Sabtu 31 Jul 2021 07:44 WIB

Tracing Covid-19 Jatim Tercatat Rendah, Ini Penjelasannya

Data tracing Covid-19 Jatim tercatat rendah.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agung Sasongko
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (tengah) bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kanan) meninjau vaksinasi massal COVID-19 di kawasan monumen Simpang Lima Gumul, Kediri, Jawa Timur, Kamis (10/6/2021). Dalam kesempatan tersebut, Kapolri, Panglima TNI, dan Gubernur Jawa Timur berharap masyarakat tetap menjaga protokol kesehatan meskipun telah divaksin agar pandemi COVID-19 segera berlalu.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (tengah) bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kanan) meninjau vaksinasi massal COVID-19 di kawasan monumen Simpang Lima Gumul, Kediri, Jawa Timur, Kamis (10/6/2021). Dalam kesempatan tersebut, Kapolri, Panglima TNI, dan Gubernur Jawa Timur berharap masyarakat tetap menjaga protokol kesehatan meskipun telah divaksin agar pandemi COVID-19 segera berlalu.

IHRAM.CO.ID, SURABAYA --  Data yang terekam di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), data penelusuran kontak erat pasien Covid-19 atau tracing Jatim masuk kategori rendah. Bahkan ada satu daerah yang tingkat tracing kontak erat pasien Covid-19 tercatat nol.

Hal itu diungkap Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. "Di dalam capture Kementerian Kesehatan, tracing di Jawa Timur ini kategori sangat kecil, sangat rendah. Kalau satu pasien menurut WHI harus 15 orang ditracing, kita ini ada satu daerah yang nol," kata Khofifah dalam forum Gerakah Aksi Bersama Serentak Tanggulangi (Gebrak) Covid-19 yang diselenggarakan Universitas Airlangga (Unair) secara virtual, Jumat (30/7).

Baca Juga

Khofifah mengaku langsung mengkonfirmasi kepada kepala daerah yang bersangkutan. Hal itu pun langsung dibantah oleh kepala daerah tersebut. Dalam upaya mencari permasalahannya, Khofifah mengaku mencoba menemui bidan desa. Para bidan desa itu pun mengaku telah melakukan penelusuran kontak erat pasien terkonfirmasi positif Covid-19.

Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, kata Khofifah, masalah utamanya adalah saat telah melakukan pelacakan kontak erat pasien Covid-19, petugas tidak langsung mengentri data ke Aplikasi Silacak. Sehingga proses tracing yang dilakukan tidak tercatat di Kementerian Kesehatan.

Prosea entri data tersebut, kata Khofifah, selayaknya dilakukan Babinsa dan Babinkamtibmas. "Memang Babinsa dan Babinkamtibmas yang diminta turun, problem mereka adalah entri data ke Silacak. Jadilah kemudian format tracing Jawa Timur, kecuali Surabaya, tercat rendah," ujar Khofifah.

Khofifah menerangkan, untuk rata-rata tingkat pelacakan kontak erat ketika ada pasin terkonfirmasi positif Covid-19 di Jatim di angka 1:4. Artinya ketika ada satu pasien terkonfirmasi positif, dilakukan pelacakan terhadap empat orang kontak eratnya. Bahkan di beberapandaerah ada yang 1:8 dan khusus Surabaya mencapai 1:11. 

"Surabaya bahkan sudah bisa 1:11 terakhir. Itu dengan relawan 3.000 orang. Di Surabaya mempunya relawan yang membantu bagaimana mereka bisa entri ke Silacak. Daerah lain yang tidak punya relawan tidak mudah untuk bisa ngentri ke Silacaak," ujar Khofifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement