Ahad 25 Jul 2021 10:57 WIB

Kisah Mencari Leluhur Muslim Indonesia dan Tunisia di Eropa

Bagaimana perasaan anak Muslim di Eropa kala tumbuh dan menghadapi krisis identitas

Film pendek
Foto: journal.alchemiya.com
Film pendek

IHRAM.CO.ID, Nadir Nahdi lahir dan besar di London. Leluhur, atau 'nenek', meninggal ketika dia berusia tiga atau empat tahun dan yang dia tahu tentang dia adalah bahwa dia adalah orang Indonesia yang telah bermigrasi ke Kenya saat remaja.

Setelah orang tuanya pada gilirannya bermigrasi dari Kenya ke Inggris dan warisan mereka bercampur. Selain Indonesia, ayah Nadir juga keturunan Yaman dan Kenya dan ibu Nadir adalah orang Pakistan.

Situasi ini jelas tidak mudah bagi Nadir: “Saya tumbuh dengan identitas saya dalam krisis,” katanya. “Seorang bocah London yang tidak pernah merasa cukup untuk menjadi apa pun. Saya tidak cukup Barat untuk menjadi Barat, cukup Timur untuk menjadi Timur. Saya tumbuh dengan mendambakan rasa memiliki, mencari tempat untuk merasa seperti di rumah.”

Dia menemukan banyak dari rekan generasinya dibatasi oleh dinamika ini dan oleh label yang terus-menerus melekat pada mereka oleh orang lain. Keduanya memiliki dampak negatif pada kepercayaan diri dan kecerdikan mereka, dan ini menginspirasi Nadir untuk mendirikan BENI, sebuah platform mendongeng online di mana kaum muda dapat terlibat, berkolaborasi, dan mendefinisikan diri mereka sendiri melalui kreativitas.

Organsasi ini bersifat global dan merupakan bagian dari pergeseran generasi menuju mereka yang tumbuh dengan media sosial dan sepenuhnya merangkul potensi besar teknologi kolektif dan kreatif. Selain sebagai pendiri perusahaan kreatif ini, Nadir adalah seorang produser dengan kehadiran besar di media sosial sebagai influencer dan pembuat perubahan.

Namun, ia tampil di Alchemiya sebagai pembuat film dan film pendeknya, Finding Nenek: Gadis Berbaju Batik, menceritakan kisah yang sangat pribadi tentang perjalanan ke Indonesia untuk mengetahui lebih banyak tentang nenek dari pihak ayah.

photo
Ali Nadir dalam film pendek Mencari Nenek - (journal.alchemiya.com)
 
Tenggelam Budaya Batik Indonesia
 
Sebelum Nadir memulai perjalanannya, Nadir terlebih dahulu berbicara dengan ayahnya yang juga mengungkapkan kesedihannya sendiri bahwa dia tidak pernah tahu banyak tentang kehidupan awal ibunya di Indonesia.  Namun, dia mencatat bahwa semua itu bukan sesuatu yang pernah dia bicarakan tentang dirinya sendiri dan karenanya memang tidak terpikir olehnya untuk menanyakannya tentang hal itu.
 
Maka ini berarti bahwa Nadir memulai perjalanannya hanya dengan beberapa foto neneknya termasuk salah satu di mana dia mengenakan gaun bermotif batik judulnya. Gaun ini adalah bagian pertama dari teka-teki, dan dia bertemu dengan pengrajin batik yang dia harap bisa memberinya beberapa petunjuk tentang neneknya hanya dari apa yang dia kenakan. Batik bukan hanya pola yang dicetak di atas kain. Dapat berisi desain dan motif tertentu yang juga merupakan pengenal daerah, asal usul dan status sosial.
 
Akibatnya, dalam film pendek itu, saat Nadir pergi melintasi Indonesia  maka tergambarlah sebuah kisah keluarga yang tenggelam dalam kekayaan, keindahan dan suara lanskap, budaya, dan masyarakat Indonesia. Film ini juga merupakan perjalanan emosional dan di mana pertanyaan dan keraguan tentang identitas, penemuan, dan rasa memiliki tak terelakkan masuk dan keluar dari gambaran saat berbagai peristiwa terungkap dengan cepat.
 
Hal tersebut membuat film 'Mencari Nenek' ini tidak hanya sangat mengharukan tetapi juga relevan bagi siapa saja yang hidup dengan latar belakang banyak budaya dan kompleksitas serta seringkali dengan suara polemik yang dapat menyertainya.
 
Dan memang menavigasi jalan seperti itu tidak mudah dan apa yang dilakukan Nadir di film ini adalah menyoroti pentingnya mengetahui tentang kehidupan orang-orang yang mendahului Anda. Kisah-kisah mereka dapat membantu menciptakan fondasi yang stabil di mana identitas Anda yang berbeda dapat hidup berdampingan.
 
Untuk alasan itu dan lainnya, film ini sangat penting bagi seluruh keluarga Nadir. Dalam sebuah wawancara pada tahun 2018, dia mengatakan bahwa menonton film untuk pertama kalinya sebagai sebuah keluarga adalah sangat beriai katarsis. “Rasanya seperti sesi terapi dan itu benar-benar luar biasa karena saya pikir banyak ketidaktahuan, ambiguitas warisan kita cukup merusak kesehatan mental kita. Ini benar-benar traumatis. Pada saat itu, ketika pertanyaan-pertanyaan tertentu dijawab, kami datang bersama untuk seseorang yang ayah saya cintai.”
 
Dan film pun berakhir dengan banyak pertanyaan yang dijawab. Namun, sejak itu Nadir mengetahui lebih banyak tentang neneknya, mengapa dia meninggalkan Indonesia dan kisah pertemuan kakeknya. 
 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement