Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aulia Rahmawati

Menilik Dampak Pandemik: dari Ketenagakerjaan ke Kesetaraan

Gaya Hidup | Saturday, 15 May 2021, 07:26 WIB
Illustration: Sarah Mazzetti/The Guardian

Menilik Dampak Pandemik: dari Ketenagakerjaan ke Kesetaraan

Penulis 1: Arie Surya Gutama ,S.Sos., S.E., M.Si.
Penulis 2: Aulia Rahmawati

Satu tahun lebih umur Pandemik Covid-19 dan masih berlangsung hingga saat ini. Tak ada waktu pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Begitu juga dengan jumlah kerugian akibat pandemik yang tidak semuanya bisa ditaksir dengan uang. Kaya atau miskin, sehat atau sakit, tua atau muda, semuanya terdampak. Ekonomi dan kesehatan menjadi dilema semua pihak, baik pemerintah maupun rakyat. Beberapa negara seperti AS, Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, Hong Kong, dan Singapura mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada Triwulan I dan II Tahun 2020. Pandemik menimbulkan efek domino dari kesehatan ke masalah sosial dan ekonomi, termasuk pelaku usaha (Wuryandani, 2020). Indonesia juga mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada Triwulan II dan III tahun 2020.

Salah satu dari berbagai permasalahan ekonomi yang muncul adalah masalah ketenagakerjaan. Penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 sebanyak 29,12 juta orang, terdiri dari 2,56 juta orang pengangguran karena Covid-19, 0,76 juta orang Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19, 1,77 juta orang sementara tidak bekerja karena Covid-19, dan 24,03 juta orang penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (BPS, 2020). Selama ini, kita disibukkan dengan dilema ekonomi dan kesehatan serta bagaimana mengatasi berbagai permasalahan yang mengiringinya. Terdapat banyak sudut pandang yang bisa dipakai untuk mengatasi hal ini, salah satunya adalah sudut pandang/perspektif gender. Melalui perspektif gender, kita dapat menggali bagaimana dampak pandemi dalam kaitannya dengan kesetaraan gender, terutama perempuan. Tanpa adanya pandemik ini pun, posisi perempuan di Indonesia belum pada posisi setara dengan laki-laki (Chairani, 2020).

Perempuan dihadapkan dengan keterbatasan ruang dan kesempatan kerja, kesenjangan keterampilan, rendahnya produktivitas karena adanya beban ganda, dan rendahnya akses pada program jaminan sosial ekonomi (Fatimah et al., 2020). Partisipasi kerja perempuan lebih banyak terkonsentrasi pada sektor informal. Apabila dibandingkan dengan laki-laki, tingkat partisipasi perempuan pada sektor informal masih lebih tinggi. Sektor informal kebanyakan merupakan usaha mikro yang pendapatannya juga cenderung rendah. Gender pay gap atau kesenjangan pada pendapatan terjadi dalam banyak sektor ekonomi dan merupakan salah satu dari berbagai tuntutan dalam mencapai kesetaraan gender. Adanya pandemi membuat posisi perempuan menjadi sangat rentan, baik di tempat kerja maupun di rumah.

Beban ganda atau dual role atau double burden dilekatkan pada perempuan pekerja. Di satu sisi peran publik menuntutnya menyelesaikan tugas dan tanggung jawab pekerjaan di kantor dan di sisi lain peran domestik yang menuntut perempuan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan di ranah domestik (Hima et al., 2020). Pekerjaan di ranah domestik, seperti memasak dan mencuci, dianggap tidak produktif. Pekerjaan tersebut seolah-olah wajib dikerjakan oleh perempuan. Jika dilihat dari kacamata ekonomi, pekerjaan domestik memang tidak memiliki nilai ekonomi sehingga dianggap tidak produktif. Walaupun begitu, bukan berarti melakukan pekerjaan tersebut tidak menghabiskan waktu dan energi. Saat pandemik, perempuan dituntut untuk bisa menyelesaikan pekerjaan domestic sekaligus membantu perekonomian keluarga dengan pekerjaan yang produktif.

Pandemik memunculkan adanya istilah work from home yang bermakna berbagai aktivitas yang awalnya dilakukan di luar rumah, sekarang dilakukan dari rumah. Bagi sebagian keluarga, hal ini menjadi ajang untuk meningkatkan kedekatan, tetapi bagi sebagian keluarga lain hal ini menjadi bencana. Angka kekerasan terhadap perempuan di ranah domestik pada tahun 2020 meningkat 4% dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena semakin banyak waktu berkumpul di rumah yang dikuatkan budaya patriarki yang menempatkan perempuan untuk menjadi penanggung jawab rumah tangga dan pengasuhan. Tugas-tugas itulah yang menjadikan perempuan stress dan kelelahan dan kemudian mendapatkan KDRT. Selain itu karena dampak pandemik terhadap ekonomi yang mana banyak pekerja laki-laki yang dihentikan dari pekerjaannya, sehingga mengalami krisis maskulinitas dan sebagai upaya pengembalian krisis itu dengan melakukan KDRT (Komnas Perempuan, 2021).

Laki-laki juga memiliki beban tersendiri dalam menghadapi situasi pandemik ini. Mulai dari tingkat terpapar yang lebih tinggi, hingga tingkat terdampak Covid yang juga lebih tinggi dari perempuan. Lingkungan masyarakat di Indonesia yang cenderung masih patriarki membuat posisi laki-laki harus selalu kuat. Walaupun para lelaki merasakan tekanan, mereka tetap harus terlihat kuat karena itu sudah menjadi ekspektasi masyarakat sejak lama. Hal ini bisa membuat laki-laki mengalami krisis maskulinitas yang sejalan dengan penyebab tingginya tingkat KDRT. Untuk menghindari stereotip gender yang merugikan dan dapat menambah beban perempuan, pertimbangkan untuk menerapkan 3P Presence, Perspective, dan Personality (UN Women and Unicef, 2020). Presence berarti mengupayakan adanya perwakilan yang beragam. Perspective berkaitan dengan sudut pandang yang berimbang dan personality merujuk pada manusia sebagai makhluk yang multidimensi dengan karakter masing-masing.

Daftar Pustaka:

Chairani, I. (2020) Dampak Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Gender Di Indonesia, Jurnal Kependudukan Indonesia, 2902, p. 39. doi: 10.14203/jki.v0i0.571.

Hima, A. P. P. W. T. et al. (2020) MENARI DALAM BADAI (Gender dan Harapan di Tengah Pandemi COVID-19). 1st edn. Edited by M. S. Dr. Puji Lestari and Desain. PSW bekerja sama dengan LPPM.

Indonesia, K. K. (2020) STATISTIK, 19(86), pp. 124.

Komnas Perempuan (2021) Komnas Perempuan, PEREMPUAN DALAM HIMPITAN PANDEMI: LONJAKAN KEKERASAN SEKSUAL, KEKERASAN SIBER, PERKAWINAN ANAK, DAN KETERBATASAN PENANGANAN DI TENGAH COVID-19 CATATAN, (9), p. 138.

UN Women and Unicef (2020) Mempromosikan Peran Gender yang Positif dalam Pemasaran dan Periklanan Mempromosikan Peran Gender yang Positif dalam Pemasaran dan Periklanan.

Wuryandani, D. (2020) Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 dan Solusinya, Info Singkat Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 12(15), pp. 1924.

Fatimah, D. et al. (2020) Ora Obah, Ora Mamah: Studi Kasus Gender pada Sektor Informal di Masa Pandemi COVID-19. 1st edn. Friedrich-Ebert-Stiftung (FES).

Hima, A. P. P. W. T. et al. (2020) MENARI DALAM BADAI (Gender dan Harapan di Tengah Pandemi COVID-19). 1st edn. Edited by M. S. Dr. Puji Lestari and Desain. PSW bekerja sama dengan LPPM.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image