Komisi X: Jangan Gegabah Jadikan Jasa Pendidikan Objek Pajak

Wacana ini bisa memberi dampak serius, salah satunya biaya pendidikan kian mahal.

Kamis , 10 Jun 2021, 13:45 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda
Foto: Dok Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta pemerintah tidak gegabah memasukkan jasa pendidikan sebagai objek pajak. Wacana ini dinilai bisa memberikan dampak serius bagi masa depan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, salah satunya biaya pendidikan akan kian mahal. 

Pemerintah diketahui berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan. Hal itu tertuang dalam rancangan (draft) RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar. Dalam RUU tersebut disebutkan, pemerintah menghapuskan jasa pendidikan dari kategori jasa yang tidak dikenai PPN

“Pengenaan PPN ini berpotensi berimbas serius terhadap jasa pendidikan, karena pajak ini oleh lembaga pendidikan akan dibebankan kepada wali murid. Biaya pendidikan akan menjadi tinggi,” ujar Syaiful Huda dalam keterangannya, Kamis (10/6).

Dia memahami jika pemerintah berusaha memperluas basis objek pajak di Tanah Air. Langkah ini sebagian dari upaya meningkatkan pendapatan negara. Namun, Huda meminta pemerintah tidak gegabah karena kebijakan itu bisa berimplikasi panjang.

“Kami memahami jika 85 persen pendapatan negara tergantung pada sektor pajak. Kendati demikian pemerintah harusnya berhati-hati untuk memasukan sektor pendidikan sebagai objek pajak,” katanya. 

Huda mengatakan, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memang sebagian dilakukan oleh kalangan swasta. Bahkan, ada sebagian dari penyelenggara pendidikan memasang tarif mahal karena kualitas kurikulum maupun sarana prasarana penunjangnya. 

Kendati demikian, lanjut Huda, secara umum sektor pendidikan masih membutuhkan uluran tangan pemerintah karena keterbatasan sarana prasarana maupun lemahnya potensi ekonominya. “Kita belum mengukur secara presisi dampak dari kebijakan tersebut, namun saat ini hal tersebut membuat kami mengkhawatirkan implikasinya,” katanya.

Politikus PKB ini menilai, agak kurang tepat jika sektor pendidikan dijadikan objek pajak. Menurutnya, sistem Universal Service Obligation (USO) akan lebih tepat digunakan untuk memeratakan akses pendidikan.

Dengan sistem ini sekolah-sekolah yang dipandang mapan akan membantu sekolah yang kurang mapan. “Dengan demikian kalaupun ada potensi pendapatan negara yang didapatkan dari sektor pendidikan maka output-nya juga untuk pendidikan. Istilahnya dari pendidikan untuk pendidikan juga,” katanya. 

Terkait pungutan PPN untuk jasa pendidikan, Huda berharap agar pemerintah duduk bersama Komisi X DPR RI untuk membahas persoalan ini agar menjadi jelas duduk perkaranya dan ditemukan solusi bersama. Kementerian Keuangan bisa datang ke Komisi X untuk memberikan alasan, rasionalisasi, dan dampak jika PPN jasa Pendidikan benar-benar dilaksanakan.

“Agar tidak menjadi polemik dan kontra produktif, kita mengharapkan penjelasan pemerintah atas isu ini,” tutupnya.

Untuk diketahui dalam rancangan (draft) RUU KUP yang beredar di media, disebutkan pemerintah menghapuskan jasa pendidikan dari kategori jasa yang tidak dikenai PPN, sebagaimana tertuang dalam revisi UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Saat ini, jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi, dan pendidikan luar sekolah. Dalam draft RUU KUP yang beredar tertulis jenis jasa yang tidak dikenai PPN, yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut, g (jasa pendidikan) dihapus.