Kamis 15 Jul 2021 04:30 WIB

Dampak Pemberitaan Keagamaan Bentuk Perilaku Masyarakat

Dampak Pemberitaan Keagamaan Bentuk Perilaku Masyarakat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Dampak Pemberitaan Keagamaan Bentuk Perilaku Masyarakat. Foto:   Rumah ibadah (Ilustrasi)
Dampak Pemberitaan Keagamaan Bentuk Perilaku Masyarakat. Foto: Rumah ibadah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemberitaan terkait keagamaan memiliki dampak yang luas yakni dapat membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat. Hal ini disebabkan karena karakter masyarakat Indonesia yang religius.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan, jurnalis lintas agama khususnya media keagamaan masih jarang diperhatikan. Padahal peran mereka sangat penting. Berdasarkan survei global tahun 2020 oleh lembaga penelitian internasional yang terkenal, menunjukkan Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar yang paling religius sedunia.

Baca Juga

"Kepercayaan kepada Tuhan penting bagi 96 persen penduduk Indonesia, sehingga pemberitaan terkait agama ikut membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat kita," kata Matius saat Webinar Sarasehan Jurnalis Lintas Agama bertema Peran Media Keagamaan Dalam Mewujudkan Harmonisasi Keberagaman, Rabu (14/7).

Ia menerangkan, media keagamaan yang seringkali dianggap media bagi kalangan sendiri sebenarnya berpengaruh melampaui kalangan umatnya sendiri. Karena konten media keagamaan itu membentuk cara pandang masyarakat terhadap yang berbeda agamanya. Bahkan mungkin media keagamaan lebih berpengaruh daripada media arus utama.

Matius juga menyoroti dampak pandemi Covid-19 yang semakin mempersempit ruang perjumpaan dan dialog antaragama. Sebenarnya sebelum pandemi terjadi, dialog antaragama sudah terbatas di kalangan tertentu saja. Bagi bangsa Indonesia yang sangat majemuk hal ini tentu berakibat fatal.

"Kita semakin merasa benar di lingkungan sendiri yang semakin sempit. Sarasehan (acara ini) menjadi sangat penting untuk memperbanyak dan memperlebar ruang-ruang perjumpaan. Hal ini perlu didukung bersama agar terus berkelanjutan dan semakin meluas," ujarnya.

Matius menambahkan, dalam sebuah konsep yang dinamakan literasi keagamaan lintas budaya, ada tiga kompetensi penting untuk mendukung kehidupan bersama yang damai dalam masyarakat yang majemuk agamanya. Pertama, memahami dengan baik agama dan keyakinan masing-masing terutama dalam hal memperlakukan yang berbeda.

Kedua, memahami agama dan keyakinan yang lain tetapi kuncinya memahami dari kacamata para pemeluknya. Ketiga, memahami kerjasama dengan yang berbeda agama atau berbeda keyakinan, sambil tetap menghargai perbedaan yang lain.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI), KH Marsudi Syuhud, menyampaikan, sesungguhnya dalam hal jurnalis, umat Islam telah dibimbing oleh Tuhan dengan firman-Nya. Firman-Nya berbunyi, ceritakanlah kepada publik atau publikasikanlah nikmat-nikmat dari Tuhanmu.

"Jadi yang diminta, disuruh dan didorong untuk mempublikasikan nikmat-nikmat dari Tuhan. Bahwa nikmat-nikmat dari Tuhan itulah yang dipublikasikan lebih kuat dan masif kepada masyarakat, itulah alasannya hari ini kita adakan sarasehan jurnalis lintas agama yang bertema peran media keagamaan dalam mewujudkan harmonisasi keberagaman," jelasnya.

Kiai Marsudi menegaskan, harmonisasi keberagaman termasuk nikmat dari Tuhan, nikmat ini tidak boleh berhenti dipublikasikan. Kalau tokoh agama atau orang yang mempunyai kesempatan untuk bisa menyampaikan kepada publik lewat tulisan, ucapan atau diskusi untuk pencerahan berhenti, maka yang terjadi adalah kondisi kocar-kacir. Karena hoaks, cerita bohong dan permusuhan akan menguatnya.

"Jalan keluarnya adalah nikmat-nikmat Tuhan harus diceritakan. Bagaimana bisa menceritakan kenikmatan kalau nikmat itu kita tidak ciptakan. Menciptakan harmonisasi kebangsaan dan harmonisasi keberagaman itu sudah sunnatullah, sudah dari sananya bahwa kita itu beragam, itu nikmat dari Allah. Kita beragam itu nikmat, maka berita akan nikmat-nikmat ini jangan diceritakan negatifnya, itu intinya," jelasnya.

Webinar Sarasehan Jurnalis Lintas Agama ini digelar Institut Leimena bersama Komisi Informasi dan Komunikasi MUI. Sejumlah narasumber yang hadir di antaranya Ketua MUI KH Masduki Baidlowi, Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Henriette T Hutabarat-Lebang, dan Tokoh Konghucu Js Kristan pada sesi pertama.

Di sesi kedua ada Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti, Program Manager DAAI TV Paulus Florianus, Penasehat Life Channel TV MNC Vision Jessica Tanoesoedibjo, dan Ketua Dewan Pers 2016-2019 Yosep Adi Prasetyo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement