Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M Ridwan Umar

Takutkah Kita Ber-ekonomi Syariah?

Bisnis | Saturday, 15 May 2021, 19:34 WIB

Judul di atas terkesan men-judge ya?. Tapi, mungkin seperti itulah kenyataannya. Atau setidaknya, itulah kesan yang saya tangkap dari beberapa komentar dari diskusi seharian ini dengan para dosen dan guru-guru ekonomi seputar ekonomi Islam. Sebagian peserta mempertanyakan kondisi perkembangan ekonomi syariah termasuk sikap masyarakat dan praktisi keuangan syariah. Lagi-lagi, ini.

Jika kita sepakat menyatakan bahwa kondisi ekonomi dunia saat ini begitu runyamnya, maka sebenarnya kita harus sepakat dengan terapi atau remedy yang tepat. Apa itu? Tentu saja, jawabannya adalah ekonomi syariah. Nilai-nilai yang dikandung di dalam konsep ekonomi syariah sepenuhnya berupaya mengatasi carut-marut ekonomi dunia seperti keserakahan, ketidakadilan, kemiskinan atau pengangguran.

Apa iya begitu? Ya, iyalah. Lihat saja konsep dan nilai-nilai yang dikandungnya. Ada konsep ketauhidan yang berarti bahwa kita sebagai manusia melakukan tindakan ekonomi sebagai salah satu cara mewujudkan misi kekhalifahan kita. Kita ingin menyebarkan misi ketuhanan dengan cara memakmurkan bumi dan menjadi khalifah yang amanah di hadapan Allah.

Ada juga konsep keadilan dimana kita sebagai hamba Tuhan ingin berlaku adil dengan sesama makhluk bumi lainnya. Tidak hanya dengan sesama manusia lainya namun juga kepada binatang, tumbuhan bahkan alam ghaib seperti jin dan malaikat.

Semua konsep yang diemban oleh ekonomi syariah tetap akan menjadi sebuah konsep hampa dan kosong makna jika memang tidak diimplementasikan, minimal, kita mendukungnya. Saya pernah bertemu dengan seorang praktisi keuangan syariah yang sedikit kecewa dengan beberapa tokoh yang "katanya" sering mengkritk perbankan syariah namun ternyata tidak memiiki rekening di bank syariah. Menurutnya, tokoh ini malah lebih tertarik membuka rekening di bank konvensional karena berargumen bahwa bank syariah dan konvensional itu sama saja. Menurutnya kondisi ini aneh. Jika memang bank syariah dan konvensional itu sama, maka, mengapa tidak segera pindah ke bank syariah?. Benar juga ya?

Tapi, tentu kita tidak bisa menghakimi seseorang termasuk mengukur apakah ia sudah syar'i atau belum berdasarkan pertanyaan apakah ia punya rekening di bank syariah atau tidak. Sama sekali tidak tepat. Jika ini, kita gunakan, maka betapa malangnya nasib jutaan orang Indonesia yang tidak memiliki rekening di bank syariah. Mereka ini belum tersentuh bank sehingga masih bisa kita anggap bebas taklif. Bukankah begitu?

Apalagi, institusi perbankan adalah produk manusia modern. Ia hanya sarana pendukung kehidupan. Tanpa itu, hidup tentu tetap akan goes on. Jadi, jangan terintimidasi.

Masalahnya, jika kemunculan bank syariah atau lembaga keuangan syariah tidak kita dukung, maka itu sama saja kita setuju melanggengkan carut-marutnya dunia. Sudah ada para warrior nya, mengapa tidak kita dukung?.Sampai sebegitu lho.

Kita sudah terlanjur hidup di jaman seperti ini. Di kehidupan kita ada pintu surga dan neraka. Ada wilayah abu-abu dan terang-benderang. Ada yang lucu-lucu dan seram juga. Apa pilihan kita?

Memang, kita membutuhkan adanya inovasi-inovasi kreatif dari para praktisi ekonomi syariah untuk menawarkan produk yang pro masyarakat dan tentu saja sesuai syariah. Kita mendambakan bankir syariah yang betul-betul syar'i. Lembaga keuangan dengan bankir syariah seperti ini-lah yang akan membantu memakmurkan bumi. Bukan praktisi yang money oriented. Bankir syariah ini tidak hanya memandang keuntungan sebagai satu-satunya variabel bertindak dan mengambil keputusan. Apakah Anda pernah menemukan bankir seperti itu?

Kalau belum ditemukan, mengapa tidak bertindak dari pribadi dahulu. Bottom up.

Lagipula, kita punya instrumen lain, kok, misalnya, zakat, infaq dan sadaqah. Kita bisa taburi bumi dengan aktifitas charity seperti itu. Mudah, simpel dan bisa murah, bukan?

Saat ini juga, kita memang sering berhadapan dengan masyarakat yang terkadang terlalu rasional. Mengukur semua hal dengan angka-angka termasuk mengukur orang lain. Mungkinkah itu juga termasuk kita?

Kelihatannya, bumi dan pernak-perniknya ini terlalu merepotkan ya,,? Selamat, itu tandanya kita sudah berada di tempat yang tepat, tempat mendulang pahala di tengah suasana yang gundah gulana dan menantang. So, welcome to the earth and this mortal life....

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image