Rabu 28 Jul 2021 05:09 WIB

Asbihu NU Soroti Pembagian Nilai Manfaat Dana Abadi Umat

BPKH malah hanya membagi-bagikan nilai manfaat Dana Abadi Umat

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Subarkah
Muktamar Asbihu NU di Pesantren Khas Kempek, Cirebon.
Foto: ROL/Agung Sasongko
Muktamar Asbihu NU di Pesantren Khas Kempek, Cirebon.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Asosiasi Bina Haji dan Umroh Nahdlatul Ulama (Asbihu NU), KH Hafidz Taftazani menyoroti Dana Abadi Umat (DAU) yang kini dikelola oleh Badan Pengelola Keuang Haji (BPKH).

Sebelum berlakunya UU No. Nomor 34 tahun 2014, menurut dia, DAU diperoleh dari hasil pengembangan atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji yang ketika dikelola oleh Kementerian Agama nominalnya sudah mencapai triliunan rupiah.

“Sekarang DAU dikendalikan oleh BPKH, padahal BPKH hanya sekadar menerima dari Kementerian Agama, kemudian sekarang malah membagi-bagikan nilai manfaat DAU, ini sungguh sangat disayangkan,” ujar Kiai Hafidz dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (27/7).

Menurut Kiai Hafidz, BPKH tidak mengetahui asal muasal DAU hingga terkumpul triliunan rupiah. Namun, tiba-tiba BKPH dengan hanya menggantungkan kepada undang-undang membagikan nilai manfaat DAU tersebut, bahkan secara tidak merata dan tidak proporsional.

“Harusnya yang berhak membagi-bagikan adalah kementerian Agama, karena yang tahu persoalan keuamatan ya Kementerian Agama,” ucapnya.

Oleh karena itu, menurut Kiai Hafidz, banyak orang yang merasa khawatir dengan dibagikannya DAU oleh BKPH. “Jangan sampai sekarang DAU digunakan hanya untuk memback-up kegiatan BPKH sehingga BPKH tidak mendapatkan kritik oleh siapapun karena umat itu sudah diberikan uang dari DAU. Sehingga pengertian masyarakat seakan-akan itu adalah uang daripada hasil pengelolaan BPKH,” katanya.

"Apalagi BPKH masa jabatan periode sekarang sudah mau habis, jangan sampai itu dijadikan satu pencitraan,"imbuhnya.  

Kiai Hafidz menjelaskan bahwa uang yang ada di DAU adalah uang dari hasil pengembangan dan atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji  yang sejak zaman dulu dikelola dengan hati-hati oleh kementerian Agama.

“Pada saat terjadi optimalisasi DAU nilainya sudah triliunan dan Kemenag sebagai yang memahami keumatan, baru sekali membagikan ke masjid-masjid dengan bagian yang sangat merata, tidak ada satu pun pembagian yang besar untuk kepentingan apapun. Jadi benar-benar untuk kepentingan keumatan,” jelasnya.

Namun setelah dipegang oleh BPKH, kata dia, uang dana abad umat tersebut dibagikan secara tidak proporsional dan disinyalir hanya mengalir ke beberapa lembaga saja. “Masa ada satu organisasi profesi mendapatkan Rp 10 miliar. Padahal banyak organisasi kecil, ormas-ormas Islam yang perlu di bantu sangat banyak. Ya kalau yang dapat Rp 10 Miliar atau lebih itu adalah NU atau Muhammadiyah tidak apa-apa karena itu sudah jelas organisasi keumatannya yang tidak diragukan lagi,” katanya.

Namun, tambah dia, BPKH hanya membagikannya ke beberapa organisasi saja, sehingga banyak sekali yang merasa kecewa. “Jika DAU digunakan untuk hal seperti itu, maka sebelum uang ini terbagi kepada hal-hal menurut sebagian orang tidak proporsional, sebaiknya undang-undang perhajian dan undang-undang keuangan haji dikembalikan kepada undang-undang sebelumnya atau kembali kepada Kementerian Agama,” ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement