Senin 09 Aug 2021 15:47 WIB

Alat Mitigasi Tanah Longsor Berbasis Internet Dikembangkan

Sistem yang dikembangkan oleh pemerintah masih berbasis Short Message Service (SMS).

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengembangkan sistem peringatan dini bencana tanah longsor berbasis Internet of Things melalui pesan Telegram.
Foto: Humas UMM
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengembangkan sistem peringatan dini bencana tanah longsor berbasis Internet of Things melalui pesan Telegram.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Potensi bencana alam yang terjadi di Indonesia cukup besar. Salah satu bencana alam yang sering terjadi adalah tanah longsor.

Tercatat, sepanjang 2021 terdapat 218 kasus tanah longsor yang terjadi di Indonesia. Untuk mengurangi korban akibat bencana alat tersebut, tim mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengembangkan sistem peringatan dini bencana tanah longsor.

Mereka merancangnya dengan menggunakan basis Internet of Things melalui pesan Telegram. Anggota tim, Retno Diajeng Putri mengatakan, sistem ini merupakan pengembangan dari sistem yang telah ada di Indonesia.

Meskipun tanah longsor sering terjadi Indonesia, sistem yang dikembangkan oleh pemerintah masih berbasis Short Message Service (SMS). "Pengiriman peringatan ini terkendala karena masyarakat telah berpindah dari SMS ke aplikasi pesan berbasis internet," katanya.

Karena sudah tidak menggunakan SMS untuk berkirim pesan, masyarakat acap tidak tahu jika ada pemberitahuan peringatan tanah longsor. Untuk itu, tim menggunakan sistem Internet of Things (IoT) untuk mengirim peringatan bencana tanah longsor ke masyarakat. Salah satunya melalui Bot Telegram.

Untuk mendeteksi bencana tanah longsor, tim menyematkan dua sensor ke dalam alatnya yaitu humidity dan ultrasonic. Kedua sensor tersebut dapat mendeteksi pergeseran tanah, kelembaban tanah, dan intensitas curah hujan di suatu daerah.

Data dari kedua sensor itu akan diolah di raspberry pi model B+ dan akan menghasilkan empat peringatan seperti aman, waspada, siaga, dan awas.  Retno mengatakan, tim sengaja memilih Telegram karena lebih cepat dalam hal pengiriman data dibanding aplikasi yang lain.

Untuk sistem penyampaian informasi alat ini ke masyarakat akan melalui undangan di aplikasi Telegram. "Jadi penggunaan alat ini memang hanya terbatas pada daerah-daerah rawan longsor,” kata mahasiswa Teknik Elektro UMM tersebut.

Menurut dia, saat ini tim telah menyelesaikan pembuatan alat pendeteksi bencana tanah longsor. Namun ke depannya akan ada beberapa penyesuaian dan evaluasi setelah diuji coba. Retno berharap alat ini dapat membantu mitigasi bencana tanah longsor dan mengurangi jumlah korban.

Selain Retno, tim ini juga terdiri atas mahasiswa Ade Musthafa Alwi dan Devi Krista Ferani. Adapun alat ini telah diikutsertakan dalam Program Kreativitas Mahasiswa-Karsa Cipta (PKM-KC) dan lolos pada tahap pendanaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement