Rabu 05 May 2021 16:34 WIB

MUI Minta Soal Qunut dalam Tes Wawasan KPK Dianulir

KPK akan terseret menjadi lembaga negara yang memecah belah umat.

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas turut buka suara atas kisruh doa qunut yang masuk dalam daftar pertanyaan, pada tes wawasan kebangsaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MUI meminta, agar soal mengenai qunut tersebut dibatalkan. 

"Saya meminta soal tersebut dianulir atau jawaban semua peserta yang di test untuk nomor tersebut dinyatakan benar semua," kata Anwar Abbas dalam pesan tertulis, Rabu (5/5).

Anwar Abbas juga turut mempertanyakan, jawaban seperti apa yang diharapkan atau yang dianggap benar, apakah yang menggunakan doa qunut atau yang tidak menggunakan qunut. Lantas kejarnya, apakah KPK akan membenarkan salah satunya dan menyalahkan yang lainnya.

"Begitu KPK membenarkan salah satunya dan menyalahkan yang lain, maka KPK menurut saya, sudah tidak mencerminkan dirinya sebagai lembaga negara dan telah melanggar Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945," kata Anwar.

Pasal tersebut berbunyi: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".

Anwar menjelaskan, bahwa di dalam Islam, ketika shalat Subuh ada pandangan yang mengharuskan seseorang membaca qunut, tapi juga ada pihak lain yang menyatakan tidak harus. 

"Lalu bagaimana kita melihat masalah ini? Oleh MUI masalah qunut ini dilihat sebagai masalah furu'iyah (cabang), bukan masuk ke dalam masalah yang bersifat ushuliyyah (pokok)," ungkapnya.

Dalam hal yang terkait dengan masalah-masalah furuiyah, ini kemungkinan berbedanya sangat tinggi. Oleh karena itu, MUI menyarankan, dalam hal yang terkait dengan adanya perbedaan dalam masalah furu'iyah harus bertoleransi.

"Untuk itu lembaga negara dalam hal ini KPK harus menghormatinya," kata Anwar Abbas.

Tetapi, lanjutnya, apabila perbedaan itu terdapat dalam masalah ushuliyah, maka itu bukan lagi perbedaan melainkan sebuah penyimpangan. Misalnya, mereka menyatakan bahwa shalat Subuh itu tidak wajib dan tidak perlu. 

"Pandangan yang seperti ini sudah jelas sesat dan tidak boleh ditoleransi," tegasnya.

Sedangkan perihal Qunut, Anwar Abbas menegaskan, masuk dalam ranah furu'iyah, sehingga ketika ada perbedaan harus bertoleransi. Oleh karena itu, dia menyarankan, agar KPK untuk tidak membuat soal-soal tes yang masalahnya masuk ke dalam ranah yang memang dimungkinkan berbeda (majalul ikhtilaf). 

"Karena membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain dalam hal tersebut berarti KPK telah tidak lagi menghormati konstitusi dan pandangannya jelas tidak sesuai dengan sikap dan pandangan MUI, tapi bisa sejalan dengan pandangan kelompok tertentu dan bertentangan dengan kelompok tertentu lainnya," ujarnya.

"Dan kalau sudah seperti itu yang terjadi, maka KPK akan terseret menjadi lembaga negara yang memecah belah umat dan itu bertentangan dengan tugas dan misinya," tambah Anwar Abbas.

Untuk itu, dia meminta, soal doa qunut agar dianulir atau jawaban semua peserta atas pertanyaan tersebut dinyatakan benar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement