Senin 19 Jul 2021 22:33 WIB

Kenalkah Anda dengan Timbuktu? (II-Habis)

Pada masa keemasannya, ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh sangat pesat di Timbuktu

Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).
Foto: nfvf.co.za
Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID, Pada masa keemasannya, ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh sangat pesat di Timbuktu. Rakyat begitu gemar membaca buku. Sejarawan Eropa, Leo Africanus mengungkap, permintaan buku di Timbuktu sangat tinggi.

Setiap orang berlomba membeli dan mengoleksi buku. Alhasil, perdagangan buku di kota itu menjanjikan keuntungan yang lebih besar dibanding lainnya.

Baca Juga

Pada era keemasan itu, Timbuktu dikendalikan oleh dinasti baru dari Songhai bernama Askias yang beragama Islam. Karena dia seorang Muslim, Timbuktu pun mengadopsi cara pembelajaran Islami. Alquran, hadis, dan hukum Islam dipelajari dan diajarkan di berbagai lembaga pendidikan, baik untuk anak-anak dan dewasa.

Masjid Sankore menjelma menjadi pusat pembelajaran Alquran sekaligus pusat perdagangan yang berkembang pesat. Emas dan gading diperjualbelikan, seperti halnya keramik, tekstil, dan manik-manik.

 

Pada 1325 M, Timbuktu mulai dikuasai Raja Mali, Mansa Mussa (1307-1332). Raja yang kaya raya ini sangat terkesan dengan warisan Islam di kota itu. Maka, muncullah keinginan di benaknya untuk membangun masjid. Alkisah, sepulang menunaikan haji, ia membawa seorang arsitek terkemuka asal Mesir bernama Abu Es Haq Es Saheli

Mansa Musa menggaji arsitek itu dengan 200 kg emas untuk membangun Masjid Jingaray. Pada masa kekuasaannya, Musa juga membangun masjid di Djenne dan masjid agung di Gao yang kini hanya tersisa fondasinya saja.

Cerita indah tentang Timbuktu membuat Maroko tertarik. Pada 1590, sebuah pasukan di bawah pimpinan Jenderal Judar Pasha mulai bergerak melintasi gurun. Dalam sebuah pertempuran, pasukan tersebut berhasil menaklukkan pasukan Songhai. Hal ini membuka kesempatan bagi Maroko untuk mengambil alih kendali kota ini. Penguasa baru ini memaksa banyak cendekiawan Muslim meninggalkan Timbuktu.

Setelah berakhirnya penguasaan Maroko, Timbuktu secara perlahan namun pasti memasuki masa-masa kelam. Kota ini tak lagi memiliki peran penting dalam catatan sejarah. Kondisi menyedihkan itu terus bertahan hingga saat ini. Timbuktu kini tak lebih sebagai kota terpencil yang tak punya daya. Sungguh kontras dengan Timbuktu pada sembilan abad silam ketika kota itu menjelma menjadi salah satu pusat peradaban Islam. n c60 ed: wachidah handasah

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement