Jumat 04 Jun 2021 22:10 WIB

Apakah Pelaku Ghibah Perlu Minta Maaf kepada Korban?

Ghibah merupakan perbuatan berbahaya menyangkut hak orang lain

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Ghibah merupakan perbuatan berbahaya menyangkut hak orang lain. Bergunjing, ghibah (ilustrasi)
Foto: republika
Ghibah merupakan perbuatan berbahaya menyangkut hak orang lain. Bergunjing, ghibah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama tak saling berbeda pendapat mengenai hukum ghibah dan gosip, semua sepakat bahwa Islam melarang hal demikian. Kemudian apakah perlu bagi pelaku ghibab untuk meminta maaf kepada korban?

Dilansir di Islam Web, Jumat (4/6), sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ghidza al-Bab fi Syarh Mandhumat Al-Adab karangan Imam As Safarayni Al Hanbali dijelaskan, Ibnu Hazm berkata bahwa para ulama memang bersepakat tentang larangan ghibah dan gosip. Beliau menjelaskan bahwa ghibah juga termasuk ke dalam dosa besar.

Baca Juga

Dia berkata dalam kitab Al-Inshaaf bahwa para pelaku ghibah perlu bertaubat dan meminta maaf kepada korbannya. 

Sementara itu, Ibnu Al Qayyim dalam kitab Al-Kalim Ath-Thayyib mengutip hadits dari Rasulullah SAW  bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: 

إن من كفارة الغيبة أن تستغفر لمن اغتبته تقول اللهم اغفر لنا وله “Inna min kaffaaratu al-ghibata an tastaghfira limanigtabtahu, taqulu: Allahummaghfirlana wa lahu.” (Al Baihaqi dalam Ad-Da’awat, haditsnya lemah).

 “Sesungguhnya sebagian kafarat ghibah adalah hendaknya kamu mendoakan ampunan atas orang yang kamu ghibahi dengan mengucapkan: Ya Allah ampunilah kami dan dia.” 

Ibnul Qayyim berkata bahwa dalam masalah tersebut terdapat dua perkataan para ulama, yaitu dua riwayat dari Imam Ahmad, dan keduanya adalah apakah cukup taubat dari ghibah untuk meminta pengampunan atas ghibah atau harus diberitahu dan diselesaikan langsung terlebih dahulu.

Dia berkata bahwa pandangan yang benar adalah bahwa yang bersangkutan tidak perlu memberi tahu korbannya. Melainkan cukup baginya untuk meminta pengampunan untuknya dan mengingatkannya tentang manfaat dari meninggalkan serta bertaubat akan ghibah.

Perkara ghibah tidak seperti perkara mengenai hak keuangan. Karena dalam hak keuangan orang yang terzalimi mendapat manfaat dari pengembalian yang setara dengan keluhannya. Adapun ghibah, hal itu tidak mungkin dan tidak terjadi padanya dengan memberitahukannya kecuali kebalikan dari maksud pemberi hukum. 

Oleh karena itu dijelaskan bahwa syariat Islam tidak mewajibkan atau memerintahkan seseorang pelaku ghibah yang hendak bertaubat atas kesalahan-kesalahan terhadap korbannya.

Sumber: islamweb 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement