Rabu 19 May 2021 19:32 WIB

Puspar UGM: Buka Tempat Wisata Harus Diikuti Prokes Ketat

Penutupan tempat wisata tidak perlu dibenturkan dengan soal ekonomi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Pengunjung menikmati wisata di Air Terjun Kedung Pedut, Kulonprogo, Yogyakarta, Senin (17/5). Air Terjun Kedung Pedut menjadi salah satu destinasi wisata favorit di perbukitan Menoreh, Kulonprogo. Konsep Ekowisata menjadi daya tarik di sini. Dengan tarif masuk Rp 11 ribu pengunjung bisa menikmati air Terjun dan bisa bermain air dengan tingkat kedalaman.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pengunjung menikmati wisata di Air Terjun Kedung Pedut, Kulonprogo, Yogyakarta, Senin (17/5). Air Terjun Kedung Pedut menjadi salah satu destinasi wisata favorit di perbukitan Menoreh, Kulonprogo. Konsep Ekowisata menjadi daya tarik di sini. Dengan tarif masuk Rp 11 ribu pengunjung bisa menikmati air Terjun dan bisa bermain air dengan tingkat kedalaman.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Beberapa lokasi wisata ramai dipadati pengunjung pada libur Lebaran. Bahkan, beberapa lokasi favorit terjadi peningkatan pengunjung, sehingga daerah daerah seperti Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta lakukan penutupan sementara.

Kepala Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Prof Janianton Damanik, mendukung penutupan ini. Sebab, kepentingan kesehatan masyarakat perlu didahulukan dari membuka destinasi wisata, namun risiko melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia.

Ia merasa, penutupan ini bukan sesuatu yang aneh dan tidak perlu dibenturkan dengan soal ekonomi. Sehingga, jika belum bisa menjamin kesehatan masyarakat, maka ini bisa menjadi bumerang, termasuk ketika terjadi ledakan covid-19.

"Tentu tidak mudah diatasi apalagi ancaman munculnya varian baru, karena itu pemerintah harus konsisten harus tutup," kata Janianton, Selasa (18/5).

Menurut Janianton, untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 ini tidak bisa bergantung dengan pemerintah untuk selalu mengawasi masyarakat. Sehingga, masyarakat taat protokol kesehatan baik saat bepergian maupun berliburan.

Pengunjung wisata, Janianton menekankan, harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Karenanya, pembukaan destinasi wisata harus disertai dengan ketaatan pengunjung dalam menerapkan protokol kesehatan secara benar.

"Kita selalu menunjuk pemerintah harus bekerja maksimal, tapi jika masyarakat tidak disiplin maka semua itu tidak akan mudah," ujar Janianton.

Langkah penanggulangan pandemi sekarang ini menjadi persoalan bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Sebab, bila masyarakat bisa menerapkan disiplin protokol kesehatan maka pembukaan destinasi wisata tidak akan menjadi masalah.

"Semua harus berbarengan, membuka destinasi diikuti protokol kesehatan. Jika sudah jalan, maka diikuti sanksi bagi mereka yang melanggar," kata Janianton.

Dari sisi kepariwisataan sekarang, pembukaan destinasi wisata pada masa pandemi tidak ubahnya keluarkan kebijakan spekulatif. Sebab, membuka destinasi wisata berarti pemerintah dan masyarakat harus siap dengan resiko bertambahnya kasus.

Terutama, bila tidak terjaminnya penerapan protokol kesehatan di lokasi wisata. Ia berharap, ketika semua destinasi dibuka tidak muncul klaster baru. Selain meningkatkan edukasi, pemerintah bisa membuat kebijakan baru bagi pengunjung.

Salah satunya pemerintah perlu memastikan masyarakat yang boleh bepergian untuk wisata yaitu mereka yang sudah divaksin. Artinya, vaksin bisa menjadi jaminan, sehingga pemerintah didorong mempercepat vaksinasi massal bagi masyarakat. "Agar semua warga memiliki kesempatan yang sama untuk berwisata," ujar Janianton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement