Selasa 03 Aug 2021 07:00 WIB

Studi: Larangan Trump Bahayakan Kesehatan Muslim AS

Terdapat peningkatan pasien Muslim di rumah sakit darurat Minnesota.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Studi: Larangan Trump Bahayakan Kesehatan Muslim AS. Aksi ekspatriat memprotes kebijakan presiden Trump atas larangan sementara terhadap tujuh negara mayoritas Muslim ke AS.
Foto: AP
Studi: Larangan Trump Bahayakan Kesehatan Muslim AS. Aksi ekspatriat memprotes kebijakan presiden Trump atas larangan sementara terhadap tujuh negara mayoritas Muslim ke AS.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW HAVEN -- Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Yale, Amerika Serikat mengungkapkan aturan larangan masuknya Muslim yang diberlakukan oleh eks presiden Donald Trump berkontribusi pada peningkatan pasien Muslim di rumah sakit darurat Minnesota.

Penelitian tersebut dilakukan setahun setelah aturan itu dikeluarkan dan melibatkan lebih dari 250 ribu orang di daerah Minneapolis-St Paul. Ada 232 orang yang masuk dalam unit gawat darurat dari negara-negara yang menjadi sasaran larangan itu.

Baca Juga

Sebelum larangan Muslim sudah banyak orang yang mengunjungi perawatan primer dan mendapat diagnosis stres dari negara-negara mayoritas Muslim yang meningkat. Tapi pada tahun berikutnya, ada sekitar 101 janji perawatan primer yang terlewatkan.

“Temuan ini mungkin mencerminkan tekanan kumulatif yang meningkat karena berbagai kebijakan yang membatasi dan semakin tidak bersahabat terhadap imigran dan pengungsi Muslim di AS,” kata studi tersebut.

Karena penelitian dilakukan hanya di satu wilayah metropolitan dan sampelnya sebagian besar terdiri dari anggota komunitas Somalia, analisis tersebut tidak mewakili semua kelompok yang ditargetkan oleh larangan Muslim. Namun, di daerah dengan populasi pengungsi dan imigran yang lebih kecil dan sumber daya sosial yang lebih sedikit, dampak kesehatan negatif di sana bisa menjadi lebih buruk. Studi diterbitkan oleh Journal of American Medical Association (Jama) yang dilakukan oleh Universitas Yale dan Universitas Brown. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement