Sabtu 17 Jul 2021 21:52 WIB

Pakar IPB Wakili RI Ulas Peran Zakat dan Wakaf di Dialog PBB

Di antara potensi domestik yang dimiliki Indonesia itu adalah zakat dan wakaf.

Dr Irfan Syauqi Beik (kiri bawah),  ahli Ekonomi Syariah IPB Univeristy hadir sebagai narasumber diskusi Islamic Social Financing as a Means to Achieve the SDGs yng diadakan oleh PBB secara daring,  Rabu (14/7).
Foto: Dok IPB University
Dr Irfan Syauqi Beik (kiri bawah), ahli Ekonomi Syariah IPB Univeristy hadir sebagai narasumber diskusi Islamic Social Financing as a Means to Achieve the SDGs yng diadakan oleh PBB secara daring, Rabu (14/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dalam upaya pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama dengan Islamic Development Bank (IDB) menggelar diskusi secara daring bertemakan “Islamic Social Financing as a Means to Achieve the SDGs”, Rabu (14/7). Dialog seri ke-3 tersebut membahas tentang peran keuangan sosial Islam dalam mencapai tujuan SDGs.

Ada dua negara dengan penduduk Muslim terbanyak yang termasuk dalam anggota G20 yaitu Indonesia dan Turki. Dalam diskusi ini, Indonesia membagikan pengalaman dalam mengelola institusi keuangan sosial Islam. Terutama yang berkaitan dengan perancangan program yang dapat berdampak kepada pencapaian SDGs.

Dr Irfan Syauqi Beik, ahli Ekonomi Syariah IPB Univeristy hadir sebagai pembicara mewakili Indonesia. Pemilihan Dr Syauqi didasarkan kepada track record pengalaman yang telah diampunya dalam membidangi Zakat Infaq Sadaqah dan Wakaf (Ziswaf). Dr Irfan pernah menjadi direktur Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan saat ini menjadi komisioner di Badan Wakaf Indonesia.

“Saya dalam kesempatan tersebut sharing mengenai peran-peran dari keuangan sosial Islam. Saya memulai pembahasan dari kondisi score SDG index kita yang pada tahun 2019 masih relatif belum terlalu baik, sehingga perlu untuk ditingkatkan. Nah, d  iantara cara untuk meningkatkan SDG index kita adalah dengan mengoptimalkan semua potensi domestik yang dimiliki oleh Indonesia. Dan diantara potensi domestik yang dimiliki Indonesia itu adalah zakat dan wakaf. Potensi zakat mencapai Rp 327 triliun atau sekitar 22 milyar dolar AS. Potensi wakaf kita untuk wakaf tanah mencapai Rp 2.000 triliun, sedangkan untuk wakaf uang sampai Rp 180 triliun,” ujar dosen IPB University ini seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dr Syauqi menerangkan bahwa terdapat tantangan dari sisi pengumpulan zakat dan wakaf yang berbeda jauh antara potensi dan realisasi yang terkumpul. Dari potensi zakat sebesar Rp 327 triliun ini (setara dengan 2,1 persen dari Produk Domestik Bruto/PDB Indonesia di tahun 2020), Indonesia baru dapat mengumpulkan Rp 12 triliun.

“Jadi belum mencapai lima persen, meskipun angka tersebut sudah naik empat kali lipat dibandingkan dengan tahun 2016. Demikian juga halnya dengan wakaf, terutama wakaf uang di  mana pengumpulan wakaf uang itu baru 0,5 persen dari total potensinya, yakni mencapai Rp 850 miliar. Jauh dari potensinya yang mencapai Rp 180 triliun. Dengan demikian, kita perlu melakukan banyak terobosan dan inovasi sehingga potensi ini dapat terus kita realisasikan dengan baik,” tambah penemu Metode CIBEST IPB University ini.

Dalam dialog tersebut dosen IPB University dari Departemen Ilmu Ekonomi Syariah ini menyampaikan desain dari program zakat dan wakaf. Program zakat dibagi menjadi dua pendekatan yaitu program yang sifatnya konsumtif dan ada program yang sifatnya produktif.

Program zakat yang sifatnya konsumtif merupakan program jangka pendek dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahiq (para penerima zakat) yang bersifat mendesak. Sementara program zakat yang sifatnya produktif bertujuan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang mustahiq dan meningkatkan kemampuan mereka dalam menghasilkan sumber pendapatan berkelanjutan.

Adapun pada wakaf, design program wakaf itu terbagi menjadi dua kelompok yakni menggunakan pendekatan sosial murni yang tidak ada unsur laba atau profit di dalamnya. Yang kedua adalah pendekatan yang sifatnya produktif atau komersial. Meski komersial, ujungnya adalah manfaat wakaf akan kembali pada para penerima manfaat atau mauquf ‘alaih, yang prioritasnya tentu adalah kaum dhuafa. Semua program zakat dan wakaf tersebut didesain untuk mencapai tujuan SDGs.

“Audiens yang hadir selain sejumlah petinggi PBB dan IDB, juga ada perwakilan negara anggota PBB dan IDB, serta lembaga stakeholder strategis lainnya seperti lembaga filantropi dunia. Alhamdulillah apresiasi dari audiens cukup positif terhadap pengalaman Indonesia termasuk dari petinggi United Nation (UN) yang hadir di acara tersebut,” tutup Dr Irfan Syauqi, peraih Penghargaan Tokoh Pendukung Kebangkitan ZISWAF dari Lembaga Amil Zakat (Laznas) Yatim Mandiri ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement