Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad afif

Bersama Palestina: Efek Medsos Menguak Kekejaman Zionis

Olahraga | Tuesday, 06 Jul 2021, 19:18 WIB
Free Palestine
Free Palestine

10 tahun lalu, para pejuang Palestina selalu dibawah propaganda berbagai sisi baik dalam politik, ekonomi, kemanusiaan, dan termasuk informasi media. Poin terakhir tersebut menjadikan informasi yang menegasikan Palestina sebagai penduduk asli negara itu. Ketika kita berbicara aspek sejarah, negara ini memang menjadi objek jajahan negara lain dimasanya. Secara geografis dan diplomatis begitu strategis. Kawasan yang berbatasan langsung dengan negara-negara sentral Jazirah Arab. Selain itu, kawasan ini juga menjadi sentral wilayah yang dekat dengan benua Afrika. Atas aspek itulah, beberapa kali Palestina pindah kekuasaan mulai dari Persia, Romawi sampai pada akhirnya jatuh ke tangan Turki Usmani. Negeri Kan’an ini juga menyimpan banyak aspek sejarah secara konstribusi religi. Islam pernah memindahkan kiblat awalnya di Baitul Maqdis atau lebih tepatnya Masjidil Aqsa, kemudian atas perintah Allah dipindahkan ke Masjidil Haram, Makkah hingga sekarang. Kini, Zionis Yahudi yang beranggotakan negara-negara mayoritas kaum Yahudi juga ikut memiliki aspek kesejarahan yang menurut mereka secara histori telah teracantum pada kitab Talmut. Talmut merupakan kitab yang berisi seruan para rabi/pemuka agama Yahudi yang menegaskan teritorial Palestina merupakan calon kawasan surgawinya Yahudi. Zionis yang memang bentukan dari negara-negara kaum Yahudi mengagendakan misi besar tersebut mulai tahun 1930 an hinga sekarang.

Oleh karenanya, segala bentuk propaganda serta kekejaman penjajahan yang memang melebihi aturan realitas kemanusiaan walaupun masih ada agenda konflik agama dibaliknya adalah sebuah kesalahan. Sikap yang digelorakan melalui kanal media ikut menambah daftar media sosial yang tanpa aling-aling terus menyuarakan kebenaran atas penjajahan negeri qiblatul ula itu. Sesuai penuturan dari aktivis Palestina, Akhi Imron menyuarakan kedholiman informasi melalui kanal berita dunia yang difasilitatori oleh Zionis ikut membuat berita skeptis mengenai kebenaran isu yang selama ini terjadi. Selain itu, secara hirarki emosional antar negara memang menjadi alasan teman-teman di Indonesia terus menyuarakan kebebasan Palestina karena negara itulah yang pertama kali ikut mengakui kedaulatan negara Indonesia dari penjajahan Jepang. Proklamator dari negeri itu bernama Syeikh Ahmad Husaini dengan tegas mengakui bahwa negara Indonesia telah merdeka. Beliau mengajak beberapa negara kawasan jazirah arab juga menegaskan pernyataan itu dengan gamblang.

Kini, kawasan yang bisa dikatakan hanya tinggal Gaza dan Tepi Barat terus dijajah tiada henti dengan berbagai cara ditengah krisis pandemi. Sontak saja negara islam ikut mengecam perbuatan biadab itu, apalagi momen kisruhnya kembali dibuat di bulan suci Ramadhan. Hujan peluru kendali jarak jauh oleh pejuang Hamas ikut menyemarakan langit Gaza. Hujan bak meteor terus dilancarkan oleh kedua negara dengan sasaran jantung ibu kota. Bukan tanpa sebab, Israel ketar ketir dibuatnya. Hamas yang dahulu hanya mengandalkan roket jarak jauh hanya 2,5 KM kini berhasil di-upgrade menjadi ratusan kilo meter. Jangkauanya bisa langsung sampai ke jantung kota Tel Aviv. Namun, seluruh negara yang berkepentingan terus mendesak PBB agar menyerukan genjatan senjata pada masing-masing negara. Wal hasil, drama itu kembali mereda hingga kini. Kita tidak pernah tahu kapan Palestina akan benar-benar bebas dari cengkraman zionis.

Tapi, Ketua Umum MUI Pusat KH. Miftahul Akhyar juga menyayangkan bahwa di tengah gelombang perseteruan kedua negara, palestina juga tengah dilanda konflik dalam negeri. Pecahnya Hamas dengan Fatah tidak bisa akur merupakan senjata politik yang dibuat untuk melakukan eksodus kepada penduduk Palestina. Ini juga sebagai bahasan muhasabah oleh kita semua ditengah banyak negara islam menyerukan kemerdekaan Palestina, justru negara mereka tengah terjadi perpecahan. Hal ini bisa jadi merupakan langkah main campur tangan menggunakan konflik internal yang dapat mengacaukan eksistensi perjuangan Palestina atas Israel. Kita sulit melakukan tracing karena kadang sulit membedakan mana bantuan kemanusiaan serta dukungan politik tertentu atas tema besar kemerdekaan Palestina. Ketua MUI Pusat KH. M. Cholil Nafis, P.hD ikut memberikan tanggapanya dengan solusi PBB harus benar-benar tegas memberikan resolusi totalitas melarang penjajahan Israel atas Palestina atau mendamaikan kedua negara untuk saling berbagi wilayah.

PBB selaku organisasi besar dibawah kekuasaan negara-negara perserikatan dunia seharusnya bersikap tegas. Karena krisis palestina sesungguhnya adalah kemanusiaan. Puluhan bahkan ratusan resolusi PBB yang telah dikeluarkan sampai sekarang masih nihil. Entah apa faktor yang membuat keadaan seperti itu. Resolusi atas perdamaian kedua pihak di wilayah Tepi Barat, kini malah menjadi transedental eksodus Israel atas warga Palestina dengan masifnya penduduk Yahudi berbangsa Palestina mendirikan pemukiman-pemukiman permanen dan terstruktur. Bangunanya pun tergolong megah seperti layaknya ada misi terselubung didalam mega proyek pemukiman kaum Yahudi Palestina itu. Sebelas dua belas dengan wilayah Tepi Barat, zona kuning yang digambarkan oleh isi dari resolusi PBB menyebutkan bahwa wilayah masih dalam sengketa kedua negara termasuk area Masjidil Aqsa kini lebih dikuasai oleh Israel dengan banyaknya tentara zionis sering melakukan blokade serta aktivitas patroli 24 jam. Bahkan warga muslim Palestina tidak bebas menggunakan rumah ibadah qiblat awal kaum muslimin itu dengan bebas. Pasalnya, masjid itu hanya dibuka mulai pagi hingga dhuhur tiba. Dari total 15 pintu masjid hanya 5 pintu yang dibuka untuk kaum muslimin.

Pada suatu kesempatan Kedubes Palestina atas Indonesia juga memberikan pandanganya atas penyelesaian krisis Palestina-Israel. Negara federasi merupakan solusi melalui dua negara bagian namun tetap membentuk badan khusus yang memberikan kebijakanya serta wewenangnya atas kedaulatan masing-masing negara. Yerussalem bisa juga dijadikan ibu kota untuk kedua negera. Dalih sebagai negara bentukan untuk memutus tali persatuan di kalangan negara arab ikut disuarakan oleh Kedubes atas fenomena Israel yang memang bukan negara daerah kawasan Jazirah Arab.

Terlepas dari semua konflik serta wacana atas resolusi polemik Palestina-Israel itu, peran media sangat dibutuhkan. Media sosial yang tanpa sekat sedikitpun ikut menjadi alat informan yang paling transparan. Melalui pemberitaan yang sesuai dengan kenyataan didukung pula legalitas autentifikasi yang secara real time disajikan, Palestina dengan segala dinamikanya akan dapat dilihat oleh masyarakat dunia dengan kenyataan bahwa kejahatan kemanusiaan sedang dilakukan oleh Israel disana. Free Palestine !.

Ahmad Afif

Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Pusat 2020-2025

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image