Jumat 02 Jul 2021 05:53 WIB

Mualaf Wahyu Salman, Shalawat Nabi Kembalikannya ke Islam 

Muhammad Wahyu Salman Alfarisi pernah keluar Islam dan kembali menganutnya

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Muhammad Wahyu Salman Alfarisi pernah keluar Islam dan kembali menganutnya
Foto: Dok Istimewa
Muhammad Wahyu Salman Alfarisi pernah keluar Islam dan kembali menganutnya

REPUBLIKA.CO.ID,- Muhammad Wahyu Salman Alfarisi menuturkan perjalanan panjangnya dalam menemukan kebenaran, hingga akhirnya kembali menerima Islam. Lelaki yang kini berusia 26 tahun itu mengakui, ada banyak ujian kehidupan yang harus dilalui sebelum menjadi mualaf. Lika-liku tersebut mengantarkannya pada kemantapan hati untuk terus memeluk Islam. 

Pria ini lahir dengan nama Wahyu Sajiwo di Bali. Menurut dia, kisah masa kecilnya tidaklah bahagia, seperti anak-anak pada umumnya. Sejak lahir, ibundanya telah wafat. Ia pun dibesarkan oleh ayahnya yang berasal dari Aceh. Di Tanah Rencong, dirinya melalui fase anak-anak.

Pada 26 Desember 2004, gempa bumi dahsyat yang diiringi tsunami mengguncang provinsi tersebut. Nyaris seluruh Aceh dan daerah sekitarnya porak poranda. Ayah Wahyu ikut meninggal dunia dalam peristiwa ini. Sesudah hari-hari duka, Wahyu kecil pun diasuh kakeknya.

Namun, pengasuhan tersebut tidak bisa lama.Sebab, sang kakek pun menghembuskan napas ter akhir. Tanpa siapa-siapa sebagai penyokong, ia pun dititipkan di sebuah panti asuhan. Saat ber usia 11 tahun, bocah lelaki ini diadopsi sebuah keluarga angkat.

Dari nasab baik ayah dan ibunya, ia sesungguhnya merupakan Muslim. Akan tetapi, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa saat diasuh keluarga yang non-Muslim. Apalagi, mereka membesarkan dan merawatnya dengan baik. Dengan terpaksa, Wahyu mengikuti agama kedua orang tua angkatnya.

“Saya sudah dapat berpikir saat itu, namun karena kebutuhan hidup dan sekolah, tak apalah saya mengikuti agama mereka, asalkan saya bisa makan dan sekolah,” ujar dia menuturkan kisahnya kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Lambat laun, Wahyu menjadi pribadi yang taat beribadah. Bahkan, keluarga angkatnya pun menawarinya untuk menjadi seorang agamawan. Namun, keinginan mereka tidak sempat terlaksana. Sebab, ia berhasil mendapat beasiswa untuk menempuh SMA di Batu, Jawa Timur. 

Orang tua angkatnya mengizinkan Wahyu muda untuk hijrah dari Aceh ke sana. Maka, berangkatlah remaja ini seorang diri merantau ke kota tersebut. Di daerah yang terkenal akan agrowisata itu, ia tinggal di sebuah asrama. Mayoritas penghuninya menganut agama yang sama dengannya.

Di Batu, pergaulan Wahyu makin luas. Lagi pula, sekolah tempatnya belajar menjadi tempat berkumpulnya banyak murid dari beragam kalangan. Tidak sedikit kawannya yang beragama Islam. Perlahan namun pasti, ia mulai menemukan kembali agama fitrah yang dahulu ditinggalkannya.

Selama di perantauan, Wahyu lebih sering hidup mandiri. Dari kedua orang tua angkat, dirinya jarang mendapatkan kiriman uang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia pun harus bekerja keras.

Pernah pemuda ini mencoba-coba berjualan kerupuk secara keliling dari pintu ke pintu. Semua dilakukannya tanpa malu atau risih.Sebab, tidak ada salahnya selama pekerjaan tersebut tidak merugikan siapa-siapa.   

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement