Rabu 23 Jun 2021 17:12 WIB

Asing Nett Sell Rp 435,8 M, IHSG Parkir di Zona Merah

PPKM dan realisasi anggaran PEN klaster kesehatan jadi perhatian investor.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Petugas kebersihan melintasi layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). IHSG berada di zona merah pada penutupan perdagangan pada Rabu (23/6).
Foto: Antara/Reno Esnir
Petugas kebersihan melintasi layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). IHSG berada di zona merah pada penutupan perdagangan pada Rabu (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona negatif pada perdagangan hari ini, Rabu (23/6). Sepanjang hari ini IHSG ditutup melemah 53 poin atau terkoreksi 0,88 persen menjadi 6.034,54. 

Pergerakan IHSG mendapat tekanan dari sektor kesehatan, finansial, properti, energi dan teknologi yang bergerak negatif dan mendominasi penurunan. Investor asing membukukan penjualan bersih (nett sell) sebesar Rp 435,8 miliar. 

Baca Juga

Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, mengatakan, pergerakan IHSG yang cenderung berfluktuasi sejalan dengan pergerakan pasar saham Asia. Selain itu, IHSG juga tertekan sentimen domestik.

"Penerapan dari PPKM mikro sebagai upaya dalam penanganan pandemi menjadi perhatian utama pelaku pasar," kata Nico, Rabu (23/6).

Kementrian Keuangan mencatat realisasi dari anggaran program PEN untuk klaster kesehatan per 18 Juni 2021 telah mencapai Rp 39,55 triliun atau 22,9 persen dari total pagu. Menurut Nico, angka yang masih rendah ini menjadi kecemasan pelaku pasar terkait komitmen pemerintah dalam menangani pandemi.

Selain itu, realisasi dari testing dan tracing yang baru tercapai 3,8 persen dari total pagu sebesar Rp 6,68 triliun juga dianggap masih terlalu rendah. Pemerintah pusat meminta pemerintah daerah untuk memperbaiki tingkat testing dan tracing yang rendah ini.

Dari eksternal, lanjut Nico, pasar saham Asia berfluktuasi seiringan dengan nilai tukar menjelang rilis kinerja industri China untuk Mei yang rencananya akan dirilis pada akhir pekan ini. Penguatan Dolar AS yang terjadi sejak tiga pekan terakhir ikut memberikan tekanan pada aliran modal di negara berkembang guna menurunkan risiko yang tak terduga pada pasar saham. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement