Senin 28 Jun 2021 16:00 WIB

Pengadilan Tolak Banding Larangan Khutbah Fatwa Tanpa Izin

Pengadilan Tolak Banding Larangan Khutbah Fatwa Tanpa Izin.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Pengadilan Tolak Banding Larangan Khutbah Fatwa Tanpa Izin. Foto:  Masjid Amru bin Ash yang menjadi masjid pertama di Mesir dan Afrika.
Foto: google.com
Pengadilan Tolak Banding Larangan Khutbah Fatwa Tanpa Izin. Foto: Masjid Amru bin Ash yang menjadi masjid pertama di Mesir dan Afrika.

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Mahkamah Agung Administratif Mesir menguatkan keputusan "bersejarah" melarang pengkhotbah tanpa izin memberikan fatwa Islam. Mereka mengatakan masjid dan media sosial telah dieksploitasi untuk merugikan negara dan menyebarkan perpecahan.

Keputusan tersebut dibuat untuk mencegah para khatib yang belum memperoleh izin dari Kementerian Wakaf atau Al-Azhar, otoritas keagamaan tertinggi Mesir, untuk memberikan khotbah maupun menggunakan mimbar masjid.

Baca Juga

Dilansir di Egypt Today, Senin (28/6), pengadilan telah mengirimkan sejumlah prinsip penting untuk putusannya. Salah satunya menyebut fatwa Islam dari pengkhotbah yang tidak memiliki izin dan penggunaan media sosial sebagai mimbar, memiliki efek berbahaya pada generasi sekarang dan yang akan datang.

Pengalaman pahit yang dirasakan oleh bangsa, akibat penggunaan mimbar masjid dan masjid kecil untuk menyesatkan orang miskin, juga disebut telah menyebarkan hasutan dan kekerasan.

Selanjutnya, pengadilan menyebut tugas memberi fatwa adalah amalan yang tidak boleh dilakukan oleh penceramah yang tidak berizin. Pemberian fatwa harus dilakukan oleh lembaga agama negara yang memenuhi syarat, melihat pengalaman dan posisinya.

Keppres 2014 memutuskan penggunaan mimbar dan masjid bebas dari kriminalisasi untuk mencapai tujuan politik atau partisan.

Adapun kelompok teroris disebut menggunakan media sosial untuk merugikan negara, sementara pendukung ekstremisme menggunakan agama untuk mencari kekuasaan dan mendapatkan uang.

Sejak awal masa jabatannya, Presiden Mesir Abdel-Fattah El-Sisi telah mengajukan beberapa inisiatif untuk menghadapi terorisme dan memerangi ekstremisme.

Secara internal, pada Juli 2014, Presiden Sisi mengajukan inisiatif mengoreksi wacana keagamaan, setelah Ikhwanul Muslimin dan organisasi-organisasi ekstremis mencoba selama tahun-tahun sebelum revolusi 30 Juni.

Mereka berupaya memaksakan kendali atas wacana keagamaan di Mesir dan mengarahkannya untuk mempromosikan ide-ide ekstremis.

Dalam pidatonya di Forum Ekonomi Davos Januari 2015, Presiden Mesir mengatakan ia ingin memurnikan wacana keagamaan dari kesalahpahaman yang mengarah pada ekstremisme dan terorisme. Ia tidak memaksudkan konstanta agama, melainkan wacana keagamaan yang dipengaruhi oleh manusia.

Pada Oktober 2016, dalam rekomendasi dari Konferensi Pemuda di Sharm El-Sheikh, Sisi mengarahkan pemerintah, bekerja sama dengan Al-Azhar, Gereja dan semua lembaga negara, mengembangkan rencana yang mewakili strategi meletakkan dasar yang kuat untuk mengoreksi wacana keagamaan dalam rangka melestarikan identitas Mesir dalam segala dimensinya.

Pada Juli 2017, Presiden Sisi mengeluarkan keputusan membentuk Dewan Nasional untuk Menghadapi Terorisme dan Ekstremisme. Dewan ini berfungsi memobilisasi upaya kelembagaan dan masyarakat dalam mengurangi penyebab terorisme dan mengatasi dampaknya.

Dewan ini mengkhususkan diri dalam mengadopsi strategi nasional yang komprehensif untuk menghadapi terorisme dan ekstremisme secara internal dan eksternal. Mereka juga berkoordinasi dengan lembaga-lembaga keagamaan dan layanan keamanan untuk memungkinkan wacana keagamaan yang moderat.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement