Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image WAHYU ASWANDI

BSI SAHABAT PETANI

Eduaksi | Tuesday, 25 May 2021, 16:42 WIB
ilustrasi petani (sumber: google)

Urgensi Bank Syariah di Tengah Umat

Alhamdulillah, setelah melalui rentetan prosedur penggabungan perusahaan (merger) yang hampir memakan waktu selama setahun, akhirnya Bank Syariah Indonesia resmi menjadi bank baru bernafas syar’i atau lebih lazim disebut bank syariah. Tepat pada tanggal 1 Februari 2021, Presiden Joko Widodo secara resmi membuka hari pertama beroperasinya Bank Syariah Indonesia (BSI) dan sekaligus sebagai hari bersejarah lahirnya bank syariah kebanggaan Indonesia.

Di dalam Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 (2018) yang diterbitkan BAPPENAS, BSI didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia melalui penguatan keuangan syariah. Potensi ekonomi syariah yang begitu besar di Indonesia harus mampu ditangkap dan dimaksimalkan untuk mengokohkan perekonomian umat/rakyat dan sebagai penyangga stabilitas ekonomi nasional secara umum.

Para ahli (akademisi/ulama islam) kontemporer memberikan definisi masing-masing tentang ekonomi syariah. Penulis mencoba menggabungkan beberapa pendapat dari para ahli tersebut agar lebih sederhana dan mudah dipahami. Istilah Ekonomi syariah sendiri merupakan usaha setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jalan atau cara yang sesuai dengan Al Qur’an, Hadis, dan tuntunan dari Ulama.

Adapun hasil yang diperoleh dari usaha tersebut bukan semata untuk kemakmuran pribadi, akan tetapi untuk memaksimalkan kewajibannya dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Karena sesungguhnya kekayaan yang dimiliki bersumber dari Allah SWT dan manusia (khususnya umat islam) diperintahkan untuk menyalurkannya kepada manusia lainnya dalam bentuk sedekah, zakat, infak, dan sebagainya.

Pada titik inilah bank syariah harus menunjukkan perannya sesuai fitrah (prosedur perbankan syar’i). Yakni menghimpun dana dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana. Penyaluran ini didasarkan pada asas syar’i dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan bisnis bersama. Konsep inilah yang membuat jasa perbankan syariah lebih represetatif bagi kalangan marjinal karena tidak berat sebelah dan juga tidak hanya mengedepankan aspek bisnis pihak bank semata tetapi juga mengutamakan kelangsungan bisnis nasabah.

Petani Adalah Nasabah Prioritas

Indonesia sebagai negara agraria sudah terbukti ketangguhannya ketika diterjang krisis yang disebabkan pandemi covid-19. Hampir semua sektor usaha mengalami penurunan pendapatan. Secara umum sektor pertanian justru mengalami peningkatan, khususnya bidang pertanian hortikultura.

Fakta ini harus menjadi peluang bagi BSI untuk menggaet petani sebagai nasabah prioritas.Terlebih petani yang berskala UMKM. Caranya bisa dengan menyalurkan produk jasa keuangannya kepada petani skala UMKM secara masif. Tentunya dengan perhitungan risiko yang memadai.

Menurut data Kementan, realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian berjumlah 18 triliun dengan total nasabah yang tercatat sebagai nasabah KUR Pertanian per mei 2020 berjumlah 669.598 nasabah yang terdiri dari 6 sektor pertanian (money.kompas.com). Sedangkan Penyaluran KUR Pertanian mencapai angka 55 triliun selama masa pandemi covid-19. Dengan tingkat kredit macet yang sangat rendah yakni 0.06 persen dari total kredit yang disalurkan (idxchannel.com).

Hal ini berarti bahwa kredit sektor pertanian termasuk kredit dengan risiko minim atau rendah. Bukankah risiko kredit macet yang rendah merupakan faktor yang menjadi daya tarik utama dalam hal penyaluran kredit. Maka BSI harus mampu mengambil peluang ini.

Hubungan Jangka Panjang

Ada beberapa bank konvensional yang pandai menjaga hubungan dengan nasabah dan mantan nasabahnya. Pihak bank tetap menghubungi bahkan mendatangi nasabah dan mantan nasabahnya untuk mengajukan penawaran produk keuangan. Biasanya diiming-imingi dengan kemudahan proses karena yang bersangkutan sudah pernah menjadi nasabah mereka.

BSI sebagai bank yang mengedepankan kemaslahatan nasabah, idealnya juga melakukan hal yang sama. Ketika masa kredit sudah selesai, hubungan antara bank dengan petani harus tetap berlanjut. Dalam hal apa? Bisa dalam hal penawaran produk jasa keuangan baru atau menawarkan jasa dalam melaksanakan perintah agama, sepeti pengumpulan zakat, infak, sedekah, wakaf dan kegiatan – kegiatan positif lainnya. Seperti penyaluran bantuan sosial, bantuan bencana, bantuan untuk pembangunan panti anak yatim, dan lain sebagainya. Dalam proses penawaran ini nantinya pihak BSI harus menyelipkan kesepakatan untuk dapat mensosialisasikan program perbankan milik BSI kepada nasabah dan juga kepada pihak yang menjadi objek penyaluran bantuan.

Tujuannya apa? Tidak lain adalah meningkatkan inklusi keuangan syariah di tengah masyakat khususnya di daerah pedesaan. Penulis yakin, bahwa semakin erat hubungan keakraban antara BSI dengan nasabahnya, khususnya petani yang tinggal di pedesaan, maka indeks inklusi keuangan syariah juga akan meningkat.

Kesimpulan

Pertama, BSI harus proaktif untuk menjangkau nasabah dari kalangan petani. Karena petani merupakan kaum marjinal yang paling layak dan prioritas untuk dibantu dalam menjalankan roda usaha. Di samping karena petani adalah nasabah yang potensial yang minim risiko, BSI juga harus membawa misi membebaskan petani dari jerat ribawi.

Kedua, BSI harus membangun infrastruktur pendukung yang bertujuan untuk memudahkan petani menjangkau BSI hingga tingkat pedesaan. Bersyukur jika saat ini telah mulai tumbuh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah di kecamatan dan pedesaan. Akan tetapi jumlahnya masih sangat minim. Persoalan ini harus menjadi peluang sekaligus tantangan bagi BSI.

Ketiga, BSI sebisa mungkin harus menjalin hubungan keakraban dengan nasabah dan mantan nasabah guna menarik minat untuk menggunakan jasa keuangan BSI secara terus menerus dan juga untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah. Dengan meningkatnya inklusi keuangan syariah, maka penggunaan jasa keuangan syariah juga akan meningkat.

Wallahu a’lam.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image