Jumat 04 Jun 2021 09:45 WIB

3 Cara Jamur Sebabkan Penyakit Infeksi Mukormikosis

Mukormikosis keliru diistilahkan sebagai infeksi black fungus alias jamur hitam.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
 Pemakaman jenazah warga India yang meninggal karena Covid-19, di New Delhi, India, Sabtu, 29 Mei 2021. Kasus mukormikosis akibat jamur juga menjadi ancaman bagi pasien Covid-19.
Foto: AP / Ishant Chauhan
Pemakaman jenazah warga India yang meninggal karena Covid-19, di New Delhi, India, Sabtu, 29 Mei 2021. Kasus mukormikosis akibat jamur juga menjadi ancaman bagi pasien Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mukormikosis yang kini sedang mewabah di India dengan cepat menjadi sorotan dunia. Penyakit infeksi jamur yang disebabkan Mucormycetes ini memang terbilang langka, namun memiliki angka kematian berkisar 46-96 persen.

"Angka kematiannya tinggi, kesakitannya juga signifikan, sekali kena penyakit ini, kalau terlambat, pasien bisa tidak tertolong," ungkap spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) Dr dr Anna Rozaliyani MBiomed SpP(K) dalam konferensi pers virtual yang digelar Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Kamis (3/6).

Baca Juga

Penyakit mukormikosis saat ini lebih populer dengan sebutan "infeksi jamur hitam". Akan tetapi, julukan tersebut sebenarnya kurang tepat karena sebutan jamur hitam lebih identik dengan jamur Dematiaceae.

Jamur Mucormycetes bisa menyebabkan mukormikosis pada seseorang melalui tiga cara. Yang paling sering adalah spora atau elemen jamur yang sangat kecil masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan atas.

Elemen jamur ini bisa menyangkut di rongga-rongga saluran napas atas, misalnya rongga sinus. Bila sistem kekebalan tubuh tak berhasil melawannya, elemen jamur ini bisa turun ke saluran pernapasan bawah.

Cara yang kedua adalah elemen jamur masuk ke dalam tubuh melalui cedera atau goresan di kulit. Misalnya, luka akibat penggunaan anting atau luka ketika mengalami bencana alam.

"(Ketiga, elemen jamur) tertelan tanpa disadari. Kasus ini tidak banyak," ungkap Dr Anna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement