Senin 14 Jun 2021 10:24 WIB

Jacinda Ardern Kritik Film Serangan ke Masjid Christchurch

Arden menilai waktu pembuatan film tidak tepat dan berfokus pada subjek yang salah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Foto: AP/Nick Perry
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON--Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengkritik film yang fokus pada responnya terhadap penembakan massal di dua masjid di Christchurch dua tahun lalu. Serangan di dua masjid itu membuat 51 Muslim meningal dunia.

Arden menilai waktu pembuatan film itu tidak tepat dan berfokus pada subjek yang salah.

Baca Juga

Film Amerika Serikat (AS) yang berjudul "They Are Us" memicu kemarahan Muslim Selandia Baru. Tokoh masyarakat menyebut film itu bernuanasa 'white saviour' atau narasi film Barat yang menjadikan tokoh utama kulit putih sebagai penyelamat masyarakat minoritas.  

Ardern mengatakan serangan supremasi kulit putih membunuh puluhan muslim yang sedang shalat Jumat itu masih 'sangat nyata' bagi banyak warga Selandia Baru. Ia mengatakan para pembuat film juga tidak berkonsultasi padanya. Aktris Australia Rose Byrne rencananya akan memerankan perdana menteri.

"Menurut saya, berdasarkan pandangan pribadi, rasanya masih terlalu dini dan sangat nyata bagi masyarakat Selandia Baru," kata Ardern pada TVNZ seperti dikutip The Straits Times, Senin (14/6).

"Dan sementara itu begitu banyak cerita yang seharusnya diceritakan pada satu titik, menilai cerita saya bukan salah satunya, ini cerita masyarakat, cerita keluarga," tambahnya.

Ardern dipuji atas respons empatinya pada para korban penembakan massal terburuk dalam sejarah modern Selandia Baru. Seperti mengenakan kerudung ketika bertemu dengan keluarga korban yang sedang berduka.

Judul film itu diambil dari kata-kata yang diucapkan Ardern dalam pidato yang disampaikan setelah penyerangan terjadi. Dalam pidato tersebut ia berjanji akan memberikan bantuan pada masyarakat muslim dan memperketat undang-undang kepemilikan senjata.

Asosiasi Muslim National Islamic Youth Association mengirimkan petisi untuk menghentikan produksi film tersebut. Lebih dari 58 ribu orang sudah menandatangani petisi tersebut. Asosiasi mengatakan film itu 'mengesampingkan korban dan penyintas dan justru fokus pada respons seorang perempuan kulit putih'.

Proyek ini tidak meminta saran dari masyarakat Muslim Selandia Baru. Naskah film ini ditulis warga Selandia Baru Andrew Niccol.

"Entitas dan individu seharusnya tidak mencari keuntungan komersial dan profit dari tragedi yang menimpa komunitas kami, kekejaman seperti itu juga tidak boleh dijadikan sensasi," kata anggota dewan National Islamic Youth Association Haris Murtaza.

Penyair muslim Mohammed Hassan mengatakan para pembuat film harus fokus pada masyarakat yang terdampak pada penyerang tersebut. Tidak menggunakan mereka sebagai alat untuk menyampaikan cerita bagus mengenai Ardern.

"Anda tidak bisa menceritakan kisah ini, Anda tidak bisa menjadikan narasi White Saviour, ini bukan cerita Anda," cicitnya.

Pelaku penyerangan yakni supremasi kulit putih asal Australia Brenton Tarran dihukum penjara seumur hidup tanpa syarat. Pertama kalinya Selandia Baru menjatuhi hukuman seumur hidup tanpa ada kemungkinan bebas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement