Jumat 18 Jun 2021 10:59 WIB

Kemenperin Akselerasikan Industri Keramik Nasional

Lewat business matching, diharapkan tercipta peluang usaha baru

Seorang perajin menghaluskan cangkir keramik yang telah jadi di Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (18/2). Pemerintah memberlakukan penurunan harga gas industri mulai 1 April 2020. Harga gas industri yang dipatok di angka 6 dolar AS per MMbtu berlaku untuk enam sektor industri, termasuk industri keramik.
Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Seorang perajin menghaluskan cangkir keramik yang telah jadi di Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (18/2). Pemerintah memberlakukan penurunan harga gas industri mulai 1 April 2020. Harga gas industri yang dipatok di angka 6 dolar AS per MMbtu berlaku untuk enam sektor industri, termasuk industri keramik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mengakselerasi dan membangkitkan industri keramik nasional. Salah satu langkah yang dilakukan, yakni melalui business matching antara produsen keramik dengan asosiasi sektor pengguna.

Upaya itu juga sekaligus mendorong penerapan program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). “Kita semua patut bersyukur,Indonesia memiliki industri keramik yang saat ini menduduki peringkat delapan dunia dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 538 juta meter persegi (m2) per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 150 ribu orang,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (17/6).

Lewat business matching, kata dia, diharapkan pelaku usaha sektor industri maupun sektor terkait lain seperti properti, pengembang, dan infrastruktur terus bersinergi, bergerak menciptakan peluang pasar baru, saling mengisi menjamin kepastian rantai pasok, serta kerja sama erat dalam menciptakan kemandirian ekonomi bidang industri keramik nasional.  “Dengan langkah ini juga diharapkan produk industri keramik nasional dapat memiliki peran penting di pasar regional dan global,” tuturnya.

Business matching antara produsen keramik dengan asosiasi sektor pengguna, ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) dengan Real Estate Indonesia (REI) dan Perjanjian Kerja Sama Antara Perusahaan Industri Keramik Nasional Dengan Penyedia Jasa Properti atau Real Estate  Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Swasta Nasional. Agus mengatakan, meningkatnya pembangunan di sektor infrastruktur dan properti, seperti  real estate, perumahan, apartmen, dan bangunan lainnya, membuat permintaan pasar dalam negeri semakin bertambah. 

“Dalam jangka panjang, Industri keramik nasional akan sangat prospektif. Mengingat konsumsi keramik nasional per kapita sekitar 1,4 m2 masih lebih rendah dibandingkan konsumsi ideal dunia yang telah mencapai lebih dari 3 m2,” jelasnya. 

Selain itu, pemerintah yang gencar dalam pembangunan infrastruktur dan meningkatnya kebutuhan perumahan atau tempat tinggal oleh pekerja usia produktif, menjadi peluang pangsa pasar bagi industri keramik nasional. Ini dapat meningkatkan konsumsi keramik nasional dan memperluas pangsa pasar dalam negeri.

“Kita harus bangga keramik produksi dalam negeri memiliki keunggulan dari segi kualitas, tipe, desain atau motif, jaminan ketersediaan dan after sales service. Sekaligus memiliki TKDN rata-rata di atas 85 persen,” tuturnya.

Menperin menuturkan, Indonesia juga harus bangga karena saat ini ubin keramik dalam negeri telah mampu menembus pasar ekspor berbagai negara Asia, Eropa, Amerika, dan Australia. “Kemudian perlu digarisbawahi, khusus produk ubin atau porcelain slab ukuran 3,2 meter x 1,6 meter baru Indonesia yang mampu memproduksi di dunia dan telah diekspor ke China, Australia, serta Amerika Serikat,” tutur dia.

Menurut Agus, meski turut dihantam badai pandemi Covid-19, ekspor ubin keramik meningkat sebesar 17 persen pada 2020 dibandingkan 2019 year on year (yoy). “Memperhatikan demand dalam negeri dan pangsa pasar ekspor yang telah mulai meningkat, beberapa produsen keramik nasional telah melakukan ekspansi atau perluasan, dan mengundang ketertarikan beberapa investasi baru,” jelasnya.

Menperin menambahkan, melalui business matching tersebut, diharapkan terjadi link and match antara produsen dalam negeri dan asosiasi pengguna. Hal itu diharapkan turut mampu menekan impor produk keramik. 

“Persoalan impor akan terselesaikan apabila dibarengi dengan upaya mengoptimalkan pasar dalam negeri oleh produk-produk industri dalam negeri sendiri. Baik itu pembelian untuk penggunaan secara individu maupun korporasi atau keproyekan,” tutur Agus.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement