Kamis 22 Apr 2021 20:14 WIB

RS Gaza Semakin Penuh, Tukang Gali Kubur Juga Kewalahan

Terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Jalur Gaza.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Atlet Palestina Ahmed Abu Hasira mendemonstrasikan keterampilan parkournya selama penguncian di tengah wabah penyakit coronavirus (COVID-19) di Kota Gaza 8 September 2020.
Foto: REUTERS/Mohammed Salem
Atlet Palestina Ahmed Abu Hasira mendemonstrasikan keterampilan parkournya selama penguncian di tengah wabah penyakit coronavirus (COVID-19) di Kota Gaza 8 September 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Banyaknya orang sakit dan sekarat dengan cepat mendorong rumah sakit Gaza mendekati kapasitas mereka. Kondisi ini akibat lonjakan kasus Covid-19 di wilayah  tersebut.

"Rumah sakit hampir mencapai kapasitas penuh. Mereka belum cukup sampai, tetapi kasus yang parah dan kritis telah meningkat secara signifikan dalam tiga minggu terakhir, yang menjadi perhatian," kata kepala Kedaruratan Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tim di Wilayah Palestina, Dr Ayadil Saparbekov.

Baca Juga

Warga Palestina khawatir kombinasi kemiskinan, kekurangan medis, skeptisisme vaksin, data Covid-19 yang buruk, dan pertemuan massal selama Ramadhan dapat mempercepat peningkatan. Pejabat kesehatan Gaza mengatakan, sekitar 70 persen tempat tidur unit perawatan intensif ditempati. Jumlah itu naik dari 37 persen pada akhir Maret. Ada 86 kematian selama enam hari terakhir, meningkat 43 persen selama seminggu sebelumnya.

Tingkat kepositifan harian Gaza juga mencapai 43 persen pekan ini. Meskipun Saparbekov mengatakan, jumlah itu bisa meningkat karena kurangnya tes. Pasalnya, tes tersebut sebagian besar diberikan kepada orang-orang yang sudah menunjukkan gejala.

Saparbekov juga mengatakan, Gaza tidak memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi varian Covid-19 yang sangat menular saat pengujian. Kondisi ini membuka fakta bahwa hanya ada sedikit data tentangnya.

Selain rumah sakit, tempat pemakaman juga merasakan peningkatan di Gaza. Penggali kubur Mohammad al-Haresh mengatakan telah mengubur hingga 10 korban Covid-19 per hari, meningkat dari satu atau dua bulan lalu. "Masa perang sulit, tetapi virus Corona jauh lebih sulit bagi kami," katanya yang menggali kuburan selama perang Israel-Gaza 2014.

"Dalam perang, kami akan menggali kuburan atau menguburkan orang mati selama rehat atau gencatan senjata. Dengan virus Corona, tidak ada gencatan senjata," ujar Haresh.

Pejabat kesehatan mengatakan faktor-faktor yang menyebabkan lonjakan saat ini termasuk pelanggaran pedoman untuk memakai masker dan menjaga jarak sosial. Terlebih lagi pembukaan perbatasan Gaza dengan Mesir pada Februari, yang mungkin memungkinkan adanya varian baru.

Kecurigaan terhadap vaksin juga semakin dalam. Menurut survei 21 April oleh Pusat Media dan Komunikasi Yerusalem, mayoritas warga Gaza sebanyak 54,2 persen mengatakan tidak akan mengambil vaksin, dibandingkan 30,5 persen yang mengatakan akan menerima dan 15,3 persen bersikap ragu-ragu.

Hingga saat ini, hanya 34.287 orang telah divaksinasi, meskipun daerah kantong telah menerima 109.600 dosis sejak Februari yang disumbangkan oleh Rusia, Uni Emirat Arab, dan program COVAX global. "Keengganan banyak orang, termasuk staf medis, untuk divaksinasi tetap menjadi perhatian utama," kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan dalam laporan 12 April.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement