Selasa 13 Jul 2021 17:49 WIB

Mengenang Pembantaian Muslim Bosnia 26 Tahun Lalu

Ribuan Muslim Bosnia pada 26 tahun lalu dibunuh secara brutal

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Seorang wanita berjalan berdiri di antara kuburan korban pembantaian Srebrenica, di pemakaman peringatan di Potocari, dekat Srebrenica, Bosnia timur, Selasa, 8 Juni 2021.
Foto: AP/Darko Bandic
Seorang wanita berjalan berdiri di antara kuburan korban pembantaian Srebrenica, di pemakaman peringatan di Potocari, dekat Srebrenica, Bosnia timur, Selasa, 8 Juni 2021.

IHRAM.CO.ID, BELGRADE – Pada Ahad (11/7), ribuan orang di Bosnia-Herzegovina berkumpul untuk memperingati pembantaian Srebrenica 1995 yang merupakan satu-satunya genosida yang diakui di Eropa sejak Perang Dunia II.

Ribuan Muslim Bosnia pada 26 tahun lalu dibunuh secara brutal dan dimakamkan di Pemakaman Memorial Potocari. Korban termuda ialah Azmir Osmanovic yang berusia 16 tahun dan tertua adalah Husein Kurbasic berusia 63 tahun. Sebagian besar korban pembantaian diburu dan dieksekusi mati ketika mereka mencoba melarikan diri ke hutan terdekat setelah Srebrenica dikuasai oleh pasukan Serbia Bosnia pada 11 Juli 1995.

Lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia terbunuh ketika pasukan Serbia Bosnia menyerang Srebrenica pada Juli 1995 meskipun ada pasukan penjaga perdamaian Belanda. Pasukan Serbia berusaha merebut wilayah dari Muslim Bosnia dan Kroasia untuk membentuk sebuah negara.

Dewan Keamanan PBB menyatakan Srebrenica sebagai daerah aman pada musim semi tahun 1993. Namun, pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Mladic menyerbu zona PBB. Mladic kemudian dinyatakan bersalah atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida. Di sini, pasukan Belanda gagal bertindak. Akibatnya, 2.000 pria dan anak laki-laki pada tanggal 11 Juli 1995 tewas. Lebih dari 20.000 wanita dan anak-anak diusir secara paksa dari rumah mereka.

Sementara mayat korban, ditemukan di 570 wilayah berbeda di seluruh negeri. Pada tahun 2007, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan genosida telah dilakukan di Srebrenica. Pada tanggal 8 Juni, hakim pengadilan PBB menguatkan dalam persidangan tingkat kedua dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Mladic.

Dilansir Daily Sabah, Senin (12/7), air mata yang selalu mengucur di wajah Devla Ajsic menandakan agar ia tidak bisa diam lebih lama lagi. Saat Juli 1995, Ajsic berusia 21 dan sedang hamil tiga bulan. Pelecehan seksual ia alami di Srebrenica dan pasangannya dibuang bersama ribuan Muslim lain untuk dieksekusi.

Selama beberapa dekade, Ajsic tidak berbicara secara terbuka tentang kepiluan yang dia alami setelah pasukan Serbia Bosnia menyerbu kota Bosnia timur. “Saya menderita dalam diam selama 26 tahun. Saya tidak punya siapa pun untuk bercerita, tidak ada orang untuk berbagi rasa sakit saya. Saya tidak tahan lagi,” kata Ajsic yang sekarang berusia 47 tahun.

Ketika pasukan Serbia Bosnia merebut Srebrenica, sekitar 30 ribu penduduk Muslim yang ketakutan bergegas ke kompleks PBB di pintu masuk kota dengan harapan penjaga perdamaian PBB Belanda akan melindungi mereka. Namun, pasukan penjaga perdamaian yang kalah senjata dan kalah jumlah menyaksikan pasukan Serbia membawa sekitar 2.000 pria dan anak laki-laki dari kompleks untuk dieksekusi, memperkosa wanita, dan membawa wanita, anak-anak, serta orang tua.

Sebelum meninggalkan Srebrenica, Ajsic mengaku diperkosa dan disiksa selama tiga hari. “Mereka mengikat saya ke meja. Leher dan dada saya membiru karena memar. Saya tergeletak telanjang di meja itu,” ujar dia sambil menangis.

Ajsic mengatakan tentara Serbia membiusnya dan mengaburkan pikirannya. Dia sangat sadar, dia bukan satu-satunya wanita yang diikat dan menjadi sasaran pelecehan mengerikan di hanggar kompleks PBB yang dikuasai.

Perempuan Bosnia Srebrenica adalah kunci dari kasus-kasus yang diajukan terhadap PBB atas kegagalan pasukan Belanda untuk melindungi warga sipil pada tahun 1995. Menyusul keberhasilan ini, Parlemen Eropa mengadopsi resolusi untuk memperingati 11 Juli sebagai Hari Peringatan Genosida Srebrenica.

Bagi banyak wanita Srebrenica, meluruskan catatan sejarah tentang apa yang terjadi pada kerabat pria mereka telah menjadi tujuan hidup mereka.

“Kita harus terus berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan supaya mencegah generasi muda di Balkan terinfeksi oleh kebencian dan balas dendam,” kata Munira Subasic yang kehilangan suami dan putranya.

‘Saya berharap hati nurani dunia akan bangkit dan mereka akan melindungi kita, membantu kita mendapatkan undang-undang yang menentang penolakan genosida, menghindarkan kita dari pelanggaran dan penghinaan atas penolakannya,” tambahnya.

Meskipun pembantaian Srebrenica dicap sebagai genosida oleh pengadilan internasional dan nasional, pejabat Serbia dan Bosnia Serbia masih meremehkan atau menyangkal kejahatan tersebut. Para pemimpin politik Serbia Bosnia secara konsisten mencegah negara itu mengadopsi undang-undang yang akan melarang penolakan genosida dengan anggota kepresidenan Bosnia, Milorad Dodik, secara terbuka menggambarkan pembantaian Srebrenica sebagai mitos yang dibuat-buat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement