Rabu 30 Jun 2021 06:47 WIB

PBB Prihatin Israel Terus Gusur Warga Palestina

PBB minta Israel akhir pembongkaran dan pengusiran warga.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang pria Palestina membawa seorang anak laki-laki menjauh dari tabung gas air mata yang ditembakkan oleh tentara Israel selama protes terhadap pos terdepan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eviatar yang dengan cepat didirikan bulan sebelumnya, di desa Palestina Beita, dekat kota Nablus, Tepi Barat, Jumat, 25 Juni 2021.
Foto: AP/Majdi Mohammed
Seorang pria Palestina membawa seorang anak laki-laki menjauh dari tabung gas air mata yang ditembakkan oleh tentara Israel selama protes terhadap pos terdepan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eviatar yang dengan cepat didirikan bulan sebelumnya, di desa Palestina Beita, dekat kota Nablus, Tepi Barat, Jumat, 25 Juni 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- PBB mendesak pihak berwenang Israel untuk mengakhiri penghancuran properti Palestina di Yerusalem Timur hingga Selasa kemarin. Israel diminta patuh terhadap hukum internasional.

"Benar-benar prihatin dengan penghancuran yang terus berlanjut," kata juru bicara Stephane Dujarric dikutip Anadolu, Rabu (30/6).

Baca Juga

Menurutnya, Sekjen PBB juga secara tegas kembali menyerukan kepada otoritas Israel untuk mengakhiri pembongkaran dan pengusiran. Hal itu, sejalan dengan kewajiban Israel di bawah hukum kemanusiaan internasional dan hak asasi manusia internasional.

Seruan PBB itu, datang satu hari pasca pasukan Israel menghancurkan sebuah toko dan apartemen di lingkungan Silwan Yerusalem Timur. Diketahui, pihak berwenang Israel terus menyoal izin penduduk sebelum melakukan pembongkaran dan meratakan dua bangunan di lingkungan al-Bustan dan al-Suwayeh.

Pembongkaran itu telah memicu bentrokan antara warga Palestina yang marah terhadap aparat Israel. Dalam kesempatan itu, mereka menembakkan tabung gas air mata dan peluru berlapis karet untuk membubarkan pengunjuk rasa.

Dalam keterangan Bulan Sabit Merah Palestina, setidaknya ada 13 petugas medis yang terluka dalam kekerasan tersebut. Lebih jauh, di sebuah wawancara, direktur Wadi Hilweh Center, Jawad Siam, memperingatkan bahwa sekitar 8.000 orang berisiko dideportasi langsung atau tidak langsung dari Silwan baik melalui pembongkaran rumah mereka atau melalui proyek pemukiman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement