Rabu 05 May 2021 09:46 WIB

Pengamat: Kebijakan di Tengah Pandemi Harus Dilindungi Hukum

Sepanjang untuk itikad baik, kebijakan yang diambil seharusnya tak bisa digugat.

Lawan Corona. Ilustrasi
Foto: Republika
Lawan Corona. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dan pegiat media sosial Ninoy Karundeng memandang Indonesia adalah salah satu negara besar terbaik dalam mengatasi pandemi Covid-19. Keseimbangan antara kepentingan ekonomi, artinya rakyat harus makan, dengan kepentingan kesehatan, artinya pembatasan aktivitas masyarakat, kata dia, dilakukan secara tepat.

“Sejak awal untuk mencegah penyebaran Covid-19, urusan politik menjadi tantangan yang luar biasa. Presiden Jokowi (Joko Widodo) menjadi target untuk dijatuhkan. Pada awal pandemi, pro-kontra soal lock-down dan PSBB menjadi polemik,” kata Ninoy Karundeng di Jakarta Rabu (5/5).

Jokowi, lanjut Ninoy, dengan tegas menolak memberlakukan penguncian nasional. Menurut dia, penguncian nasional membuat konsekuensi seluruh rakyat dilarang melakukan aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Jokowi menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang memiliki dasar hukum kekarantinaan kesehatan.

"Dasar hukum menjadi pertimbangan penting untuk menghindari serangan politik. Politisasi harus dihindari. Jokowi pun memahami karakter masyarakat. Bandel. Tidak patuh. Ngeyel. Untuk mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat, Jokowi memberikan bantuan sosial," kata dia.

Aneka Bantuan Presiden seperti sembako dibagikan kepada masyarakat. Kegiatan ekonomi tetap berlangsung dengan menerapkan Protokol Kesehatan. Hasilnya, masih kata dia, ekonomi Indonesia tidak mengalami kehancuran.  

Langkah Jokowi untuk mengatasi pandemi Covid-19 membuahkan hasil. Angka statistik menunjukkan angka sebaran virus dapat dikendalikan. Pelayanan kesehatan stabil di seluruh rumah sakit.

"Persediaan vaksin dan gerakan pemberian vaksin Covid-19 berlangsung lancar. Karena Jokowi jauh-jauh hari telah memborong vaksin dari berbagai negara. Persediaan vaksin memadai," kata Ninoy.

India adalah produsen vaksin besar dunia yang menghasilkan 75 juta vaksin per bulan, justru mengalami hambatan untuk pemberian vaksin kepada penduduknya. Akibatnya, India menjadi salah satu negara paling buruk dalam menangani Covid-19. Rumah sakit kehabisan oksigen. Kremasi massal di lapangan terbuka menjadi pemandangan yang mengerikan. Itu tidak terjadi di Indonesia.

“Untuk mengatasi berbagai tantangan politik dan ekonomi, Jokowi mengeluarkan Perppu Perppu No 1 / 2020. Perppu ini telah disahkan menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 yang sangat penting karena menjadi acuan untuk bertindak cepat dalam situasi krisis,” ujar Ninoy Karundeng.

Menurut Ninoy Karundeng, pembuat keputusan harus dilindungi dari kriminalisasi akibat pengambilan keputusan di luar kebiasaan. Pelaksanaan pengambilan keputusan oleh pengambil keputusan sepanjang dilakukan dengan itikad baik dilindungi oleh undang-undang, yakni Undang-undang  No 2 tahun 2020 tersebut.

Berdasarkan undang-undang tersebut, para pejabat dan pemegang otoritas, sepanjang memiliki itikad baik, kebal hukum. Artinya, secara hukum mereka tidak bisa dituntut secara perdata dan pidana, bahkan tidak bisa di-PTUN-kan.

“Misalnya, terkait dengan pasokan barang seperti APD (alat pelindung diri), masker, tabung oksigen, ventilator, pejabat yang membuat komitmen tidak bisa dituntut ketika harga barang dinilai terlalu mahal. 

Publik masih ingat, Pemprov DKI Jakarta menjual masker seharga Rp 300 ribu per boks. Yang berlaku saat itu hukum ekonomi. Tidak ada yang salah dengan harga masker tersebut,” kata Ninoy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement