Rabu 12 May 2021 21:14 WIB

Misteri Waktu: Selamat Lebaran, Minal Aidzin Wal Fa Idzin

Lebaran hadir di dalam suasana pandemi yang masih meluas.

Warga membuat kulit ketupat dari daun kelapa di Blok Kupat Caringin, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021). Setiap tahun jelang lebaran Idul Fitri tiap warga di kampung tersebut memproduksi sedikitnya 15 ribu pesanan kulit ketupat untuk dijual kembali di pasar tradisional dan modern dengan kisaran harga Rp500 hingga Rp1000 per buah atau Rp3000 hingga Rp5000 untuk kulit ketupat yang telah berisi beras maupun ketan.
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
Warga membuat kulit ketupat dari daun kelapa di Blok Kupat Caringin, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021). Setiap tahun jelang lebaran Idul Fitri tiap warga di kampung tersebut memproduksi sedikitnya 15 ribu pesanan kulit ketupat untuk dijual kembali di pasar tradisional dan modern dengan kisaran harga Rp500 hingga Rp1000 per buah atau Rp3000 hingga Rp5000 untuk kulit ketupat yang telah berisi beras maupun ketan.

REPUBLIKA.CO.ID --  Oleh: Jaya Suprana, Budayawan, Penggagas Rekor MURI, Pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.

Luar biasa cepat waktu berlalu. Terasa baru kemarin saya menulis naskah tentang heboh larangan mudik menjelang Lebaran tahun 2020 .

Sekarang nyaris sudah satu tahun berlalu ternyata masyarakat Indonesia masih dirundung cemas akibat angkara murka virus Corona alih-alih mereda malah makin merajalela dengan varian jenis virus baru kebal obat apalagi vaksin.

Namun masyarakat Indonesia tetap ingin merayakan Lebaran seolah pagebluk Corona tidak pernah terjadi. Akibat Lebaran memang sudah menjadi bagian melekat pada peradaban bangsa Indonesia.

IDUL FITRI

Saya sudah menyaksikan peristiwa perayaan hari raya Idul Fitri di mancanegara. Namun saya merasa bahwa perayaan Lebaran paling semarak sambil sekaligus mengharukan di persada Nusantara.

Saya merasakan getaran sukma kemanusiaan pada masa Hari Raya Idul Fitri paling terasa adalah di Tanah Air Udara saya sendiri yaitu Indonesia.

Bahkan para warga Indonesia yang berkarya di mancanegara pada masa perayaan Hari Raya Idul Fitri berusaha sedapat mungkin untuk kembali ke kampung halaman untuk berjumpa sanak keluarga serta handai taulan di tanah kelahiran.

Mengharukan bagaimana para warga Indonesia di mancanegara meski menghadapi larangan mudik tetap pulang kampung secara patuh protokol kesehatan demi menunaikan tradisi mudik di masa Lebaran.

Bahkan para warga Indonesia non muslim juga tidak ketinggalan mudik di masa Lebaran yang sudah menjadi hakikat melekat pada peradaban bangsa Indonesia. 

HALAL BI HALAL

Satu lagi tradisi kearifan peradaban bangsa Indonesia yang tidak ditemukan pada bangsa bangsa lain di planet bumi adalah tradisi Halal Bi Halal yang dilakukan oleh bukan hanya umat Muslim tetapi seluruh warga Indonesia dari Sabang sampai Merauke demi saling berjumpa demi saling maaf-memaafkan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Halal Bi Halal diartikan sebagai hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat oleh sekelompok orang.

Ensiklopedi Indonesia menyebutkan bahwa Halal Bi Halal berasal dari Bahasa Arab meski secara gramatikal tidak benar sebagai pengganti istilah silaturahmi. Maka ada pula sebutan Halal Bil Halal. 

MOHON DOA

Pagebluk Corona bukan penghalang sebab tradisi Halal Bi Halal bisa diejawantahkan dengan tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan secara daring tanpa kedekatan ragawi.

Melalui naskah sederhana ini kepada segenap pembaca naskah sederhana ini, saya mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri sambil tak lupa memohon maaf lahir dan batin atas kekeliruan dan kesalahan yang pasti pernah saya lakukan di masa lampau.

Mohon dipanjatkan doa memohon perkenan Yang Maha Kuasa menganugrahkan Kekuatan Lahir dan Batin kepada saya agar saya tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan. AMIN

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement