Kamis 13 May 2021 07:40 WIB

Turki: Dunia Harus Cegah Israel Lakukan Pembersihan Etnis

Dunia bertanggung jawab moral dan hukum untuk selesaikan konflik Israel-Palestina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Yeyen Rostiyani
Pasukan keamanan Israel mengambil posisi selama bentrokan dengan warga Palestina di depan Masjid Kubah Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di Kota Tua Yerusalem Senin, 10 Mei 2021.
Foto: AP/Mahmoud Illean
Pasukan keamanan Israel mengambil posisi selama bentrokan dengan warga Palestina di depan Masjid Kubah Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di Kota Tua Yerusalem Senin, 10 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Ketua Parlemen Turki mengatakan, Mustafa Sentop bentrokan dan kekerasan yang terjadi di Yerusalem membuat komunitas Muslim dunia merasa sedih. Hal ini ia sampaikan saat mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri bagi Muslim di seluruh dunia. Dalam pidatonya, Sentop menekankan pentingnya rasa kemanusiaan, perdamaian, dan solidaritas Muslim di dunia. 

"Kami sangat sedih dengan penggerebekan dan serangan terhadap warga sipil Palestina yang rentan, termasuk bayi, anak-anak, wanita dan orang tua, dengan penggunaan senjata mematikan oleh tentara Israel," kata Sentop, dilansir Anadolu Agency, Kamis (13/5). 

Sentop menegaskan kembali bahwa Turki akan terus menggunakan semua peluang di bawah hukum internasional, untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina secara lebih aktif dan efektif. Dia menambahkan, seluruh dunia memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk bertindak menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

"Seluruh dunia bertanggung jawab untuk mencegah Israel melakukan pembersihan etnis, mengusir paksa warga Palestina dari tanah air mereka, menyita properti mereka, menyerang mereka yang melakukan ibadah, mencegah Muslim pergi ke al-Aqsa, dan menghalang orang-orang Palestina untuk menggunakan hak-hak mereka yang sah," kata Sentop. 

Ketegangan memuncak di daerah Sheikh Jarrah, setelah pengadilan Israel memerintahkan penggusuran terhadap warga Palestina. Jaksa Agung Israel menangguhkan sidang terkait rencana penggusuran warga Palestina di Yerusalem. Sidang ini dapat menuai lebih banyak kekerasan di Yerusalem dan meningkatkan kekhawatiran internasional.

Mahkamah Agung Israel pada Senin (10/5) menggelar sidang dengar dalam banding terhadap rencana penggusuran beberapa keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur, yaitu sebuah daerah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967. Pengadilan yang lebih rendah telah mendukung klaim pemukim Yahudi atas tanah Palestina. Palestina menilai keputusan ini sebagai upaya Israel untuk mengusir mereka dari Yerusalem.

Para pemohon meminta kepada pengadilan untuk meminta pendapat hukum dari Jaksa Agung Avichai Mandelblit. Hal ini membuka jalan bagi sidang hari Senin untuk ditunda dan kemungkinan dia bisa membantah penggusuran tersebut. Seorang juru bicara Mandelblit mengatakan pengadilan setuju untuk menerima pengajuan di masa depan dari jaksa agung dan bahwa sesi baru akan dijadwalkan dalam 30 hari.

"Saya sangat optimistis karena keputusan pengadilan. Kami duduk di sini di negara kami, di tanah kami. Kami tidak akan menyerah," kata Nabil al-Kurd salah satu warga Palestina yang menghadapi penggusuran.

Pemerintah Israel telah mengecilkan keterlibatan negara dalam kontroversi di Sheikh Jarrah. Kementerian Luar Negeri Israel menyebutnya sebagai perselisihan real estate antara pihak swasta.

Kekhawatiran menyeruak di Eropa dan di antara kekuatan regional seperti Yordania dan Uni Emirat Arab. Mereka mengutuk perilaku Israel di sekitar Yerusalem Timur. 

Ketegangan di Yerusalem Timur telah meluas menjadi bentrokan antara polisi Israel dan warga Palestina di sekitar Masjid al-Aqsa. Konfrontasi pecah antara warga Palestina dan polisi Israel di beberapa bagian Yerusalem Timur pada Ahad (9/5), termasuk di Sheikh Jarrah dan di luar Kota Tua serta di Haifa, yaitu kota campuran Arab-Yahudi di Israel utara. 

 

Rizky Jaramaya/ Reuters

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement