Selasa 13 Jul 2021 04:33 WIB

DPR dan Pemerintah Bawa Revisi UU Otsus Papua ke Paripurna

Sembilan fraksi dan Komite I DPD RI menyatakan menerima dan menyetujui pembahasan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua Komarudin Watubun
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua Komarudin Watubun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) DPR RI Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua menggelar agenda rapat pengambilan keputusan tingkat I revisi UU Otsus Papua. Seluruh fraksi DPR, dan DPD, sepakat membawa revisi UU Otsus Papua untuk disahkan dalam pembicaraan tingkat II/rapat paripurna yang dijadwalkan akan digelar Kamis (15/7) lusa.

"Setelah tadi penyampaian pendapat fraksi-fraksi, dari sembilan fraksi dan Komite I DPD RI semua menyatakan menerima dan menyetujui pembahasan rancangan perubahan ini untuk ditetapkan menjadi undang-undang, dan dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim saya mengesahkan ini untuk dibawa ke paripurna," kata Ketua Pansus Otsus Papua, Komarudin Watubun, Senin (12/7)

Baca Juga

Dalam pandangan mini fraksinya, Fraksi PDIP menilai secara umum keseluruhan substansi materi dan perumusannya dalam naskah revisi UU Otsus Papua telah menunjukkan perbaikan dan kemajuan relatif signifikan. Namun, Fraksi PDIP memberikan sejumlah catatan terkait sejumlah pasal dalam revisi UU Otsus Papua. 

"Pertama, pelaksanaan pasal 6 ayat 2 dan Pasal 6 a ayat 2 sebagaimana diuraikan dalam penjelasan ayat pemenuhan 30 persen keterwakilan perempuan dalam pengisian anggota DPRD dan DPRK yang dilakukan melalui mekanisme pengangkatan dari orang asli Papua harus dimaknai sebagai diskriminasi positif terhadap kebijakan afirmasi pemberdayaan perempuan orang asli Papua dalam jabatan  politik sehingga keberadaannya menjadi sebuah keharusan," kata anggota Pansus Otsus Papua Fraksi PDIP, MY Esti Wijayati.

Selain itu, PDIP juga memberikan catatan pada pasal 75 ayat 4. Dalam pasal tersebut diketahui bahwa Perdasus (Peraturan Daerah Khusus) dan Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) yang tidak dapat diundangkan dalam waktu 1 tahun maka pemerintah dapat mengambil alih pelaksanaan kewenangan tersebut. 

"Karena itu menjadi tugas bersama pemerintah dan pemerintah daerah mengefektifkan fungsi koordinasi dalam penyusunan perdasus dan perdasi agar penetapannya tidak melewati batas waktu yang ditentukan undang-undang ini," ujarnya.

Fraksi Partai Golkar dalam pandangan mini fraksinya menilai revisi terhadap pasal 34 tentang pengaturan dana alokasi khusus yang diberikan kepada Papua menjadi salah satu solusi terbaik yang diatur terkait evaluasi pemanfaatan dana otonomi khusus. Disepakatinya dana otonomi khusus menjadi 2,25 persen DAU yang diberikan untuk Papua diharapkan dapat mensejahterakan orang asli Papua. 

Untuk diketahui pengalokasian dana otsus sebesar 2,25 persen DAU dibagi kedalam dua hal. Pertama, 1 persen dari DAU ditujukan untuk pembangunan pemeliharaan dan pelaksanaan pelayanan publik, peningkatan kesejahteraan orang asli Papua dan penguatan lembaga adat.

"Demikian juga penggunaan otsus berbasis kinerja sebesar 1,25 persen telah diarahkan penggunaannya dalam UU sebesar 30 persen untuk belanja pendidikan dan 20 persen untuk belanja kesehatan, merupakan bagian tak terpisahkan sebagai bentuk afirmasi terhadap kesejahteraan masyarakat  Papua," ungkap anggota Pansus Otsus Papua Fraksi Partai Golkar, Trifena M Tinal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement