Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Achmad Muhammad Iqbal Isnain Ibnu Latif

Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada Bank Syariah di Indonesia Dengan 5C

Bisnis | Tuesday, 15 Jun 2021, 11:26 WIB

Sejarah Berdirinya Bank Syariah di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, sehingga dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegaranya juga sedikit banyak terdapat unsur – unsur keagamaan. Begitu pula dengan kehidupan perekonomian yang ada di Indonesia. Seiring dengan berjalannya banyak perubahan yang terjadi.

Ekonomi Syariah sedang sangat diminati dan menarik perhatian masyarakat Indonesia khususnya bagi pihak yang mendalami Islam secara maksimal. Hal ini terjadi karena dalam prinsipnya Ekonomi Syariah lebih menerapkan nilai – nilai agama yang ada jika dibandingkan dengan Ekonomi konvensional pada umumnya yang dimana tujuan utamanya yakni berorientasi pada keuntungan atau profit.

Dalam bank syariah sistem yang digunakan ialah sistem bagi hasil yang dimana keuntungan dari sistem bagi hasil ini akan digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional dari bank syariah tersebut.

Bank Syariah pertama yang berdiri di Indonesia adalah Bank Mualamat. Bank ini berdiri pada tanggal 1 November Tahun 1991, dan resmi beroperasi pada tanggal 1 Mei Tahun 1992 dengan modal awal yang digunakan yakni sekitar 106 Milyar rupiah. Pada awal operasinya bank ini masih belum mendapat perhatian lebih dari masyarakat Indonesia.

Hal ini dikarenakan, karena pada saat itu, lembaga baik bank maupun non bank kebanyakan masih bernuansa konvensional. Namun, pada tahun 1998 pemerintah dan DPR akhirnya melakukan penyempurnaan UU. No. 7 Tahun 1992 Menjadi UU. No. 10 Tahun 1998.

Didalam Undang – Undang tersebut dijelaskan secara tegas bahwa sejak saat itu terdapat dua sistem perbankan di Indonesia, yakni sistem perbankan yang berbasis konvensional, dan sistem perbankan yang berbasis syariah. Regulasi peraturan ini mendapat respon positif oleh masyarakat Indonesia.

Sehingga dalam beberapa waktu kedepan mulai munculah bank – bank syariah lain yang mengikuti jejak dari Bank Muamalat, diantara yakni bank mandiri syariah, bri syariah, dan yang terbaru saat ini telah muncul juga Bank Syariah Indonesia ( BSI ) yang merupakan hasil merger dari bank BUMN, yakni PT. Bank BRI Syariah Tbk ( BRIS ), PT. Bank BNI Syariah ( BNIS ), PT. Bank Syariah Mandiri ( BSM ).

Eksistensi dan Hambatan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Keberadaan bank syariah saat ini memang sudah tidak jarang lagi dijumpai. Masyarakat telah lebih terbuka terhadap eksistensi dan metode operasional dari bank Syariah ini. Namun, meskipun telah mendapat respon positif dari masyarakat Indonesia, tetapi perkembangan Bank Syariah di Indoensia masih menuai banyak hambatan dan belum maksimal.

Faktor utama yang menjadi pemicu terjadi hal ini dikarenakan, yakni diantaranya masih kurangnya koordinasi antara pihak dari perbankan syariah dengan pemerintah Indonesia yang sering kali menyebabkan terjadinya kesalahan informasi.

Faktor lain yang juga menjadi penghambat perkembangan dari bank syariah ini yakni lantaran pengetahuan masyarakat yang masih tidak memadai terkait perbankan syariah, dan telah terbiasa menggunakan layanan yang diberikan oleh perbankan konvesional pada umumnya.

Kemudian, ditambah lagi dengan modal dari perbankan syariah yang masih sangat minim dan terbatas, jika dibandingkan dengan bank konvesional lain yang ada. Hal – hal inilah yang kemudian menjadi penghambat dalam eksistensi dan perkembangan bank syariah yang ada.

Dan tidak hanya sampai disitu, dalam prakteknya, bank syariah yang ada masih sering dijumpai terjadinya Non Performing Financing ( NPF ), atau dapat disebut juga kredit bermasalah, yang didalamnya terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan, dan bahkan macet.

Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada Bank Syariah

Dalam menjalankan kegiatan operasional, pembiayaan merupakan hal sangat penting dan harus diperhatikan agar kondisi finansial bank tetap dapat terjaga dengan baik dan stabil. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa salah satu faktor penghambat perkembangan bank syariah yakni karena adanya masalah dalam proses pembiayaannya.

Menurut Undang – Undang Perbankan Pasal 1 No. 12 Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyedia uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak yang dibiayai untuk menghasilkan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu, dengan imbalan bagi hasil.

Dalam teorinya, pemberian kredit atau pinjaman hanya dapat diberikan kepada pihak yang mengajukan kredit aktif, atau dalam kata lain, kredit tersebut digunakan sebagai modal usaha, dan hal – hal produktif lainnya.

Akan tetapi, pada prakteknya, masih banyak para debitur yang mengajukan kredit aktif, namun dalam eksekusinya, dana tersebut digunakan untuk kegiatan konsumsi, yang berarti tidak terjadi perputaran uang dalam proses tersebut. Sehingga, akibatnya, ketika tiba waktu pengembalian atau pembayaran pinjaman teresbut, debitur tersebut tidak dapat mengembalikan dana yang telah dipinjamnya.

Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kemacetan dalam proses operasional perbankan syariah yang ada di Indonesia. Solusi terbaik yang dapat dilakukan oleh pihak operasional bank syariah, yakni dengan memperketat persyaratan bagi para debitur yang akan melakukan peminjaman dana, dan dengan memperbaiki sistem pembiayaan yang ada dengan melalui prinsip 5C ( Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition ).

Character atau karakter dari debitur yang akan melakukan peminjaman dana harus diketahui oleh pihak bank dengan sangat baik. Hal ini mungkin dapat dilihat dari track record dari debitur tersebut dalam beberapa lembaga keuangan lain yang berkaitan, apakah calon debitur tersebut memiliki catatan yang buruk atau tidak.

Capacity atau kapasitas merupakan hal penting yang perlu diketahui oleh pihak bank, karena pihak bank harus mengetahui kapasitas keuangan dari calon debitur tersebut sebesar apa, apakah kapasitas keuangan debitur tersebut mampu untuk mengembalikan dana yang kelak akan diberikan oleh pihak bank atau tidak agar tidak terjadi keterlambatan pengembalian yang dapat menyebabkan masalah pada pembiayaan operasional bank.

Capital atau Modal ini menyangkut tentang kekayaan dan aset yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini juga merupakan faktor penting yang masuk dalam penilaian pihak bank terkait proses peeminjaman dana yang dilakukan oleh calon debitur. Hal ini juga memntukan apakkah calon debitur tersebut layak menerima pinjaman dari pihak bank, dan berapakah nominal maksimal yang dapat diberikan oleh pihak bank mengingat kemampuan dan kekayaan yang dimiliki oleh calon debitur tersebut.

Collateral atau Agunan ini juga merupakan faktor terpenting dalam proses pengajuan pinjaman kepada pihak bank. Hal ini menjadi penting karena ini merupakan tindakan preventif dari pihak bank, jika semisal pada kemudian hari terjadi hal – hal yang tidak di inginkan, seperti pihak debitur membawa lari dana pinjaman dari bank dan tidak bertanggung jawab serta tidak dapat dilacak keberadaannya, maka pihak bank masih memiliki agunan dari pihak debitur yang diserahkan kepada bank, dan dapat dijual atau dilelang oleh pihak bank, sebagai konsekuensi dari pihak debitur yang tidak dapat melakukan pembayaran pinjaman.

Condition atau kondisi. Hal ini juga merupakan hal penting yang menentukan seorang calon debitur layak atau tidak jika diberi pinjaman oleh pihak bank. Dalam hal kondisi ini terkait dengan kondisi usaha yang sedang dijalankan, kondisi perekonomian secara keseluruhan, dan ekspetasi kondisi perekonomian mendatang juga akan menjadi pertimbangan oleh pihak bank untuk memberikan pinjaman.

Permasalahan utama dalam praktek bank syariah yang ada di Indonesia diantaranya disebabkan karena masih minimnya pemahaman terkait proses operasional dari bank syariah, dan juga modal dari bank syariah yang masih belum memadai jika dibanding dengan modal dari bank konvensional pada umumnya.

Kedua hal ini sudah memnjadi faktor penghambat dari perkembangan bank syariah yang ada, namun hal ini masih diperparah dengan adanya proses pembiayaan kredit yang tidak sempurna dan menyebabkan terjadinya kredit macet sehingga menghambat proses pembiayaan operasional dari bank syariah yang ada.

Setidaknya pihak dari perbankan syariah yang ada dapat melakukan penyuluhan dan penyampaian informasi yang sekiranya dapat dengan mudah diterima oleh semua pihak, baik pemerintah maupun seluruh kalangan masyarakat.

Dan hal lain yang harus dilakukan terkait permasalahan modal dan pembiayaan yang ada dalam bank syariah ini yakni dengan memperketat proses pengajuan pinjaman dana, bagi calon debitur.

Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pihak perbankan syariah tidak ‘kebobolan’ lagi dengan tipu daya para debitur yang semata – mata hanya meminjam dana untuk konsumsi, sehingga tidak dapat mengembalikan dana pinjaman tersebut di kemudian hari, dan menyebabkan operasional perbankan syariah menjadi terganggu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image