Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Karta Raharja Ucu

Kapan Nikah? Pertanyaan Haram di Acara Halal Bihalal Lebaran

Curhat | Wednesday, 05 May 2021, 01:01 WIB
Jangan bikin acara halal bihalal di Hari Lebaran menjadi haram dengan pertanyaan menyakitkanmu. Foto: Republika.

Eits, sabar dulu jangan langsung ngegas ketika Anda membaca judul tulisan ini. Halal Bihalal yang merupakan tradisi baik di Hari Lebaran bisa berubah menjadi haram karena sejumlah hal. Salah satunya karena acara silaturahim yang seharusnya saling memaafkan justru jadi ajang menumpuk dosa seperti pamer kekayaan dan ngomongin orang. Kalau sudah begitu, halal bihalal berubah menjadi "haram biharam".

Saya cerita sedikit soal latar belakang halal bihalal. Acara yang akrab pada Hari Raya Idul Fitri itu biasa tersaji saat kumpul dengan saudara, rekan kerja, atau teman.

Nah, istilah halal bihalal masuk dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr Th Pigeaud yang terbit tahun 1938. Pada huruf A dapat ditemukan kata alal behalal: de complimenten (gaan, komen) maken (vergiffenis voor fouten vragen aan ouderen of meerderen na de Vasten (Lebaran, Javaans Nieuwjaar) vgb. Artinya dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Taun Baru Jawa).

Pada huruf H terdapat kata "halal behalal": de complimenten (gaan, komen) maken (wederzijds vergiffenis vragen bij Lebaran, vgb). Artinya kurang lebih dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).

Sementara dalam KBBI, halal bihalal diartikan sebagai hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Biasanya biasanya digelar di sebuah tempat (auditorium, aula) oleh sekelompok orang.

Lalu bagaimana bisa acara penuh faedah itu menjelma menjadi ajang menumpuk dosa? Jawabannya seperti di paragraf pertama, halal bihalal jadi ajang pamer dan ngegibah. Yang lebih parah adalah muncul pertanyaan-pertanyaan yang cenderung menyakiti dari sanak family.

Fenomena banyak orang yang enggan datang ke acara halal bihalal keluarga besar adalah rentetan pertanyaan tendensius yang bikin sakit hati. "Kapan lulus kuliah, kapan kerja, kapan nikah, kapan punya anak, kapan nambah momongan, mosok udah kerja lama masih numpang mertua, kok belum punya mobil?"

Ibu, bapak, paman, pakde, uwak, kakak, ncang, ncing, tolong jaga lisan jangan sampai pertanyaan-pertanyaan yang mungkin menurut kalian sebagai basa-basi, ternyata jadi menyebalkan dan menyakitkan hati. Kita tidak pernah tahu bagaimana orang yang kita tanya itu sedang berjuang dengan hidupnya. Sulitnya menyusun skripsi, penolakan saat melamar kerja, pernikahan yang mungkin batal, perjuangan mendapatkan momongan, hingga bagaimana sulitnya menyakinkan orang tua untuk hidup terpisah setelah berumah tangga.

Selain bikin sakit hati karena pertanyaan basa-basi, ada juga tim ghibah di hari raya. Biasanya diawali dengan pernyataan, "Eh katanya...", dan diakhiri dengan kalimat, "Tapi ini bukan ngomongin orang ya..."

Padahal, ngomongin orang lain itu dilarang dalam Islam. Benar jadi ghibah, salah jadi fitnah. Apalagi tak jarang bahan cerita ditambahin bumbu biar gurih.

Penggagas gerakan Subuh Keliling (Suling) di Ketapang, Kalimantan Barat, Ustadz Uti dalam berita di Republika.co.id (baca beritanya di sini), menjelaskan, ghibah dan fitnah bisa menimbulkan bahaya dan kesalahfahaman. Sanksi bagi pengghibah sangat berat. Salah satunya, pahala yang mengghibah pindah kepada orang yang dibicarakan dan dosa-dosa yang dibicarakan pindah kepada pengghibah tersebut.

"Coba kita bayangkan bagaimana rasanya memakan bangkai menjijikan sekali ya, apalagi itu bangkai saudara sendiri. Namun ada juga yang tidak sadar dengan perbuatannya itu. Bahkan mengghibah menjadi sebuah kebiasaan rutin yang tidak bisa dilepaskan," kata Ustadz Uti.

Dalam sebuah hadis disebutkan, orang yang mengghibah diibaratkan memakan daging bangkai. "Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang Muslim). (HR Bukhari)

Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda: Ketika saya dimirajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: Siapakah mereka ini wahai Jibril? Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan melecehkan kehormatan mereka, (HR Abu Daud 4878. Hadis shahih).

Ngeri pan, Cing, ancamannya.

Mending nih kita ikuti peringatan dari Ibnu Mubarak agar pergi meninggalkan ghibah. Pergilah dari orang yang menggunjing, sebagaimana engkau lari dari kejaran singa.

Jadi masih ingin basa-basi nanya: "Kapan nikah?" kepada keluarga di hari raya?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image