Senin 19 Jul 2021 07:18 WIB

Covax Dinilai Gagal Bertindak Cepat Salurkan Vaksin

Aliansi vaksin Gavi tak mempunyai uang tunai buat membeli vaksin dalam jumlah besar.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Vaksin Covid-19 (ilustrasi).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Vaksin Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Covax sebagai aliansi global untuk akses setara dalam vaksin Covid-19 dinilai gagal bertindak cepat. Lembaga ini kesulitan mencapai target dan tujuan awal yang sebelumnya telah direncanakan.

“Seiring berjalannya waktu dan menjadi jelas kandidat vaksin mana yang akan menjadi pesaing utama dan mana yang paling mungkin berhasil, pemerintah yang memiliki sumber daya pergi dan membeli persediaan. Covax tidak dalam posisi untuk melakukan itu " kata kepala eksekutif CEPI Dr. Richard Hatchett,

Baca Juga

Organisasi yang didukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) , CEPI, aliansi vaksin Gavi dan Gates Foundation, tidak memiliki uang tunai. Tanpa uang tunai itu tidak dapat mengamankan kontrak memperoleh vaksin.

“Kami mendekati lembaga pembiayaan internasional, termasuk Bank Dunia dan (International Finance Corporation) tentang melakukan investasi tersebut dan mereka tidak bersedia melakukan itu,” kata Hatchett.

CEPI akhirnya menginvestasikan sekitar 1,5 miliar dolar AS. Jumlah ini jauh lebih sedikit daripada yang mungkin dapat dilakukan oleh lembaga keuangan besar.

COVAX melewatkan tujuannya sendiri untuk memulai vaksinasi di negara-negara miskin pada saat yang sama dengan negara-negara kaya. Lembaga ini akhirnya mengirimkan vaksin pada 24 Februari, ke Ghana. Dalam pengiriman tersebut sejumlah 600 ribu dosis AstraZeneca yang diproduksi oleh Serum Institute of India dan diangkut oleh pesawat UNICEF.

Pada tanggal itu, 27 persen populasi di Inggris telah divaksinasi, 13 persen di AS, 5 persen di Eropa. Kondisi ini sangatlah jauh dengan Afrika yang 0,23 persen di Afrika, itu pun dengan kesepakatan mandiri.

Bagi kepala Progam HIV/AIDS PBB (UNAIDS), Winnie Byanyima, kondisi kesulitan penyaluran vaksin untuk negara berkembang adalah parodi. Kondisi ini tanda bahwa dunia hanya belajar sedikit dalam beberapa dekade sejak pandemi AIDS dikendalikan di AS, hanya untuk membunuh jutaan orang di Afrika karena perawatan tidak terjangkau.  "Obat-obatan harus barang publik global, bukan hanya seperti tas tangan mewah yang Anda beli di pasar," ujar Byanyima.

COVAX telah mengirimkan hanya 107 juta dosis, dan sekarang terpaksa bergantung pada donasi yang tidak pasti dari negara-negara yang memilih vaksin lebih. Padahal mereka mungkin lebih memilih untuk menyumbang langsung kepada yang membutuhkan, sehingga mereka dapat menerima kredit secara langsung.

Di sisi lain, menurut Aliansi Vaksin Rakyat,virus korona telah menciptakan sembilan miliarder baru. Sebanyak enam teratas terkait dengan vaksin mRNA yang berhasil.

Banyak pejabat kesehatan masyarakat telah mendorong transfer teknologi selama pandemi. Gates Foundation yang awalnya menolak telah mengubah posisi untuk mendukung dalam berbagi.

Negosiator utama Uni Eropa untuk kontrak vaksin Dr. Clemence Auer, mengatakan pertanyaan tentang memaksa perusahaan farmasi agar menangguhkan hak kekayaan intelektual vaksin untuk meningkatkan pasokan vaksin di seluruh dunia bahkan tidak pernah muncul. “Kami memiliki mandat untuk membeli vaksin, bukan untuk berbicara tentang kekayaan intelektual,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement