukung argumennya tentang ancaman yang semakin darurat dari militer China.

Tindakan tersebut antara lain adalah bagaimana China mengambil alih Hong Kong dan mengabaikan kritik atas perlakuannya terhadap etnis Uyghur.

"Rasanya mereka cukup kuat untuk menguasai Laut China Selatan, meski sudah berjanji di masa pemerintahan Obama di Washington bahwa mereka tidak akan menjadikan wilayah batu karang dan beting sebagai wilayah militer, [mereka] tetap saja melakukan," katanya.

"Yang paling mengkhawatirkan adalah tekanannya terhadap Taiwan, daerah yang paling mungkin menjadi sumber konflik di kawasan."

Awal April lalu, seorang diplomat senior Amerika Serikat mengukuhkan bahwa Australia dan Amerika Serikat telah mendiskusikan rencana darurat bila terjadi konflik militer berkenaan dengan Taiwan.

Namun, Pyne mengatakan "menghindari terjadinya perang adalah pertahanan paling penting dan merupakan prioritas kebijakan luar negeri sebagai sebuah bangsa".

"Ini tidak akan tercapai kalau kita menjauhkan diri dari sekutu kita seperti AS, Jepang dan India. Justru yang harus dilakukan adalah sebaliknya," kata Payne.

"Tidak ada yang mau memberlakukan kebijakan penahanan terhadap China, namun, semua orang ingin membangun kebijakan kerja sama dengan China yang bisa memberikan manfaat kepada seluruh kawasan."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari artikel di ABC News 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement