Selasa 27 Apr 2021 11:17 WIB

Cerita Ibnu Batutah tentang Makam Para Raja

Ibnu Batutah menuliskan pengalamannya tentang makam para raja.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Esthi Maharani
Kematian (ilustrasi)
Foto: Dailymail.co.uk
Kematian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kematian itu pasti mendatangi jiwa-jiwa yang hidup. Entah dia zalim ataupun tidak, entah dia kaya ataupun miskin, terhormat ataupun tidak. Ibnu Batutah pun menuliskan pengalamannya tentang makam para raja.

Syekh Aidh al-Qarni dalam kitab La Tahzan menjelaskan, kematian yang seseorang hadapi nanti bukanlah suatu yang baru. Sebab, seseorang di generasi sebelum dan setelahnya juga mengalami kematian.

Syekh Aidh al-Qarni menceritakan bagaimana Ibnu Batutah pernah menuliskan sesuatu. Bahwa di wilayah utara terdapat suatu kuburan yang di dalamnya dikuburkan seribu raja. Menariknya, di atas kuburan itu dituliskan sesuatu:

Dan tentang raja-raja mereka, tanyakan kepada tanah

 

Kepala-kepala yang pernah dihormati itu kini menjadi tulang belaka

Untuk itu, Syekh Aidh al-Qarni mengingatkan manusia kerap memandang yang disebut kehidupan adalah suatu hal yang abadi. Manusia diliputi kefanaan pagi hingga malam mengenai hal itu. Anggapannya mengenai kehidupan yang abadi selalu bergelimang kenikmatan seolah akan terjadi. Padahal tidak. Dunia hanya sementara.

Allah berfirman dalam Alquran Surah al-Anbiya ayat 1: “Iqtaraba linnaasi hisaabuhum fii ghaflatin mu’ridhin”. Yang artinya: “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)”.

Kemudian dijelaskan, ketika Allah menghancurkan berbagai umat, membinasakan suku-suku, dan meluluhlantakkan kota-kota beserta penduduknya yang zalim, Allah berfirman: “Wa kam ahlakna qablahum min qarnin hal tuhissu minhum min ahadin aw tasma’u lahum rikzan”.

Baca juga : Mimpi Membuat Saroj Khan Memeluk Islam

Yang artinya: “Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar?”. Syekh Aidh al-Qarni menambahkan, untuk itulah perlu disadari bahwa semuanya telah lenyap dari mereka, kecuali berita dan pembicaraan tentang dirinya pada generasi selanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement