Ahad 30 May 2021 15:13 WIB

Wapres Minta Dakwah Sesuai Konteks Indonesia

Tak boleh memberikan ruang sedikitpun kepada yang hendak menggoyahkan NKRI

Rep: Fauziah Mursid/ Red: A.Syalaby Ichsan
Wakil Presiden Maruf Amin saat hadiri peresmian nama dan Logo Baru sekaligus Peluncuran Syariah Online Trading System (SOTS) PT BRI Danareksa Sekuritas secara daring, Senin (7/12).
Foto: KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin saat hadiri peresmian nama dan Logo Baru sekaligus Peluncuran Syariah Online Trading System (SOTS) PT BRI Danareksa Sekuritas secara daring, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin meminta ormas keagamaan melakukan pendekatan dakwah sesuai konteks Indonesia. Wapres menekankan pendekatan dakwah tetap menjaga nilai nilai kebangsaan.

"Pendekatan dakwah yang tepat sesuai konteks Indonesia adalah dakwah yang tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa, dan dengan menggunakan narasi-narasi kerukunan, bukan narasi konflik atau permusuhan," kata Wapres dalam acara Musyawarah Nasional ke-VI Jam’iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) Tahun 2021 secara virtual, Sabtu (29/5).
 
Wapres juga meminta dakwah yang selaras dengan nilai-nilai   luhur   Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, persatuan dan kesatuan nasional. Sebab, hal itu tidak bisa diganti dengan apapun.
 
Wapres menegaskan, tidak boleh memberikan ruang sedikitpun kepada siapapun yang berusaha menggoyahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia."Termasuk upaya untuk membenturkan antara keagamaan dan kebangsaan."
 
Karena itu, ia menilai perlu langkah-langkah terobosan menghadapi tantangan dakwah Islam dalam era saat ini, yang berubah sangat cepat berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Ia mengingatkan, kemajuan TIK selain membawa banyak manfaat seperti kemudahan pemasaran barang dan jasa, transaksi keuangan, jurnalisme, komunikasi sosial, layanan kependudukan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Namun juga membawa tantangan yang tidak ringan.

 
Ia menjelaskan, negara dan masyarakat yang mampu, tidak akan menghadapi persoalan infrastruktur TIK seperti jangkauan dan kapasitas jaringan telekomunikasi serta kemampuan masyarakatnya untuk menciptakan program dan aplikasi digital, serta membeli perangkat keras.
 
"Tidak seperti yang dihadapi negara dan masyarakat kurang mampu. Ketimpangan inilah  yang disebut sebagai digital divide atau kesenjangan digital. Kesenjangan digital tidak hanya terjadi antarnegara, tapi juga antarkelompok masyarakat dalam satu negara," kata Wapres.
 
Tantangan ini ditambah, dengan adalah aliran informasi yang begitu cepat dan bebas, nyaris tanpa batas, baik secara jarak geografis maupun konten atau isinya. Sebagai akibatnya, otoritas institusi-institusi negara, pemerintahan, pendidikan, maupun pranata dan nilai-nilai lokal yang hidup di tengah masyarakat tidak dapat lagi melakukan pencegahan secara dini atau menyaring informasi yang tidak sesuai dan selaras dengan nilai-nilai sosial
 

Karena itu, tantangan kesenjangan informasi dapat berubah menjadi ancaman terhadap persatuan dan kesatuan nasional apabila tidak disikapi dengan tepat dan cepat.

 
"Karena itu, komitmen kebangsaan sebagaimana yang diangkat dalam tema Munas ini harus senantiasa kita jaga agar tidak pernah luntur. Keberagaman kita adalah potensi  kekuatan nasional yang sangat besar," katanya.
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement