Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Koiyudh

Kolak Pisang Aslinya dari Timur Tengah?

Kuliner | Monday, 26 Apr 2021, 06:32 WIB
Sumber: hallodoc

Salah satu makanan yang aku gemari saat berbuka puasa, selain gorengan dan kurma, adalah kolak. Biasanya sih kolak pisang. Kuahnya yang kental berwarna cokelat dan manis, plus pisangnya yang lembut, bisa bikin lidah manjaku ini ketagihan. Apalagi kalau dicampur kolang kaling. Disajikan dingin atau hangat? Rasanya sama-sama sedap.

Mungkin sama dengan sebagian besar kalian, sejak kecil, aku menganggap kolak itu kuliner khas nusantara. Belakangan baru sadar, anggapan itu ternyata kurang tepat. Kudapan legit ini justru diduga berasal dari negara lain. Sempat kurang percaya memang. Tapi ini pakar kuliner William Wongso yang bilang. Sesepuh dunia kuliner Tanah Air dan Asia itu mengatakan kolak, bila dilihat dari karakteristiknya, diperkirakan berasal dari Timur Tengah.

Well, akhirnya aku mencoba menelusuri sejumlah narasi dan informasi tentang kolak. Memang tidak ada yang menyebut langsung tentang asalnya dari Timur Tengah. Namun, satu sumber kudapati menyebut kolak dahulunya memang digunakan sebagai salah satu media penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Pulau Jawa. Pada masa itu, masyarakat Jawa belum mengenal Islam dengan baik. Sehingga para ulama mencoba menerapkan cara sederhana agar masyarakat dapat memahami agama Islam. Dan, cara sederhana itu adalah makanan.

Penamaan kudapan ini pun disebut tidak sembarangan. Terdapat filosofi sendiri hingga akhirnya muncul nama ''kolak''. Konon, ''kolak'' berasal dari kata ''Khalik'' yang artinya Tuhan, pencipta alam semesta. Melalui nama ini, para ulama yang menyebarkan Islam di nusantara ingin mengajak masyarakat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kolak pun mengandung makna tersendiri. Bahan paling umum untuk isian kolak adalah pisang kepok. Kata ''kepok'' merujuk pada istilah ''kapok''. Harapannya, masyarakat harus kapok atau jera untuk berbuat dosa dan segera bertobat kepada Allah SWT.

Bahan lain yang sering digunakan untuk isian kolak adalah ubi. Di Jawa, ubi dikenal pula dengan istilah ''telo pendem''. Hal ini bermakna, masyarakat harus mengubur kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat sehingga bisa melanjutkan hidup di jalan yang diridhai Allah SWT.

Awalnya, kolak katanya disajikan pada Sya'ban. Yakni satu bulan sebelum memasuki Ramadhan. Pada Sya'ban, umat Islam diajak untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai wujud ketakwaan menjelang bulan penuh berkah, yakni Ramadhan. Namun, kemudian, tradisi mengonsumsi kolak tak hanya berlangsung pada Sya'ban, tapi juga berlanjut ke Ramadhan sebagai kudapan buka puasa. Tradisi tersebut nyatanya masih bertahan hingga saat ini.

Mengudap kolak saat berbuka pun ternyata bukan hanya tradisi orang Jawa. Masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia, bahkan beberapa negara di Asia Tenggara, pun melakukan hal yang sama. Di Padang, misalnya, ada bubur kampiun yang juga mirip kolak.

Makanan sejenis kolak pun bisa dijumpai di sejumlah negara Asia Tenggara. Di antaranya Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Sajian dan cara pembuatannya mirip, pakai santan. Bedanya, ada yang nggak pakai gula aren, ada yang pakai. Di Malaysia makanan sejenis dinamai gula malaka.

William Wongso menyebut jenis kolak saat ini, khususnya di Indonesia, sebagian besar merupakan improvisasi. Tidak heran ada beragam kolak dengan macam-macam variasi isian. Biasanya sih sesuai selera pembuatnya. Ada yang mencampurnya dengan kolang-kaling sampai durian. Jenis pisang yang digunakan juga beraneka-macam. Ada yang menggunakan pisang raja, ada juga yang pakai pisang kepok. Apapun campurannya, menurutku sih semuanya lezat-lezat saja. :)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image