Rabu 14 Jul 2021 14:22 WIB

Ekonom: Kerugian dari Minol Berpotensi Mencapai 256 Triliun

Potensi tinggi kerugian minol berbanding terbalik keuntungan cukai hanya Rp 7 triliun

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah anggota satpol PP mengumpulkan kardus berisi botol minuman keras saat penggerebekan gudang minuman keras di kelurahan Jampirejo, Temanggung, Jawa Tengah. Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa dari perhitungan ekonomi studi dampak ekonomi minuman alkohol menunjukkan beban terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara berkisar 0,45 persen hingga 5,44 persen. Hal itu berdasarkan studi dari Montarat Thavorncharoensap pada 2009.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Sejumlah anggota satpol PP mengumpulkan kardus berisi botol minuman keras saat penggerebekan gudang minuman keras di kelurahan Jampirejo, Temanggung, Jawa Tengah. Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa dari perhitungan ekonomi studi dampak ekonomi minuman alkohol menunjukkan beban terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara berkisar 0,45 persen hingga 5,44 persen. Hal itu berdasarkan studi dari Montarat Thavorncharoensap pada 2009.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa dari perhitungan ekonomi studi dampak ekonomi minuman alkohol menunjukkan beban terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara berkisar 0,45 persen hingga 5,44 persen. Hal itu berdasarkan studi dari Montarat Thavorncharoensap pada 2009.

Ia pun mengambil contoh, apabila Indonesia membandingkan dengan Amerika Serikat, yakni sebesar 1,66 persen. Maka tingkat kerugian ekonomi terhadap alkohol pada 2020 yakni 1,66 persen dikalikan PDB 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun, hasilnya adalah Rp 256 triliun.

Baca Juga

"Jika mengambil batasan paling rendah yakni 0,45 persen, maka tingkat kerugian ekonomi Indonesia akibat alkohol sebesar Rp 69,4 triliun," ujar Bhima dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rabu (14/7).

Angka kerugian dari minuman beralkohol, kata Bhima, lebih tinggi ketimbang pendapatan negara dari sisi cukai yang hanya Rp 7,14 triliun. Apalagi, terdapat 61 jenis penyakit yang berasal dari minuman beralkohol.

"Minuman beralkohol terbukti di AS menjadi penyebab dari penyakit jantung. Di seluruh dunia terdapat 76 juta orang yang kecanduan minuman beralkohol," ujar Bhima.

Berdasarkan studi yang sama, minuman beralkohol juga memiliki dampak tidak langsung ke masyarakat. Beberapa di antaranta seperti kematian bayi prematur, penurunan produktivitas, biaya penahanan penjara naik karena kriminalitas meningkat, dan risiko pensiun dini karena penyakit.

"Dampak minuman beralkohol secara langsung adalah biaya kesehatan naik, biaya penelitian untuk mitigasi risiko negatif alkohol, biaya kerusakan properti akibat konsumsi minuman beralkohol, dan biaya lain-lain," ujar Bhima.

Ia mengambil kesimpulan, pelarangan minuman beralkohol dinilainya dapat menyelamatkan perekonomian. Sebab bisa menekan kerugian perekonomian, ketimbang benefit yang didapatkan negara dari alkohol.

"Dampak alkohol di antaranya yakni biaya kesehatan akan meningkat dari pembiayaan BPJS Kesehatan, biaya kriminalitas dan kekerasan yang diakibatkan alkohol, serta angka kecelakaan," ujar Bhima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement