Jumat 21 May 2021 13:59 WIB

Dunia Harus Lawan Impunitas Israel

Supremasi hukum internasional dipertanyakan saat Israel selalu lolos dari penghukuman

Warga Palestina meninggalkan rumah mereka setelah semalam serangan rudal berat Israel di lingkungan mereka di pinggiran Kota Gaza, Jumat, 14 Mei 2021.
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
Warga Palestina meninggalkan rumah mereka setelah semalam serangan rudal berat Israel di lingkungan mereka di pinggiran Kota Gaza, Jumat, 14 Mei 2021.

Oleh : Nuraini, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Di momen Idul Fitri yang biasanya dirayakan dengan suka cita, berubah menjadi tangis bagi warga Palestina. Mereka menghadapi gempuran serangan Israel yang membabi buta mengenai warga sipil. Ratusan warga sipil Palestina termasuk perempuan dan anak-anak gugur. Peristiwa terbaru itu menambah kesengsaraan warga Palestina yang selama ini merasakan blokade, aneksasi, pembatasan, dan serangan dari tentara hingga pemukim Israel. Meski pelanggaran demi pelanggaran dilakukan, Israel seperti kebal dari hukum, tidak pernah menghadapi penuntutan dan pengadilan yang adil. Tak ada satupun otoritas internasional maupun negara menerapkan sanksi keras terhadap Israel yang mampu menghentikan tindakan kesewenangan negeri Zionis ini.

Rencana Israel menggusur puluhan warga Palestina di Sheikh Jarrah jadi awal mula memanasnya situasi di Gaza. Warga Palestina di Yerusalem menggelar serangkaian demonstrasi menentang rencana penggusuran israel itu. Namun, aksi demonstrasi direspons secara brutal oleh aparat keamanan Israel. Bahkan, aksi kekerasan dilancarkan aparat keamanan Israel di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa. Atas dasar itu, Hamas melancarkan serangan ke Israel dan eskalasi militer kedua pihak pecah sejak 10 Mei.

Israel menanggapi serangan Hamas secara membabi buta. Serangan udara Israel menjatuhkan bom dan artileri di wilayah Gaza yang membuat ratusan warga sipil Palestina termasuk puluhan anak gugur. Tidak hanya rumah warga Palestina, serangan Israel menyasar berbagai lokasi strategis publik. Pada 15 Mei 2021, Israel menjatuhkan bom ke gedung Al Jalaa di Gaza yang digunakan sebagai kantor 23 outlet media termasuk Aljazirah dan the Associated Press, serta 60 apartemen hunian. Israel menuding tanpa bukti bahwa gedung itu menjadi tempat kegiatan intelijen militer Hamas yang menggunakan jurnalis sebagai tameng.

Serangan Israel juga menyasar Laboratorium Pusat Covid-19 di Gaza. Klinik Al-Rimal yang berada di kota Rimal, Gaza sebagian hancur akibat serangan udara Israel yang mengakibatkan tes Covid-19 dihentikan. Selain itu, Israel juga menghancurkan Gedung Kementerian Kesehatan Gaza dan Kantor Bulan Sabit Merah Qatar. Kondisi itu jelas menghambat upaya penanganan pandemi Covid-19 di Gaza. Sebelum eskalasi konflik, otoritas kesehatan di Gaza menguji Covid-19 terhadap rata-rata 1.600 orang per hari dengan tingkat hasil tes positif tertinggi di dunia yaitu 28 persen. WHO menyatakan sebanyak 103 ribu warga Gaza terinfeksi Covid-19 dengan tingkat kematian mendekati 1.000 orang. Rumah sakit di Gaza pun dipenuhi pasien Covid-19.

Pola serangan Israel dalam eskalasi konflik kali ini telah masuk kategori kejahatan perang. Reporters Without Borders menyebut serangan udara Israel ke kantor media di Jalur Gaza merupakan kejahatan perang yang harus diselidiki Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Serangan itu diduga sengaja dilakukan di kantor media untuk menghalangi peliputan konflik yang menyerang warga sipil. Menurut Indeks Kebebasan Pers Dunia 2021 RSF, Israel menempati posisi ke-86 dari 180 negara.

Bukan kali itu saja Israel dituding telah melakukan kejahatan perang. Pada Maret 2021, ICC telah mengumumkan akan membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina. Selain Israel, kelompok perlawanan Palestina juga turut akan diinvestigasi. Penyelidikan ICC tersebut terutama akan fokus pada perang Gaza tahun 2014. Selain itu tewasnya para demonstran Palestina yang mengikuti aksi Great March of Return di perbatasan Gaza-Israel pada 2018 juga menjadi fokus ICC.

Sebelum menghadapi serangan udara terbaru Israel, warga Palestina telah bertahun-tahun menghadapi blokade, kekerasan, pengusiran, hingga pembersihan etnis. Namun, tindakan Israel itu selalu lolos dari jeratan sanksi atau hukuman dari otoritas internasional maupun negara lain. Israel kebal dari berbagai upaya resolusi untuk penghentian serangan ataupun penjatuhan sanksi. Pada 16 Mei 2021, Dewan Keamanan PBB gagal mengadopsi pernyataan bersama untuk mengutuk serangan Israel dan menyerukan gencatan senjata. Pertemuan itu merupakan yang ketiga kalinya digelar oleh Dewan Keamanan PBB. Kegagalan tiga pertemuan DK PBB untuk membuat pernyataan bersama terkait konflik terbaru Israel dan Hamas karena adanya veto dari Amerika Serikat. Atas kegagalan itu, Otoritas Palestina berupaya membawa serangan Israel untuk dibahas di Majelis Umum PBB yang tidak ada negara untuk memiliki veto untuk resolusi.

Tekanan internasional termasuk dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Uni Eropa serta demonstrasi warga dari berbagai negara tak juga mempercepat penghentian serangan Israel. Dunia seperti sekadar mengutuk dan mendesak gencatan senjata, sementara Israel tetap lolos dari sanksi meski telah jelas melakukan kejahatan perang dalam eskalasi konflik terbaru seperti menyerang warga sipil, kantor media, hingga fasilitas kesehatan.

Seperti kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Palestina kini menjadi satu-satunya negara di dunia yang masih dijajah, sehingga selayaknya dunia mengupayakan lebih untuk menjerat Israel. Tidak sekadar mengutuk atau mengecam, impunitas Israel harus segera dihentikan. Pemberian sanksi kepada Israel tidak hanya memaksa Zionis menghentikan serangan tetapi juga penghormatan atas hukum internasional. Tanpa ada penegakan hukum internasional, warga negara lain yang menghadapi kekerasan akan sulit berharap mendapatkan keadilan. Hal itu agar jangan sampai lolosnya Israel dari berbagai upaya sanksi menjadi preseden bagi negara penjajah baru bahwa hukum internasional bisa dikesampingkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement