Rabu 04 Aug 2021 20:53 WIB

Peran Penting Wakaf di Ekosistem Ekonomi Syariah Indonesia

Saat ekosistem ekonomi syariah dapat terwujud dalam waktu yang tidak lama lagi.

Ilustrasi Wakaf
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Wakaf

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bobby P. Manullang, Ketua Forum Wakaf Produktif GM Fundraising Wakaf Dompet Dhuafa

JAKARTA -- Wakaf sejatinya merupakan sebuah pesan untuk ekonomi produktif. Setidaknya ini sesuai dengan tonggak sejarah wakaf yakni saat Sayyidina Umar Bin Khattab datang kepada Rasulullah SAW untuk menyerahkan tanahnya di Khaibar. Tanah itu diserahkan untuk disedekahkan di jalan Allah kepada Baginda Rasulullah.

Namun Ketika itu Rasulullah menolak dan memberikannya kembali kepada Umar seraya berpesan agar terus mengelola lahan tersebut. Rasulullah berpesan agar yang tumbuh di atas tersebut dialirkan kepada para mawkuf alaihi, para pengelola, dan keluarga Umar yang masih membutuhkan. Jadi jelaslah inti dari pesan sejarah ini bahwa wakaf hendaklah dikelola secara produktif dan berkesinambungan.

Seperti yang kita ketahui, World Giving Index menyatakan tingkat kedermawanan orang Indonesia adalah tertinggi di dunia (the most generous people in the world). Ini menandakan passion orang Indonesia dalam dunia filatropi cukuplah tinggi.

Namun sangat disayangkan kedermawanan ini tidak diiringi oleh tingkat literasi soal wakaf yang memadai. Tentu saja pada akhirnya kondisi ini berujung kepada rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam berwakaf.

A. Menciptakan Pasar Wakaf dan Pengembangan Literasi Wakaf

Saat ini, kita masih melihat masih lebarnya kesenjangan antara potensi wakaf sebesar Rp 180 triliun yang baru bisa dicapai sebanyak Rp 500 miliar dalam satu tahun (Rilis Badan Wakaf Indonesia 2020). Artinya capaian real hingga sejauh ini masih sekitar 0,3 persen dari potensi yang ada. Maka kondisi ini membawa kita pada suatu kesimpulan teoritis bahwa “Menciptakan Pasar Wakaf dengan Cara Menaikkan Tingkat Literasi Masyarakat tentang Wakaf”. Tentunya postulat ini membawa kita kepada sebuah tiga misi dalam mengubah pola pikir masyarakat:

1. Mengubah mindset bahwa Wakaf adalah ibadahnya orang kaya (the haves) saja;

2. Mengubah mindset bahwa wakaf hanya lazim ditunaikan dalam bilangan-bilangan besar (sehingga orang finansial yang terbatas belum dianjurkan berwakaf);

3. Mengubah mindset bahwa wakaf tak perlu segera ditunaikan (ini yang paling urgent untuk diubah);

Tiga perubahan tersebut akan sangat mungkin terjadi apabila kita konsisten dalam memberikan edukasi publik dan juga berkelanjutan dalam mengembangkan literasi tentang wakaf. Seperti kita tahu, cara mengedukasi paling efektif adalah memberikan contoh dan menunjukkan success story atas apa yang sedang kita kerjakan. Begitu pula dengan wakaf, di mana peran nadzir untuk melakukan edukasi diharapkan berlangsung dengan efektif tatkala mereka mampu memaparkan contoh positif dan keberhasilan pengelolaan aset wakafnya.

B. Peran Utama Nazhir di Indonesia

Maka dari itu, tugas seorang nazhir adalah bagaimana dia dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi secara luas atas keberhasilannya dalam mengelola aset wakaf. Sehingga secara umum, empat aspek utama yang harus dapat dilakukannya adalah:

1. Bagaimana optimalisasi edukasi wakaf?

Apa yang perlu dilakukan dalam edukasi wakaf, yakni kontinuitas edukasi wakaf kepada seluruh segmen masyarakat di Indonesia. Selain itu, dalam edukasi wakaf penting juga penguasaan saluran komunikasi, baik itu media luar ruang, broadcast maupun sosial media.

2. Bagaimana optimalisasi fundraising wakaf ?

Sebuah upaya strategis dalam Menyusun rencana untuk pengembangan sistem dan jaringan penghimpunan wakaf sebagai sumber utama pengelolaan aset wakaf. Terkait hal ini, nazhir juga harus mampu membangun kolaborasi strategis dan membuka kanal-kanal penghimpunan wakaf semisal kerja sama dengan perbankan, industri keuangan non perbankan dan juga kemitraan corporate social responsibility (CSR).

3. Menciptakan income generator wakaf?

Sebuah upaya dalam mendaya gunakan aset wakaf yang dimiliki nazhir agar terkelola dengan baik sehingga mampu menjadi sumber penghasilan dengan memberikan surplus usaha/wakaf. Karena itu nazhir harus mampu mengelola asset sesuai dengan prinsip kewirausahaan yang berorientasi kepada profit center. Mengapa? Karena dari profit itulah nazhir dapat mengalirkan manfaat kepada para mawkuf alaih, mendapatkan benefit operasional nazhir dan juga sumber pemeliharaan dan pengembangan aset wakaf.

4. Bagaimana optimalisasi surplus aset wakaf?

Sebuah tugas yang harus dijalankan nazhir dalam kaitannya membuat sebuah model penyaluran atas surplus wakaf yang diraihnya. Termasuk ketika akan memulai sebuah usaha pengelolaan asset wakaf, nazhir harus memiliki target surplus yang bertujuan untuk; 1) Berapa besar manfaat mawkuf alaih yang bisa disalurkan, 2) Berapa nilai dana reinvestasi untuk pengembangan usaha yang bisa diperoleh dari surplus wakaf, 3) berapa besar hak operasional nazhir yang bisa digunakan sebagai insentif pengelola.

Apabila seorang nazhir mampu mendefinisikan fungsi dan peran seperti itu, maka target capaian dan indikator keberhasilan dari pengelolaan aset wakaf akan sangat terukur dan dapat terjamin keberlangsungannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement