Senin 21 Jun 2021 16:33 WIB

PBNU: Kalender Hijriyah Indonesia Penting demi Persatuan

Belum ada kesepakatan mengenai Kalender Hijriyah Indonesia.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
PBNU: Kalender Hijriyah Indonesia Penting demi Persatuan. Suasana Sholat Idulfitri di Masjid Cut Mutia, Menteng, Jakarta, Kamis (13/5).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
PBNU: Kalender Hijriyah Indonesia Penting demi Persatuan. Suasana Sholat Idulfitri di Masjid Cut Mutia, Menteng, Jakarta, Kamis (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) KH Sirril Wafa menyatakan penyatuan kalender hijriyah sangat penting demi persatuan umat Islam. Ini sudah cukup sebagai dasar untuk merampungkan Kalender Hijriyah Indonesia (KHI).

"Ini satu hal yang sangat penting. Semua ormas, semua elemen masyarakat memiliki cita-cita yang sama. Cuma masalahnya, bagaimana meramu dari berbagai macam metode untuk bersinergi dan ini memerlukan pembahasan yang detail di tingkat masing-masing ormas," ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (21/6).

Baca Juga

Kiai Sirril menyampaikan perlunya persatuan merupakan fitrah, terlebih dalam cakupan satu negara. Dia mengakui ini terlihat mudah untuk dikatakan, tetapi tidak sepele dalam menyelesaikannya.

Untuk itu, diperlukan satu rumusan yang disepakati bersama. "Ini tidak gampang, tetapi tetap diusahakan, jadi perlu waktu, nanti juga akan ketemu, saya yakin," ucapnya.

 

NU sendiri menerima metode hisab atau rukyat. Hanya saja, selama ini persepsi yang berkembang, yaitu NU hanya menggunakan metode rukyat. Karena itu, ia menekankan NU menggunakan keduanya, baik hisab maupun rukyat.

"NU menggunakan hisab dan rukyat. Kan hitungannya selalu ada, ada kalendernya. Hanya, untuk masalah ibadah seperti bulan Ramadhan, akhir Ramadhan atau Syawal, dan Idul Adha, itu selalu menggunakan metode rukyat karena mengamalkan hadits Nabi," ujarnya.

Saat ini, LF PBNU masih melakukan pembahasan untuk mereaktualisasi metode rukyat yang mendekati hisab. "Skenario ini yang nanti dibicarakan, jadi masih belum final. Masih digodok di internal lembaga," ujarnya.

Menurut Kiai Sirril, KHI bisa rampung pada 2024 mendatang jika sudah ditemukan satu konsep yang disepakati bersama yang disertai sosialisasi secara menyeluruh. Sedangkan saat ini masih belum ada kesepakatan sehingga pemecahannya tergantung pertemuan berikutnya antara ormas-ormas Islam yang difasilitasi Kementerian Agama.

"Ini berlarut-larut karena belum ada formulasi untuk menemukan titik temu di antara metode yang beragam itu, karena ini ranah ijtihadiyah. Jadi, harus dicari metode yang memungkinkan untuk bisa saling berdampingan. Konsep yang ada di pinggir dibawa ke tengah sehingga ketemu di satu titik," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement