Kamis 29 Jul 2021 12:42 WIB

Legislator: Pencopotan Danlanud JA Dimara tidak Cukup

Perlu ada pembenahan internal dan menyeluruh pada TNI di Papua.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi I DPR RI asal dapil Papua, Yan Permenas Mandenas, mengapresiasi langkah TNI AU yang segera mencopot Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham (JA) Dimara di Merauke Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat terkait insiden kekerasan yang dilakukan dua oknum TNI AU terhadap seorang pria Papua. Namun, Yan menilai pencopotan saja tidak cukup dan tidak menyelesaikan masalah. (Foto: Yan Permenas Mandenas)
Foto: Dok DPR
Anggota Komisi I DPR RI asal dapil Papua, Yan Permenas Mandenas, mengapresiasi langkah TNI AU yang segera mencopot Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham (JA) Dimara di Merauke Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat terkait insiden kekerasan yang dilakukan dua oknum TNI AU terhadap seorang pria Papua. Namun, Yan menilai pencopotan saja tidak cukup dan tidak menyelesaikan masalah. (Foto: Yan Permenas Mandenas)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI asal dapil Papua, Yan Permenas Mandenas, mengapresiasi langkah TNI AU yang segera mencopot Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham (JA) Dimara di Merauke Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat terkait insiden kekerasan yang dilakukan dua oknum TNI AU terhadap seorang pria Papua. Namun, Yan menilai pencopotan saja tidak cukup dan tidak menyelesaikan masalah.

"Perlu ada pembenahan secara internal dan menyeluruh." kata Yan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Kamis (29/7). 

Baca Juga

Yan juga mendorong adanya pembenahan dari internal TNI mengenai cara pandang terhadap tindakan rasisme. Ia juga berharap agar TNI juga mengembangkan pola pikir terbuka atas setiap individu.

 "Selanjutnya, proses hukum harus tetap berjalan. Keadilan perlu ditegakkan dengan menindak tegas para pelaku. Ini untuk keadilan kemanusiaan dan sebagai upaya mencegah hal serupa terjadi," ujarnya.

Ia mengecam keras tindakan kekerasan tersebut. Sebab, menurut dia, peristiwa tersebut bukanlah yang pertama kali.

“Masalahnya adalah kejadian ini bukan yang pertama kali, dan selalu berulang di kemudian hari. Masih dalam ingatan, kasus rasisme di Malang dan Surabaya yang berujung pada kriminalisasi mahasiswa Papua, demo serentak di Papua, hingga pemutusan sinyal internet oleh negara. Kini, ingatan atas itu muncul jelas kembali," ucapnya.

Politikus Partai Gerindra itu juga melihat insiden tersebut tak semata tindak kekerasan, tapi juga simbol perendahan martabat, rasisme, dan diskriminasi. Tindakan tersebut juga dinilai mencoreng nama baik institusi TNI dan wajah negara di hadapan orang Papua. 

Dia juga menyatakan bahwa berulangnya kejadian serupa terlebih melibatkan aparat mengindikasikan bahwa adanya pelanggengan rasisme dari sisi struktural dan budaya oleh oknum dalam institusi negara. “Atas dasar apa mereka bertindak seperti itu?” katanya.

Menurut Yan, ini adalah bentuk pikiran rasis, yang mana merasa diri superior sehingga berhak 'menindas' orang karena orang lain penyandang identitas tertentu yang dianggap lebih inferior sehingga dianggap pantas 'ditindas'. "Padahal, jelas secara prinsip moral dan konstitusi, tidak boleh ada seorang pun yang boleh diperlakukan secara tidak adil, direndahkan martabatnya, apalagi disiksa dan diperlakukan secara keji seperti itu, tanpa proses hukum,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement