Rabu 21 Jul 2021 18:44 WIB

Apindo : Buat Kebijakan Fiskal Demi Dorong Daya Beli

Selama ini pelaku usaha belum terlalu merasakan efek keringanan pajak.

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Pengunjung berjalan di area pusat perbelanjaan Boxies123 Mall, Tajur, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/6/2021). Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengharapkan insentif keringanan pajak dari pemerintah menyusul rencana pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro) yaitu pembebasan PPN serta penghapusan sementara pajak-pajak yang bersifat final seperti misalnya PPN dan PPh final atas sewa serta biaya penggantian listrik.
Foto: ARIF FIRMANSYAH/ANTARA
Pengunjung berjalan di area pusat perbelanjaan Boxies123 Mall, Tajur, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/6/2021). Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengharapkan insentif keringanan pajak dari pemerintah menyusul rencana pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro) yaitu pembebasan PPN serta penghapusan sementara pajak-pajak yang bersifat final seperti misalnya PPN dan PPh final atas sewa serta biaya penggantian listrik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meminta pemerintah membuat kebijakan fiskal terkonsolidasi. Tujuannya agar dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Kebijakan yang dimaksud, kata dia, bisa melalui program jaminan sosial maupun insentif bagi pelaku usaha. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meringankan beban masyarakat apabila Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat terus diperpanjang.

Hariyadi mengatakan, selama ini pelaku usaha belum terlalu merasakan efek keringanan pajak, baik yang diberikan pemerintah pusat atau pun pemerintah daerah (pemda).

“Keringanan pajak dari pemerintah pusat itu untuk Pajak Penghasilan (PPh) 25 dan Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk karyawan. Dapat kami sampaikan memang pemanfaatan insentif sudah banyak yang mengambil, tapi kami melihat bagi industri yang terdampak nggak banyak terpengaruh,” kata dia dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/7).

Perusahaan, sambungnya, tetap harus menyetor PPh 25 meski mengalami kerugian. Sebab, pemungutan PPh 25 diangsur setiap bulan, sementara kerugian atau keuntungan usaha baru diketahui pada akhir tahun.

Ia melanjutkan, peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) PPh 21 yang pada 2020 menjadi Rp 200 juta pun tidak banyak menolong pengusaha. Sebab, penghasilan karyawan di perusahaan yang terdampak Covid-19 bahkan tidak sampai Rp 200 juta.“Jadi yang banyak menikmati itu perusahaan-perusahaan yang nggak terdampak,” kata dia.

Sementara, terkait pajak daerah, setiap pemda memberikan kebijakan berbeda. Secara umum, lanjutnya, hanya sedikit pemda yang meringankan pajak pengusaha. "Misal di Jakarta yang memberi diskon 20 persen tapi di ujung tahun. Jadi tidak maksimal karena perusahaan sudah bayar sebelumnya," tutur Hariyadi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement