Selasa 29 Jun 2021 09:49 WIB

Mengapa Kita Goyah Padahal Ulama Nusantara Punya ‘Warisan’?

Ulama Nusantara mewariskan karya berharga dalam manuskrip-manuskrip

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ulama Nusantara mewariskan karya berharga dalam manuskrip-manuskrip . Ilustrasi manuskrip
Foto: IRWANSYAH PUTRA/ANTARA
Ulama Nusantara mewariskan karya berharga dalam manuskrip-manuskrip . Ilustrasi manuskrip

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Para ulama nusantara telah menulis banyak karya berupa kitab sejak ratusan tahun lamanya. Namun, generasi muda muslim saat ini mungkin banyak yang tidak mengetahui warisan penting para ulama tersebut. 

Karena itu, Direktur Islam Nusantara Center, A Ginanjar Sya'ban, yang jug filolog muda Nahdlatul Ulama menghimpun kitab karangan para ulama nusantara. Ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul Mahakarya Islam Nusantara yang berisi kitab, manuskrip, dan korespodensi ulama Nusantara.  

Baca Juga

Pria yang akrab Kang Aceng ini tertarik menjadi seorang filolog karena ada ratusan ribu karya intelektual ulama Nusantara yang seharusnya menjadi harta karun bangsa ini. Namun, ternyata banyak dilupakan. 

Di Nusantara itu karya intelektualnya yang ditulis ulama nusantara kan banyak. Dari ratusan tahun lamanya itu tapi belum ada yang menghimpun itu, ujar Ginanjar kepada Republika, baru-baru ini. 

Pada awalnya, dia sebenarnya tidak ada niatan untuk membukukan karya-karya ulama tersebut. Hingga akhirnya dia banyak menemukan karya-karya ulama nusantara yang berasal dari ratusan tahun yang lalu, khususnya saat kuliah di Al Azhar Mesir. 

“Itu saya lihat ini ada harta karun peradaban kita yang oleh generasi sekarang tidak banyak diketahui. Akhirnya saya kumpulan karya-karya itu dan saya beri ulasan sedikit-sedikit, ucap alumnus Pesantren HM Putra al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri ini.

Setidaknya ada 114 karya ulama nusantara yang dihimpun Ginajar di dalam buku Mahakarya Islam Nusantara. Menurut Ginanjar, masih banyak karya ulama nusantara yang belum ditulis di dalam bukunya tersebut, sehingga dia berniat untuk menerbitkan buku jilid II. Itu baru jilid pertama, karena masih ada ratusan karya yang lain yang nanti harus dituliskan, katanya. 

Dengan adanya buku tersebut, dia berharap generasi sekarang tidak menjadi generasi yang durhaka, yang menyia-nyiakan dan melupakan warisan para ulama terdahulu. Apalagi, menurut dia, masalah-masalah keagamaan yang sebenarnya sudah selesai dibahas para ulama terdahulu masih terus diperdebatkan di kalangan umat Islam, seperti tentang tradisi maulid nabi, ziarah kubur, dan memukul beduk. 

Nah, mengapa kita selalu jatuh pada lubang masalah yang berulang-ulang, padahal itu sudah diselesaikan leluhur kita? Karena, kita tidak terkoneksi alam pikir kita, tradisi keilmuan kita, tidak terkoneksi dengan para pendahulu kita,” jelasnya. 

Ini yang disebut dengan keterputusan intelektual dan ketercerabutan akar sejarah pemikirin itu. “Bahayanya, kita menjadi generasi yang galau, mudah diombang-ambing, dan mudah tumbang ketika terkena angin,” imbuhnya.    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement