Kamis 13 May 2021 05:42 WIB

AS: Pendekatan Berbasis Hak Atasi Konflik Palestina-Israel

Selama beberapa dekade, Israel berusaha mengusir warga Palestina secara paksa.

Rep: puti almas/ Red: Hiru Muhammad
 Petugas polisi mencoba untuk memisahkan pro-Palestina (kanan) dari demonstran pro-Israel selama unjuk rasa di dekat Konsulat Jenderal Israel di New York, New York, AS, 11 Mei 2021.
Foto: JUSTIN LANE/EPA
Petugas polisi mencoba untuk memisahkan pro-Palestina (kanan) dari demonstran pro-Israel selama unjuk rasa di dekat Konsulat Jenderal Israel di New York, New York, AS, 11 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah berjanji untuk mengambil pendekatan berbasis hak dalam kebijakan luar negeri, terkait dengan konflik Palestina dan Israel yang memanas dalam beberapa waktu terakhir. Meski demikian, sejumlah aktivis menilai hal ini tidak akan menyebabkan deeskalasi dalam ketegangan antara kedua belah pihak di Timur Tengah tersebut. 

Dilansir Aljazirah, analis Phyllis Bennis dari Institute for Policy Studies yang berbasis di AS, mengatakan  selama Amerika tidak siap untuk meminta pertanggungjawaban Israel, pernyataan apapun dari pemerintahan Biden tentang kekerasan yang sedang berlangsung tidak akan menyebabkan deeskalasi. Ia menyebut bahwa ini mungkin komitmen nyata terhadap hak asasi manusia, namun dalam kasus ini, tidak ada kesediaan untuk menggunakan modal politik. 

“Kami terus mendengar Biden menginginkan kebijakan luar negeri yang didasarkan pada hak asasi manusia. Apa yang tidak kami lihat adalah komitmen nyata terhadap hak asasi manusia dan tentunya dalam kasus ini, tidak ada kesediaan untuk menggunakan modal politik,” ujar Bennis dalam sebuah wawancara.

Ketegangan antara Israel dan Palestina meningkat setelah pemindahan paksa sejumlah keluarga Palestina dari Sheikh Jarrah, lingkungan Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki oleh pemukim Yahudi. Selama beberapa dekade, Israel berusaha mengusir warga Palestina secara paksa.

Situasi semakin memburuk saat polisi Israel menyerbu Masjid Al-Aqsha di Kota Tua Yerusalem, sekaligus situs suci ketiga bagi Umat Islam. Ratusan jamaah yang kebanyakan adalah warga Palestina terluka dalam kejadian ini. 

Aksi protes bermunculan di seluruh wilayah Palestina yang diduduki Israel. Hamas, faksi politik di Jalur Gaza meluncurkan roket ke Israel sebagai langkah balasan. Israel kemudian meluncurkan serangan udara ke Jalur Gaza sebagai tanggapan atas roket dari Hamas. Setidaknya 32 warga Palestina, termasuk beberapa anak di wilayah itu tewas.

Pemerintah AS yang dipimpin Biden pada akhir Januari, telah menjelaskan bahwa konflik Israel - Palestina berada di urutan bawah dalam daftar prioritasnya. Hal ini atas pertimbangan atas masalah mendesak lainnya di dalam dan luar negeri.

Yara Asi, seorang aktivis di Arab Center Washington dan seorang sarjana pasca-doktoral di University of Central Florida, mengatakan bahwa AS menyalurkan 3,8 miliar dolar untuk bantuan militer kepada Israel setiap tahunnya. Tak hanya itu, AS juga memberikan perlindungan diplomatik dan politik kepada Israel. "Tidak ada faktor eksternal yang lebih intim di luar Israel dan Palestina selain AS, dan ini telah terjadi selama beberapa dekade dan terus berlanjut," jelas Asi. 

Ketika konflik Israel - Palestina terus berlanjut, Biden telah mengeluarkan serangkaian pernyataan yang mendesak deeskalasi. Tetapi pengamat telah mengkritik Pemerintah AS karena gagal mengenali asimetri dalam kekuasaan antara kedua belah pihak yang berkonflik dan mendesak Biden untuk berbuat lebih banyak.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri, terkait serangan roket dari Hamas. Namun, ia telah dikritik karena mendesak kedua belah pihak mencoba menghentikan ketegangan. 

Advokat hak Palestina juga mengecam Price dan Departemen Luar Negeri AS karena gagal mengatakan bahwa Palestina memiliki hak untuk membela diri. Price, yang mendapat kritik dan kecaman dalam sebuah pernyataan menyatakan tidak dalam posisi untuk memperdebatkan legalitas dan berpesan untuk deeskalasi. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement