Jumat 23 Jul 2021 05:05 WIB

Israel Diminta Hentikan Ekspor Teknologi Mata-Mata

Israel diminta untuk menangguhkan ekspor teknologi mata-mata atau spyware

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Spyware (ilustras)
Foto: PxHere
Spyware (ilustras)

IHRAM.CO.ID, TELAVIV--Organisasi internasional, Reporters Without Borders (RSF) telah mendesak Israel untuk menangguhkan ekspor teknologi mata-mata atau spyware ke berbagai pihak. Desakan ini muncul di tengah klaim bahwa teknologi itu digunakan untuk menargetkan lebih dari selusin kepala negara dan ratusan orang.

Awal pekan ini sebuah daftar bocor dari sekitar 50.000 nomor telepon yang diyakini telah dipilih oleh klien NSO Group Israel untuk kemungkinan mata-mata menurut upaya pelaporan internasional.

"Memungkinkan pemerintah untuk memasang spyware yang digunakan dalam praktik untuk memantau ratusan sumbangan dan sumbernya di seluruh dunia menimbulkan masalah umum demokrasi yang besar," kata sekretaris RSF-Christophe Deloire dalam sebuah pernyataan dilansir dari Aljazeera, Rabu (21/7).

“Kami meminta Perdana Menteri Israel Naftali Bennett untuk segera memberlakukan moratorium ekspor teknologi pengawasan sampai kerangka peraturan perlindungan telah ditetapkan,” tambahnya.

Program unggulan NSO, Pegasus, dapat meretas ponsel tanpa sepengetahuan pengguna, memungkinkan klien membaca setiap pesan, melacak lokasi pengguna, dan memanfaatkan kamera dan mikrofon ponsel. NSO memiliki kontrak dengan 45 negara dan mengatakan kementerian pertahanan Israel harus menyetujui kesepakatannya.

Pelaporan oleh outlet media termasuk The Guardian, Le Monde dan The Washington Post menemukan bahwa hampir 200 orang ada dalam daftar.

Daftar itu dibagikan kepada outlet berita oleh jurnalisme non profit Forbidden Stories yang berbasis di Paris dan kelompok hak asasi manusia Amnesty International.

Daftar yang bocor didominasi oleh nomor dari 10 negara, seperti Azerbaijan, Bahrain, Hongaria, India, Kazakhstan, Meksiko, Maroko, Rwanda, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Mereka yang mungkin diawasi termasuk Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan pemimpin oposisi India Rahul Gandhi.

Juru bicara NSO, Bennett dan Menteri Pertahanan Benny Gantz tidak menanggapi pertanyaan dari kantor berita AFP pada hari Rabu (21/7). NSO adalah raksasa teknologi Israel dengan 850 karyawan.

Sementara CEO NSO Shalev Hulio, 39, membantah dalam sebuah wawancara dengan radio 103FM Israel pada hari Selasa bahwa perusahaannya terlibat dalam mata-mata massal. Dia mengatakan NSO tidak memiliki koneksi ke daftar ribuan nomor telepon.

Puluhan negara dilaporkan telah membeli teknologi Israel. “Dari setiap Rp 1,3 juta yang diinvestasikan dalam pertahanan siber di seluruh dunia, Rp 594 ribu di antaranya diinvestasikan di perusahaan pertahanan siber Israel,” katanya.

“Kami sebagai pemerintah, kami sebagai bangsa, harus membela diri,” tambah Bennett.

Dia menyarankan minat global pada teknologi Israel tetap kuat, dengan mengatakan "lusinan negara" menandatangani memorandum untuk mendapatkan alat Israel yang bertahan dari serangan siber.

Pada hari Selasa, Gantz mengatakan Israel menyetujui ekspor teknologi hanya kepada pemerintah secara eksklusif untuk tujuan mencegah dan menyelidiki kejahatan dan terorisme. Dia mengatakan Israel sedang "mempelajari" publikasi terbaru tentang masalah ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement