Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Apriliya Andika Putri

BANK SYARIAH DI MASYARAKAT INDONESIA

Sejarah | Tuesday, 25 May 2021, 23:26 WIB

Apriliya Andika Putri

Universitas Negeri Malang

Email : [email protected]

ABSTRAK

Bank syariah merupakan salah satu produk perbankan yang berlandaskan sistem perekonomian Islam. Bank Syariah dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonomi dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai normal dan prinsip – prinsip syariah Islam. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah). Atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Bank syariah adalah lembaga yang berfungsi untuk menginvestasikan dana masyarakat sesuai dengan anjuran Islam dengan efektif, produktif dan untuk kepentingan umat Islam. Tujuan utama dari Bank Syariah, yaitu menyatukan umat Islam, mengembalikan kekuatan, peran, dan kedudukan Islam di muka bumi ini bisa tercapai. Kelebihan Bank Syariah : 1.Kelebihan Bank Syariah ada pada kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabahnya. Dari ikatan emosional ini dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.2. Dengan adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam Bank Islam berusaha sebaik – baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya sehingga berapapun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah. 3. Adanya fasilitas pembiayaan (Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah) yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap. Hal ini memberikan kelonggaran psikologis pada nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan sungguh – sungguh. 4. Dengan adanya sistem bagi hasil untuk pmenyimpan dana setelah tersedia peringatan dini tentang keadaan bank yang bisa diketahui sewaktu-waktu dari naim turunnya jumlah bagi hasil yang diterima. 5. Penerapan sistem bagi hasil dan ditinggalkannya sistem bunga menjadikan lebih mandiri dari pengarauh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri.

PENDAHULUAN

Pada saat ini banyak munculnya perbankan syariah dengan banyaknya perkembangan syariah. Para ekonom memprediksi dimana tahun yang akan datang ekonomi syariah akan berkembang lebih pesat dari ekonomi konvensional. Di zaman Nabi Muhammad SAW belum ada institusi bank, namun ajaran Islam telah memberikan prinsip – prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktifitas perdagangan dan perekonomian.

Perbankan saat ini merupakan inti sistem keuangan setiap negara. Bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun dana dari pihak yang berlebihan dana untuk menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat yang kekurangan dana dalam jangka waktu tertentu. Berfungsi untuk mencari dan selanjutnya menghimpun dana dalam bentuk simpanan. Hal ini menentukan pertumbuhan suatu bank, dikarenakan volume dana yang berhasil dihimpun atau disimpan tentu akan menentukan pula volume dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan.

Kehadiran dan fungsi perbankan di Indonesia baik untuk masyarakat, industri besar, menengah atau bawah mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat signifikan. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan bank baik untuk penguatan modal atau penyimpanan uang oleh masyarakat sudah menjadi hal yang biasa. Untuk mengantisipasi kebutuhan masyarakat serta memberikan rasa aman, nyaman dalam transaksi perbankan, kehadiran Bank Syariah merupakan salah satu solusi untuk menambah kepercayaan perbankan khususnya di Indonesia.

Bank Syariah merupakan salah satu produk perbankan yang berlandaskan sistem perekonomian Islam, sistem ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme.

Awalnya Bank Syariah dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonomi dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai normal dan prinsip – prinsip syariah Islam. Umat Islam diharapkan dapat memahami perkembangan bank syariah dan mengembangkannya dalam posisi sebagai pengelola bank syariah yang perlu secara cermat mengenali dan mengidentifikasi semua mitra kerja yang sudah ada maupun serta potensial untuk pengembangan bank syariah.

PEMBAHASAN

Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank berasal dari kata Itali “banco”, yang artinya bangku. Hal inilah yang digunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Pada awal perkembangan perbankan di Indonesia, perbankan diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting sebagai perantara keuangan di dalam perekonomian suatu negara. Selain sebagai penyimpanan deposito, tabungan, giro, dan sebagai tempat meminjam dana, saat ini bank menjadi sebuah lembaga yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat hampir diseluruh dunia. Diantara fungsi lain bank dalam dunia modern adalah sebagai penyedia layanan pembayaran belanja elektronik, tagihan telepon, tagihan listrik, dan pembayaran lain yang belum pernah dibayangkan sebelumnya.

Pada UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk - bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sehingga dapat dipahami bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dan segala aktivitasnya selalu berkaitan dengan keuangan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dibedakan menjadi dua yaitu bank yang melaksanakan prinsip konvensional dan berdasarkan prinsip syariah.

Bank Konvensional merupakan bank yang berdiri lebih awal dibanding dengan Bank Syariah dan memiliki fasilitas yang sudah tersebar luas di Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konvensional berarti menurut apa yang telah menajdi kebiasaan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Bank Konvensional merupakan bank yang menjalankan kegiatan usaha dengan menerapkan metode bunga yang sudah ada terlebih dahulu dan sudah menjadi kebiasan bank-bank pada masa lalu dalam meraih keuntungan dari aktifis bisnisnya. Dalam hal ini masyarakat di Indonesia telah terbiasa dengan pembiayaan metode bunga.

UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 Pasal 1 ayat (2) tentang perbankan adalah badan usaha yang mengpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank Syariah merupakan bank dengan sistem ekonomi Islam. Ekonomi Islam menurut para pembangun dan pendukungnya dibangun I atas atau setidaknya diwarnai oleh prinsip – prinsip religious, berorientasi dunia dan akhirat. Pada tahun 1992 Bank Muamalat Indonesia berdiri sebagai tanda mulainya dual definisi bank, bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat dalam Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Padal 1 tentag perbankan, yaitu bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR-Syariah) merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 pasal 1 Ayat 13 tentang perbankan menyatakan apa yang dimaksud dengan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah). Atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Pada Undang – Undang No. 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 12 tentang perbankan syariah menyatakan bahwa, prinsip syariah merupakan prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Bank Syariah adalah badan usaha yang menjalankan intermediasinya berdasarkan prinsip syariah atau disebut bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dana memberikan imbalan atas dasar prinsip syariah.

Persamaan dan Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Konvensinal dan Bank Syariah memiliki beberapa persamaan, dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.

Hal paling mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan konvensional dengan syariah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Kegiatan operasional Bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil (Mudharabah). Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh keuntungan maupun membebankan bunga atas pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan.

Pola bagi hasil ini memungkinkan nasabah untuk mengawasi secara langsung kinerja Bank syariah dengan memantau jumlah bagi hasil yang diperoleh. Jika jumlah keuntungan bank semakin besar maka semakin besar pula bagi hasil yang diterima nasabah, demikian juga sebaliknya. Jika jumlah bagi hasil yang kecil atau mengecil dalam waktu cukup lama menjadi patokan bahwa pengelolaan bank merosot. Keadaan itu merupakan peringatan dini yang transparan dan mudah bagi nasabah. Berbeda dari perbankan konvensional, nasabah tidak dapat menilai kinerja hanya berpatokan pada bunga yang diperoleh.

Perbedaan tujuan dari bank konvensional dengan bank syariah, dimana Bank konvensional didirikan untuk mendapatkan keuntungan material sebesar-besarnya, sedangkan bank syariah didirikan untuk memberikan kesejahteraan material dan spiritual. Kesejahteraan material dan spiritual tersebut didapat melalui usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang halal. Dengan kata lain, bank syariah tidak akan menyalurkan dana untuk usaha pabrik minuman keras atau usaha lain yang tidak bisa dijamin bahwa hasilnya berasal dari kegiatan yang halal. Karena itu dapat dikatakan bahwa konsep keuntungan pada bank konvensional lebih cenderung, berfokus pada sudut keuntungan materi, sedangkan konsep keuntungan pada bank syariah harus memperhatikan keuntungan dari sudut duniawi dan ukhrawi(akhirat). Jika memang tujuan nasabah sesuai dengan tujuan bank syariah, maka secara prinsip tidak ada kekurangan dari menabung di bank syariah karena adanya keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi. Namun jika tujuan nasabah lebih ke aspek-aspek material, maka bisa jadi keuntungan yang diperoleh akan kurang sesuai dengan harapan.

Bank Syariah memiliki misi dan metodologi yang ekslusif, dimana misi yang bukan sekedar ada pada jumlah nominal investasi tapi juga mencakup pada jenis, objek dan tujuannya itu sendiri. Adapun metodologinya merupakan kerangka syariat dan kaidah - kaidahnya yang bersumber dari etika dan nilai - nilai syariat Islam yang universal. Berdasarkan hal ini, Bank syariah berfungsi sebagai sarana untuk mengumpulkan tabungan masyarakat dan mengembangkannya. Intinya Bank syariah adalah lembaga yang berfungsi untuk menginvestasikan dana masyarakat sesuai dengan anjuran Islam dengan efektif, produktif dan untuk kepentingan umat Islam. Tujuan utama dari Bank Syariah, yaitu menyatukan umat Islam, mengembalikan kekuatan, peran, dan kedudukan Islam di muka bumi ini bisa tercapai.

Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah

Keunggulan Bank Syariah

1. Kelebihan Bank Syariah ada pada kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabahnya. Dari ikatan emosional ini dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.

2. Dengan adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam Bank Islam berusaha sebaik – baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya sehingga berapapun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah.

3. Adanya fasilitas pembiayaan (Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah) yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap. Hal ini memberikan kelonggaran psikologis pada nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan sungguh – sungguh.

4. Dengan adanya sistem bagi hasil untuk pmenyimpan dana setelah tersedia peringatan dini tentang keadaan bank yang bisa diketahui sewaktu-waktu dari naim turunnya jumlah bagi hasil yang diterima.

5. Penerapan sistem bagi hasil dan ditinggalkannya sistem bunga menjadikan lebih mandiri dari pengarauh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri.

Kelemahan Bank Syariah

Ekonomi Islam berhasil menjelaskan apa yang bukan Ekonomi Islam, daripada menentukan apa yang membuat Ekonomi Islam lebih banyak mengungkapkan kelemahan sistem lain dari pada menunjukkan bahwa Ekonomi Islam secara substansial memang lebih baik.

Terdapat enam kelemahan Bank Syariah yang menyebabkan masih sedikitnya masyarakat menjadi nasabah Bank Syariah, kelemahan itu antara lain :

1. Promosi bank syariah kurang menyeluruh ke berbagai masyarakat.

2. Kantor yang dimiliki sedikit.

3. Ketidaktahuan masyarakat.

4. Fasilitas anjungan tunai mandiri (ATM) jumlahnya sedikit.

5. Produk – produknya tidak diketahui masyarakat.

6. Kurangnya fasilitas.

Selain itu, kelemahan bank syariah yaitu :

1. Jaringan kantor Bank Syariah belum luas.

2. SDM Bank Syariah masih sedikit.

3. Pemahaman masyarakat tentang Bank Syariah masih kurang.

4. Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar daripada Bank Konvensional.

Pencapaian Bank Syariah

Perbankan di Indonesia kini semakin diramaikan dengan adanya Bank Syariah yang menawarkan produk keuangan dan investasi dengan cara yang berbeda dibanding Bank Konvensioal yang sudah lama ada. Meskipun masih dianggap pendatang baru, Perbankan Syariah berkembang cukup pesat. Hal ini dapat dipahami dengan status Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia sehingga perbankan yang menggunakan hukum dan asas Islam akan lebih diminati. Saat ini bank - bank konvensional di Indonesia ikut mendirikan institusi syariah atau unit usaha syariah sendiri. Hal ini dilakukan untuk menarik lebih banyak nasabah yang tertarik dengan keunggulan Bank Syariah.

Mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, sehingga dengan hadirnya bank syariah telah menjadi kebutuhan masyarakat bahkan sebelum Indonesia merdeka. Dahulu umat islam di Indonesia terpaksa menggunakan jasa bank konvensional karena belum memiliki lembaga yang bebas riba saat itu.

Tahun 1983 pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan “sistem bagi hasil” dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah. Kondisi perbankan Indonesia saat itu sedang tidak stabil karena Bank Indonesia tidak bisa mengendalikan tingkat suku bunga di bank - bank yang memlambung tinggi. Sehingga pemerintah mengeluarkan deregulasi tanggal 1 juni 1993 yang menimbulkan kemungkinan bank mengambil untuk dari bagi hasil sistem kredit. Lima tahun kemudian, pemerintah menganggap bisnis perbankan harus dibuka seluas - luasnya untuk menunjang pembangunan. Akhirnya pada tanggal 27 oktober 1988, pemerintah pun mengeluarkan paket Kebijaksanaan Pemerintah Bukan Oktober (PAKTO) untuk meliberalisasi perbankan. Meskipun lebih banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa bank daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.

Tahun 1990, MUI membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Ini meruakam cikal bakal lahirnya perbankan syariah di Indonesia. Pada tahun 1992, bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat didirikan.

Tujuan penggabungan bank syariah adalah untuk mendorong bank syariah lebih besar, sehingga dapat masuk ke pasar global dan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia. Kemudian merger bank syariah dinilai lebih efisien dalam penggalangan dana, operaasional, dan belanja. Melalui merger bank syariah inid iharapkan adanya perbankan syariah terus tumbuh dan menjadi energi baru untuk ekonomi nasional dan akan menjadi bank BUMN yang sejajar dengan bank BUMN lainnya, sehingga bermanfaat dari sisi kebijakan dan transformasi bank.

Bank Indonesia yang telah dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2014, telah memberikan perhatian yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produkproduk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit and loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana. Selain itu ada juga beberapa faktor pendukung dan beberapa tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut: (Halim Alamsyah, makalah yang disampaikan pada Milad ke-8 IAEI: 2012) 1. Faktor pendukung perkembangan perbankan syariah. Terdapat beberapa faktor yang secara signifikan menjadi pendorong peningkatan kinerja industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan penghimpunan dana maupun penyaluran pembiayaan.

a. Ekspansi jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan kantor dan kemudahan akses menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka rekening di bank syariah.

b. Gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk dan layanan perbankan syariah semakin meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat.

c. Upaya peningkatan kualitas layanan (service excellent) perbankan syariah agar dapat disejajarkan dengan layanan perbankan konvensional. Salah satunya adalah pemanfaatan akses teknologi informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile banking maupun internet banking. Untuk mendukung hal ini, secara khusus Bank Indonesia mendorong bank konvensional yang menjadi induk bank syariah agar mendorong pengembangan jaringan teknologi informasi bagi BUS dan UUS yang menjadi anak usahanya.

d. Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No. 42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No. 8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa. Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010). Sementara penerbitan sukuk oleh pemerintah sebagai implementasi dari UU Sukuk menambah outlet penempatan dana perbankan syariah dalam rangka pengelolaan likuiditas. Sedangkan pemberlakukan UU No. 42 tahun 2009 merupakan ‘tax neutrality’ atas transaksi murabahah yang dilakukan oleh perbankan syariah di mana sebelumnya dikenakan pajak dua kali (double tax). Perlakuan pajak tersebut sangat merugikan perbankan syariah karena membuat pembiayaan dengan akad murabahah menjadi lebih mahal, sementara pembiayaan murabahah mempunyai porsi yang dominan dengan rata-rata 56,8% dalam lima tahun terakhir.

Di tengah perkembangan industri perbankan syariah yang pesat tersebut, perlu disadari masih adanya beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan syariah dapat meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya secara berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan perbankan syariah di Indonesia antara lain sebagai berikut: (Halim Alamsyah, makalah yang disampaikan pada Milad ke-8 IAEI: 2012)

a. Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun kualitas. Ekspansi perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh penyediaan SDI secara memadai sehingga secara akumulasi diperkirakan menimbulkan gap mencapai 20.000 orang. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya lembaga pendidikan (khususnya perguruan tinggi) yang membuka program studi keuangan syariah. Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di bidang keuangan syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk mempertahankan kualitas lulusannya. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, diperlukan suatu terobosan, yang mungkin dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi yang dapat mengahasilkan SDI dalam jumlah yang besar (Amir Machmud dan Rukmana, 2010: 63). Dengan kata lain hal tersebut merupakan dukungan kalangan akademis termasuk Kementrian Pendidikan untuk mendorong pembukaan program studi keuangan syariah. Industri perbankan syariah secara bersama-sama juga dapat melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis keahlian yang dibutuhkan sehingga dapat dilakukan ‘link and match’ dengan dunia pendidikan.

b. Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat. Kompetisi di industri perbankan sudah sangat ketat sehingga bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan produk-produk standar untuk menarik nasabah. Pengembangan produk dan layanan perbankan syariah tidak boleh hanya sekedar ‘mengimitasi’ produk perbankan konvensional. Bank syariah harus berinovasi untuk menciptakan produk dan layanan yang mengedepankan uniqueness dari prinsip syariah dan kebutuhan nyata dari masyarakat. Namun disadari bahwa lifecycle dari suatu inovasi produk dan layanan perbankan syariah sangat pendek karena dengan mudah dan segera dapat ditiru oleh bank-bank lainnya sehingga mengurangi minat bank untuk berinovasi. Untuk itu, perlu dibentuk semacam working group yang beranggotakan praktisi perbankan syariah untuk memikirkan secara bersamasama inovasi produk yang dapat dikembangkan. Mekanisme lain yang dapat diambil untuk mendorong inovasi produk dan layanan adalah memberikan patent selama beberapa tahun agar tidak ditiru oleh bank yang lain.

c. Kelangsungan program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Kegiatan untuk menggugah ketertarikan dan minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dan layanan perbankan syariah harus terus dilakukan. Namun disadari bahwa kegiatan ini merupakan cost center bagi bank syariah. Selama ini kegiatan sosialisasi dan edukasi perbankan syariah didukung oleh Bank Indonesia melalui program ‘iB Campaign’ baik melalui media masa (iklan layanan masyarakat), syariah expo, penyelenggaraan workshop/seminar, dsb. Peran Bank Indonesia dalam hal ini akan berkurang seiring dengan pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan (termasuk perbankan syariah) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

KESIMPULAN

Perbankan Syariah sering disebut juga Perbankan Islam, yaitu perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam atau syariat. Akibat berdasarkan hukum Islam, maka perbankan syariah tidak mengenal adanya bunga pinjaman atau interest rate karena bunga pinjaman dianggap riba dan berdosa. Yang dikenal di perbankan syariah adalah sistem bagi hasil atau Nisbah yang prosesnya sama-sama diketahui dan disetujui oleh bank dan pihak nasabah. Kegiatan operasional Bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil (Mudharabah).

Bank Syariah pada dasarnya memiliki potensi dan peluang yang luar biasa besar. Pertumbuhan dari segi aset pun sudah membuktikan bahwa Bank Syariah merupakan model bank yang sangat ideal untuk mendorong kemajuan perekonomian Negara. Namun dari segi kualitas pelayanan Bank Syariah harus mengejar ketinggalannya dari Bank Konvensional yang telah lebih awal berdiri. Selain itu, untuk menghasilkan persaingan yang produktif antara Bank Syariah dan Bank Konvensional diperlukan peraturan perbankan khusus untuk Perbankan Syariah sehingga mampu menjalankan tugasnya tanpa harus mengekor kepada sistem konvensional.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image