Ahad 18 Apr 2021 04:46 WIB

Hindari Kontroversi, Pemerintah Diminta Cermat Buat Regulasi

Hindari Kontroversi, PPP Minta Pemerintah Cermat Buat Regulasi

 Asrul Sani, Wakil Ketua MPR-RI,
Foto: Antara/Resno Esnir
Asrul Sani, Wakil Ketua MPR-RI,

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- PPP mengingatkan jajaran kabinet dan pemerintahan agar tidak terus-menerus menciptakan beban politik dan ruang suudzon terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya.

PPP menyoroti kontroversi Perpres bidang usaha investasi, hilangnya frase agama dalam rancangan peta jalan pendidikan nasional (PJPN) dan tidak tercantumnya mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2021.

Dalam Pasal 40 ayat 3 PP ini tidak tercantum Pancasila sebagai mata pelajaran. Sedangkan Bahasa Indonesia tdk tercantum tegas, hanya disebut bahasa saja.

Wakil Ketua Umum PPP yang juga Wakil Ketua MPR-RI, Arsul Sani meminta kabinet maupun jajaran Pemerintahan mengurangi bahkan menghilangkan beban politik dan ruang suudzon terhadap Presiden dari elemen masyarakat manapun.

Untuk ini Arsul mendesak koordinasi yang baik lintas kementerian dan lembaga (K/L) dan saling melakukan "proof reading" atas rancangan kebijakan. 

"Ini tentu bisa dimulai dalam rapat kabinet atau rapat kordinasi di bawah Kemenko yang bersangkutan," kata Arsul dalam keterangan pers yang diterima Republika, Sabtu (17/4).

 

Arsul yakin cara seperti itu membuat sinkronisasi kebijakan atau peraturan lebih baik. Arsul menilai problem sinkronisasi timbul karena masih rendahnya kordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintahan terkait. 

 

"Meski ada kementerian koordinator, namun level koordinasi yang tinggi sepertinya belum tercipta," ujar Arsul.

 

Arsul menunjuk kasus tidak tercantumnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran (kuliah) dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021. Padahal dalam Pasal 35 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pancasila dan Bahasa Indonesia masuk kedalam kurikulum perguruan tinggi.

 

Menurutnya, mestinya ada koordinasi yang lebih baik antar kementerian dalam penyiapan PP 57 Tahun 2021. Setidaknya antara Kemendikbud sebagai pemrakarsa, Kemenkumham sebagai koordinator legislasi Pemerintah dan Sekretariat Negara/

 

Hal itu karena Seknef sebagai pintu terakhir sebelum sebuah produk aturan ditandatangan Presiden. Maka sisi pandang yang melihat tidak sinkron dan harmonisnya PP di atas dengan UU-nya bisa dicegah. 

 

"Jika semuanya sinkron maka beban politik dan ruang suudzon dari elemen masyarakat dengan sendirinya akan dapat diminimalisir secara signifikan," tutup Arsul.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya