Senin 07 Jun 2021 16:19 WIB

Wapres: Pendekatan Wasathiyah Perlu dalam Memahami Islam

Pendekatan wasathiyah menjadi salah satu cara paling tepat memahami Islam di dunia

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Wakil Presiden  RI Maruf Amin.
Foto: Dok.KIP/Setwapres
Wakil Presiden RI Maruf Amin.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pendekatan wasathiyah atau moderat menjadi salah satu cara paling tepat memahami Islam di dunia. Apalagi kata Wapres, di tengah persoalan-persoalan umat manusia pada masa kini yang semakin kompleks.

"Di antara pendekatan yang terpenting adalah pendekatan wasathiyyah, yang kemudian dijadikan sebagai model dalam memahami Islam di dunia, yakni konsep wasathiyyah al-Islâm atau Islam moderat," kata Ma'ruf dalam sambutannya saat bedah buku Darul Mitsaq: Indonesia Negara Kesepakatan, Pandangan Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin, Senin (7/6).

Wapres mengungkapkan, pemahaman wasathiyyah perlu untuk memahami Islam jauh dari kesan radikal dan ekstrem. Sebab, Wasathiyyah mengandung arti jalan tengah di antara dua sisi atau dua bentuk pemahaman.

Pemahaman Islam wasathiyah juga pemahaman yang  tidak tekstual dan tidak pula liberal, tidak berlebihan tetapi tidak juga gegabah, dan tidak pula memperberat, tetapi juga tidak mempermudah.

Karena selama ini, pemahaman secara tekstual, yang hanya memahami teks-teks Al-Qur’an dan Hadis tanpa penafsiran menghasilkan pemahaman yang statis, bahkan bisa menyesatkan, seperti ayat-ayat yang terkait dengan jihad.

"Konsep ini sekarang semakin banyak didiskusikan, sehingga pemahaman tentang konsep ini akan semakin kokoh dan menjadi acuan dalam dakwah dan kajian Islam," kata Wapres.

Wapres menilai pendekatan Wasathiyah ini bisa digunakan dalam pemahaman tentang hubungan Islam dan negara Indonesia, yang saat ini masih dipertentangkan oleh sebagian orang.

Menurutnya, dengan pemahaman moderat tersebut ulama dan umat Islam bisa menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai konsensus nasional yang telah dibangun dan disepakati oleh founding fathers yang sebagian dari mereka adalah ulama dan tokoh agama.

Apalagi konsep kesepakatan atau konsensus ini pernah dipraktekkan Nabi pada masa-masa awal kedatangan di Madinah yakni melakukan kesepakatan atau perjanjian bersama dengan kelompok-kelompok sosial yang ada dalam bentuk Piagam Madinah.

"Argumentasi ini dimaksudkan juga untuk menjawab keinginan kelompok-kelompok yang menganggap bahwa ideologi dan sistem negara ini tidak sesuai dengan Islam, dan mereka ingin mengganti ideologi negara Pancasila dengan negara Islam atau negara khilafah, yang secara historis sudah tertolak (bukan ditolak) karena menyalahi kesepakatan," kata Wapres.

Wapres pun mengatakan implentasi wasathiyyah atau moderasi beragama dalam bingkai Darul Mitsaq di negeri ini terdiri dari empat hal, yakni: toleransi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan dan akomodatif terhadap budaya lokal dan perkembangan zaman.

Toleransi, kata Wapres, adalah sikap dan perilaku seseorang yang menerima, menghargai keberadaan orang lain dan tidak mengganggu, termasuk hak berkeyakinan dan mengekspresikan keyakinan agama masing masing. Kedua, moderasi beragama tidak membenarkan tindak kekerasan, termasuk menggunakan cara-cara kekerasan atas nama agama untuk melakukan perubahan, baik kekerasan verbal maupun kekerasan fisik.

Sedangkan ketiga, komitmen kebangsaan terutama berbentuk pada penerimaan Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai pilihan bentuk Negara Indonesia.

"Keempat, pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif terhadap budaya lokal atau konteks Indonesia yang multi-kultural dan multi-agama serta perkembangan zaman yang semakin maju," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement