Selasa 15 Jun 2021 23:46 WIB

Bung Karno dan Perlawanannya terhadap Kebiadaban Israel

Bung Karno mendukung Palestina dan menentang penjajahan Israel

Bung Karno mendukung Palestina dan menentang penjajahan Israel. Ilustrasi bendera Palestina
Foto: NOVRIAN ARBI/ANTARA FOTO
Bung Karno mendukung Palestina dan menentang penjajahan Israel. Ilustrasi bendera Palestina

REPUBLIKA.CO.ID,- Presiden Sukarno atau Bung Karno yang selalu membela perjuangan bangsa-bangsa tertindas, dikenal sangat gigih membela perjuangan rakyat Palestina.

Pada 1962, ketika di Jakarta diselenggarakan Asian Games ia menolak kehadiran kontingen Israel. Jakarta terpaksa harus menghadapi konsekuensi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang menarik diri sebagai pelindung AG IV.

Baca Juga

Bahkan, IOC melarang benderanya dikibarkan di Jakarta. Puncaknya, Indonesia keluar IOC. Setahun kemudian, Indonesia menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) di Jakarta, yang sukses besar dan dihadiri 48 negara.

Sebelumnya (1957), ketika kesebelasan PSSI lolos di zona Asia dan tinggal menghadapi Israel untuk ikut ke Piala Dunia, Indonesia menolak untuk main di Jakarta atau di Tel Aviv. Indonesia hanya mau bermain di tempat netral, tanpa lagu kebangsaan. Tapi persatuan sepak bola dunia (FIFA) menolak usul RI.

Akibatnya Indonesia terhambat ke Piala Dunia. Ketika Indonesia keluar dari PBB pada 7 Januari 1964, salah satu alasan Bung Karno adalah, "Dengan menguntungkan Israel dan merugikan negara Arab (termasuk Palestina), PBB nyata-nyata menguntungkan imperialisme dan merugikan kemerdekaan bangsa-bangsa."

Bung Karno yang menuduh PBB merupakan kepanjangan tangan AS dan sekutunya, menamakan PBB lebih jelek dari mimbar omong kosong. Apa yang dikemukakan presiden pertama RI 40 tahun lalu kini jadi kenyataan.

Ketika terjadi agresi Israel ke Palestina saat ini, PBB hanya menyerukan agar Israel menarik diri dari Palestina. Dan ketika seruan ini tidak digubris Israel, PBB bungkam seribu bahasa. Tapi, badan dunia ini bukan saja memberikan dukungan kepada AS untuk menyerang Irak, malah melakukan embargo ekonomi dan perdagangan terhadap Irak sejak 1991.

Tanpa mempedulikan akibat embargonya ini, ratusan ribu warga Irak termasuk anak-anak meninggal dunia akibat kekurangan gizi. Seperti juga di Irak, PBB tidak peduli ketika pasukan-pasukan AS atas restunya menyerang Afghanistan, banyak warga sipil tidak berdosa yang jadi korban. Dewasa ini, AS dalam upaya --yang mereka sebut memerangi teroris, tidak segan-segan menghukum negara-negara yang tidak disenanginya. Bung Karno sendiri telah mengkonstatasi adanya ancaman semacam ini.

"Kaum imperialis," kata Bung Karno, "paling suka menyebut dirinya 'beradab'. Mereka paling suka menganggap kita-kita ini 'biadab', sehingga mereka harus datang dengan pasukan-pasukannya untuk mengajarkan 'peradaban' kepada kita. Dalam mengajarkan 'peradabatan' kepada kita, mereka tidak sayang harta dan tidak sayang benda. Dan jika kita 'membandel' maka dibomnya kita: di bomnya Maluku, Kamboja, Laos, dan Kuba.

Pada saat ini, rupanya yang paling 'membandel' bangsa Vietnam. Sehingga bangsa ini setiap hari, setiap menit, dan setiap detik dihujani bom oleh pembawa 'misi suci' dari Washington. Kalau 'misi suci' itu gagal total, sudah tentu yang salah, katanya, ya kaum 'biadab' itu." Menurut Bung Karno, "Kaum imperialis tidak akan pernah memperkenankan kemerdekaan tipe Sukarno, Norodom Sihanouk (Kamboja), Mao Tse Tung (RRC), Boumedienne (Aljazair), Jamal Abdel Nasser (Mesir), dan Nkrumah (Ghana)." 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement