Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Faiz Romzi Ahmad

Bayt al – Hikmah: Peradaban Intelektual Islam Masa Silam di Baghdad

Agama | Sunday, 25 Apr 2021, 22:40 WIB

Pada abad ke-8, Muslim telah mengimpor teknik produksi kertas dari Tiongkok dan mulai memproduksi kertas, pertama di beberapa kota di Asia Tengah dan kemudian di Baghdad.

Pabrik kertas pertama di Baghdad berdiri pada tahun 795. Ini yang salah satunya memungkinkan percepatan produksi dan penyebaran manuskirip manuskrip di zaman Abbasiyah awal.

Ini juga yang mengakibatkan percepatan dan efisiensi pertukaran gagasan, ide dan pengetahuan. Mendorong riset riset serta tulisan tulisan ilmiah.

Proses produksi kertas ini juga menumbuhkan budaya literasi bagi masyarakat Baghdad secara khusus. Sejak saat itu kebutuhan akan pasar buku menjadi kebutuhan primer masyarakat.

Ahmet Kuru dalam bukunya Islam, Ketertinggalan dan Otoritarianisme menyebut pada akhir abad ke-9, dilaporkan bahwa Baghdad ada lebih daripada seratus penjual buku.

Produksi buku, penjilidan buku, dan jasa translasi, semuanya tumbuh dengan subur di Baghdad bersama berkembangnya tulisan, riset, dan penrjemahan.

Buku menjadi sangat mahal diproduksi, dan buku buku langka pun banyak diminati para cendekiawan Baghdad. Kertas dari Baghdad berkualitas premium, sangat dihargai di wilayah itu.

Sementara, keahlian sebagai juru salin, editor dan pengarang di wilayah kota menjadi pekerjaan yang sangat menjanjikan.

Baghdad, Sebuah Ibukota Baru

Abu Jafar al Mansur tidak mau mengambil resiko atas kota imperialnya yang baru, kota itu harus benar benar berbeda dari kota yang lain. Al Mansur mencari petunjuk pada para astrolog handal.

Keputusan Khalifah Al Mansur untuk meninggalkan Damaskus yang didominasi orang Arab dan memusatkan kota barunya di Mesopotamia menegaskan beberapa perubahan mendasar di jantung dunia Muslim.

Baghdad dulunya adalah perkampungan kecil biasa. Pembangunan Baghdad sebagai ibukota baru itu selesai tahun 765, konstruksi kotanya di bawah arahan para astrolog tersohor, sebagai kota masa depan yang menjadi pusat berkumpulnya para cendekia dan pusat transfer keilmuan.

Bentuk awal kota itu adalah melingkar, menyerupai benteng Persia klasik, dibangun dengan orientasi pertahanan militer yang kukuh.

Keinginan Al Mansur bahwa ibukota barunya ini sebagai kawasan metropolis bukan omong kosong semata.

Letaknya yang strategis, kebudayaanya yang multietnis, dan tata kotanya yang kukuh dari serangan militer menjadikan Baghdad sebagai kawasan yang terintegrasi; perniagaan dan pertukaran ilmiah.

Ini mendorong meningkatnya fenomena urbanisasi penduduk di luar Baghdad untuk berdomisili di Baghdad. Para tukang yang terampil, pedagang, dan rakyat antre berdesakan pergi ke Baghdad, untuk memenuhi kebutuhan kota saat itu.

Tak terlekkan, seiring eksodus penduduk mengharuskan perluasan wilayah. Baghdad memanjang sampai pinggiran Sungai Tigris. Perkembanganya luar biasa, kekuatan ekonomi, kekuatan militer dan pengaruh kekuasaan terus meningkat.

Ahmet Kuru dalam bukunya Islam, Ketertinggalan dan Otoritarianisme menyebut bahwa pada abad ke-9 hingga abad ke-12, atau lebih lama lagi, keseluruhan dunia Muslim menikmati kondisi intelektual dan sosioekonomi yang lebih unggul daripada Eropa Barat.

Antara tahun 800 1000, Baghdad dengan perkiraan penduduk antara 300.000 dan 1.000.000 jiwa, jauh lebih besar daripada kota Eropa Barat manapun.

Bayt al Hikmah, Pusat Kajian Ilmu era Abbasiyah

Untuk mengakomodasi kerja kerja translasi naskah Persia, Yunani dan Sanskerta, al Mansur lalu membangun sebuah perpustakaan besar dan megah dengan mencontoh peprustakaan perpustakaan para raja Persia yang hebat.

Ruang kerja, dukungan adminsitratif dan bantuan finansial juga dibutuhkan oleh sekelompok cendekiawan yang akan mengerjakan tugas tugasnya.

Inilah yang di kemudian hari kita kenal dengan nama Bayt al Hikmah, The House of Wisdom, Rumah Kebijaksanaan. Sebuah tanggung jawab Al Mansur sebagai otoritas kekhalifahan dan sekaligus nawacita dari kekhalifahan Abbasiyah itu sendiri.

Bayt al Hikmah adalah perpustakaan di Baghdad yang diinisiasi oleh Khalifah Al Mansur (714 775) dan diresmikan oleh Khalifah Harun ar- Rasyid (786 809).

Bayt al Hikmah menjadi simpul penting dalam gerakan penerjemahan yang lebih luas menjangkau banyak kota di seluruh wilayah Muslim.

Karya berbahasa Yunani Kuno, Suriah, Persia Tengah, dan Sanskerta di bidang filsafat, psikologi, matematika, kedokteran, fisika, geologi, dan bidang bidang lain diterjemahkan dalam bahasa Arab. Selain terjemahan, karya asli juga berkembang.

Misalnya, peta dunia yang pembuatannya diperintahkan oleh Mamun menampilkan bentuk bola dan melambangkan lautan yang terus menerus mengelilingi daratan, memperlihatkan Afrika sebagai benua yang bisa dikelilingi dan Samudera Hindia berbeda dengan Ptolemeus yang menggambarkannya sebagai laut pedalaman sebagai laut terbuka.

Salah satu yang tidak asing di telinga kita adalah nama Muhammad ibn Musa Al- Khawarizmi, matematikawan dan astronom muslim yang hebat. Al Khawarizmi turut serta dalam observasi observasi astronomi, ia adalah peneliti ternama di Bayt al Hikmah.

Bayt al Hikmah menjadi tempat pelestarian pengetahuan yang mahal. Para pakar yang menjadi staf observatorium melakukan eksperimen - eksperimen ilmiah dan pengembangan kesusastraan yang diperintahkan otoritas kekhalifahan.

Untuk mendukung itu, dana publik juga dialokasikan untuk pengoperasian kerja kerja para pakar di Bayt al Hikmah.

Keberadaan Bayt al Hikmah menjadikan Baghdad sebagai pusat transmisi ilmu dan menghantarkan Islam pada era emas nya (the golden era), karya karya dari para pakar yang berkerja sebagai ahli observatorium memberikan pengaruh siginifikan pada perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam bahkan dunia Barat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image